Checkpoint L - Part 1

1.4K 244 86
                                    


Kepada

SekJen Brotherhood of Broken Boys (coba tebak siapa?)

Tembusan: Sir William Shakespeare di kompleks Holy Trinity Church, Stratford-on-Avon, Warwickshire, England.

Dear Ardi (ehem, iya ...  Xylon mengangkatku jadi Sekjen B3), 

Aku enggak nyangka bakal menulis kepada diri sendiri secara resmi begini. Dengan tembusan ke Sir William pula. Apa kaitannya coba?

Ini gara-gara Xylon mengutip kata-kata Sir William dari Romeo and Juliet :

"What is in a name? That which we call a rose. By any other name would smell as sweet."

Apalah artinya nama? Mawar tetap wangi kalaupun diberi nama berbeda.

"Maksudmu, aku tetap wangi meski disebut Adri, Damien, atau Langit?" tanyaku, bercanda. Xylon hanya menyeringai, dan buru-buru ganti topik.

Seperti biasa, aku enggak pernah bisa marah betulan pada senpai satu ini. Walau aku enggak setuju dengan kutipannya.

Tapatnya, aku enggak setuju dengan kata-kata Sir William. Nama adalah doa. Mendiang Ayah memberiku nama dengan makna yang bagus. Aku bangga karena cuma ada satu Lazuardi Aristides Parahita di dunia ini. Me.

Okelah, Sir William menulis begitu karena Juliet sudah muak dengan keributan antara Capulet dan Montague. Apa artinya nama buat dia kalau hanya jadi seteru. Begitu kan, Sir?

Nah, buat Xylon, kupikir, kutipan itu cuma jadi alasan. Ia enggak benar-benar menganggap nama enggak berarti. Pasti ada alasan di balik lupanya. Di balik keengganannya memanggil orang dengan nama yang benar. Xylon masih menutupi fakta itu. Wajar sih, kita belum dekat benar.

Gimanapun, Xylon berusaha menyebut namaku. Pada teman-teman lain, panggilannya hanya "Hei!" atau "Yo!" atau "Bro!" Kesannya lebih akrab, tapi Xylon enggak bisa membohongi aku, dia juga lupa nama Wynter, Raiden, Neru, dan Rayn. Padahal kita biasa hang out  saat istirahat.  Gimana mereka yang enggak pernah berinteraksi dengannya?

Awalnya, Rayn curiga Xylon menderita prosopagnosia juga. Tapi terbukti bahkan dari jauh, Xylon bisa mengenali Wynter yang dia sebut Brexit (British Edition with Indonesian Taste), Rayn si Hujan-Panas, Raiden si Catkisser, dan Neru si Tailchaser (entah gimana sebutan Neru bermula, tapi aku kagum, Xylon ternyata word master juga. Lebih canggih dari aku atau Wynter malahan).

Meski begitu, aku setuju dengan Rayn, sepertinya masalah Xylon enggak kalah pelik ketimbang prosopagnosia.

Barangkali ada forgetting name syndrome. Semacam short term memory loss, khusus untuk nama orang. Xylon ingat wajah kita berlima, tapi enggak bisa mempertahankan nama-nama di memorinya.

Kalau memang benar ini masalah memori akibat kelainan otak, berarti Xylon jadi orang kedua setelah Rayn yang perlu kubantu mengingat nama orang.

Andai Darmawangsa seperti sekolah lain yang melengkapi seragam dengan pin nama, Xylon mungkin bisa sedikit terbantu. Sedikit.  Bakal mencurigakan juga kalau selalu melongok ke dada lawan bicara tiap kali mau memanggil. Lagian dari jauh pin enggak kelihatan.

Jadi, selamat atas keberuntunganmu! Terimalah berkah ini, Ardi! Kamu diberi satu lagi teman yang ajaib kayak Rayn.

Namun setelah beberapa kali aku menyebut nama-nama orang untuk membantunya, Xylon sadar juga.

Ia menarikku menjauh dari teman-teman. Ekspresinya serius dengan mata sewarna madu. Poninya  luruh ke depan muka saat ia menghindari mataku kemudian. Oh ya, aku 8 cm lebih pendek darinya, tapi bukan karena itu Xylon menunduk.

Ardi's Checkpoints A-ZWhere stories live. Discover now