[𝟒] : 𝐀𝐥𝐢𝐤𝐞

3.9K 627 79
                                    

Aku berbalik. Menatap pria yang lebih tinggi dariku itu. Tatapan intensnya sedikit membuatku risih.

"Lo mau ambil buku ini kan?"

Pria itu memberi aku buku alyssum yang tadi susah payah aku ambil.

Aku menunduk. Tidak sanggup memandang wajahnya karena sedikit malu. "I—iya."

Kenapa aku jadi gagap begini?

"Kalau ada yang ngajak bicara, tatap matanya." Dia mengangkat wajahku agar menatap matanya.

Sialan. Aku jadi deg-degan.

Terjadi kontak mata dengan jarak yang bisa dibilang cukup dekat. Jantungku berdegup kencang lagi. Wajah tegas, hidung mancung, bibir tebal, badan proposional seperti atlet, dan—ughh sudahla. Hanya satu kata yang dapat mendefinisikan pria ini, tampan.

Dia merubah posisi menjadi lebih santai dan agak berjauhan. Syukurlah, jantungku daritadi sudah berdetak bukan main. Bukan aku mudah berpaling ke lain hati, tapi rupanya itu- siapa yang bisa menolak pesona pria seperti ini?

Dia mengulurkan tangannya dan tersenyum. "Gue Lucas."

"G-gue Valerie." Aku menjabat tangannya.

"Valerie? Lo bukan orang korea?" tanya Lucas yang sepertinya sudah menyadari aku bukan orang asli negeri ginseng ini.

"Iya, gue orang Chinese. Tapi ada campuran Koreanya sedikit. Dan lo juga bukan orang Korea kan? Soalnya... Lucas?" ujarku menjelaskan lalu bertanya.

"Kita sama. Gue juga dari China, dari hongkong."

Pantas saja namanya Lucas. Sama-sama dari China ternyata. Kami berjalan dan duduk di meja perpustakaan yang sudah disediakan.

"Tadi lo ngambil buku tentang bunga, lo suka bunga?" tanya Lucas.

"Iya, gue suka banget sama bunga. Itu seperti hal yang sangat menarik. Mimpi gue banget pergi ke tempat dimana banyak bunga bermekaran, bermain-main di sana, mencium semua bunga di sana, dan pergi bersama orang yang gue sayang—"

Ucapanku terhenti saat aku tanpa sengaja menatap Lucas yang memandangku keheranan. Mungkin pikirnya aku ini sudah gila.

"Gue aneh ya?" tanyaku.

"Gak. Sama sekali bukan. Baru kali ini gue bertemu perempuan yang juga suka dengan yang gue sukai."

Aku menatap Lucas tidak percaya. Aku juga. Baru kali ini aku bertemu pria yang juga suka bunga. Setiap aku memberi tau seseorang aku suka bunga- pasti banyak yang berpikir apa gunanya suka bunga?

"Serius? lo suka bunga apa? gue paling suka—"

"Anemone," potong Lucas yang lagi-lagi membuat aku tidak percaya.

"Gue juga suka bunga Anemone. Kerena bunga itu melambangkan cinta yang tidak luntur, kebenaran--"

"Ketulusan, antisipasi, menyerah, harapan yang pudar," jawabnya melanjuti.

Dia benar-benar tau tentang bunga. Aku kira dia berbohong. Karena Anemone lebih identik pada wanita. Sedangkan Lucas- dia pria dengan rupa maco seperti ini.

Siapa yang tidak mengira dia berbohong?

Lucas tertawa. "Gue beruntung bertemu denganmu."

Satu kata itu membuat aku gugup sekaligus senang. Lucas menatapku dalam dengan diam membuat aku juga menatapnya.

KRIINGGGG

Aku tersadar dari lamunan. Sudah bel istirahat. Aku berdiri.

"Semoga kita bisa berteman Lucas. G-gue pergi dulu," kataku lalu mundur perlahan.

BrUk.

Bukannya langsung berbalik aku malah tertabrak dengan kursi di belakangku. Lucas berdiri panik lalu membantu aku berdiri.

"Ga langsung pergi?" tanya Lucas lalu menaikkan sebelah alis matanya.

"I...iya." Aku mengeyampingkan rambutku ke belakang telinga.

"Btw, lo udah punya?"

"Punya apa?"

"Pacar."

"Belum!" seruku.

Lucas tersentak karena aku berteriak. Semua yang ada di perpustakaan menatapku. Guru penjaga perpustakaan melotot menatapku. Aku membungkuk meminta maaf lalu kembali tegak.

"Maksudnya belum," bisikku. "Haha. Belum ada yang seperti tipe idealku sejauh ini."

"Menarik," ujar Lucas singkat padat jelas.

"Apanya yang menarik?" tanyanya.

Lucas hanya diam, aneh juga dia.

merasa tidak ada yang mau lagi dibicarakan aku berniat pamit. "Kalau begitu- aku pergi dulu."

Lucas mengangguk mempersilahkan. Aku berlari ke kelas mencari Lisa. Penuh semangat karena tadi bertemu orang yang sama sukanya denganku.

"Lisa! Lisa!" seruku.

"Kemana aja lo? Pak Sooman daritadi nanyain lo. Gue jawab aja lo lagi busung lapar makanya ke kantin dulu habis dari toilet," omel Lisa cemas.

"Kurang ajar! Tapi biarlah. Kita ke kantin aja yuk," ajakku yang disetujui Lisa.

Kami berdua kini sudah berada di kantin. Lima menit kemudian meja sudah lengkap dengan makanan dan minuman yang menggiyurkan. Baru saja mau menyuap ada perseteruan di belakang yang membuat seisi kantin menoleh.

"WOI! SINI LO?!"

"Val lihat deh. Dibelakang ada yang kelahi. Ada-ada aja," ujar Lisa yang beberapa detik kemudian melotot tidak percaya.

Aku menoleh kebelakang. Apa yang membuat dia melotot tid—-

"TEN! LUCAS!"

tbc-

Cultivar | Ten NCT Where stories live. Discover now