Prolog

10.1K 586 27
                                    

Happy Reading :)

Titik air hujan jatuh dari langit kota Jakarta, udara menjadi dingin dan sejuk. Untuk orang yang tidak kuat merasakan dingin pasti sekarang sedang menggigil. Sama hal nya seperti Yerin. Gadis cantik yang sedang menunggu bus di halte depan taman Kota. Gadis itu habis pulang dari kerjanya, menjadi sekretaris dari pengusaha butik ternama di sana.

Sesekali Yerin menggosokkan tangannya, karena kedinginan. Yerin tidak tahan dingin, pasti ia akan menggigil. Memasukkan tangannya ke dalam saku jaket tebalnya. Bis tak kunjung datang, tangan wanita itu sudah memutih karena kedinginan. Ia meniup jemarinya dan menggosok - gosokkannya lagi.

Matanya mengarah ke samping kanan. Dan bus itu mulai menuju ke halte tempat Yerin berada. Bus itu berhenti, pintunya terbuka. Yerin melompat ke dalamnya dan duduk di kursi penumpang. Tak lupa ia membayar pada petugas di dekat pintu sana. Di bus juga sama saja, dingin. Mungkin karena hujan jadi di dalam bus jadi semakin dingin.

Yerin menyenderkan kepalanya di kaca. Ia menatap keluar, banyak orang berlalu lalang dan berlarian mencari tempat berteduh. Ia menghela napas gusar. Mata Yerin menangkap sebuah keluarga yang berteduh. Ngomong - ngomong soal keluarga, ia jadi merindukan bunda nya di Semarang, bersama adiknya Eunha.

Yerin dulu tinggal dengan bundanya dan adiknya Eunha. Tetapi ia mulai mencari pekerjaan di Jakarta dua tahun lalu, karena meninggalnya sang ayah tercinta. Berbekal otak cerdasnya dan keterampilan menjahit. Ia menjadi sekretaris bosnya itu. Setiap bulannya Yerin selalu mengirim uang ke keluarganya di Semarang, untuk biaya makan, biaya sehari - hari dan sekolah Eunha.

Yerin tidak merasa keberatan. Sudah menjadi kewajibannya sebagai anak sulung untuk membahagiakan bundanya.

Bus itu berhenti di halte depan gang kos - kos an Yerin berada. Gadis itu berdiri di dekat pintu bus. Menunggu supir membuka pintunya secara otomatis. Pintunya terbuka, ia melangkahkan kakinya perlahan, takut terpleset karena licin. Untung saja Yerin membawa payung. Yerin turun dari halte dan berjalan memasuki gang. Tetapi jalannya di tutup karena ada perbaikan. Jadinya Yerin harus lewat jalan lain yang lebih jauh dari kos - kos annya.

"Huh." Gadis itu menghela napas gusar, kemudian ia membalikkan tubuhnya dan mulai berjalan ke arah selatan melewati beberapa rumah besar nan mewah di sana. Di bandingkan dengan rumahnya di Semarang. Rumah - rumah itu bak istana.

Yerin melewati salah satu rumah besar di sana. Terlihat seseorang wanita paruh baya sedang meminta tolong. Dirinya sontak langsung membuka pagar besar itu dan masuk ke dalam.

"Tolong!Tolong!" wanita paruh baya itu berteriak dengan histeris. Yerin berlari menuju ibu itu,  "Ada apa, bu?" tanya Yerin tak kalah khawatir.

"Tolong nak, anak ibu di dalam tolong." Yerin berlari masuk ke dalam bersama ibu pemilik rumah itu. Ibu itu membuka pintu kamar dan berteriak histeris saat anak laki - lakinya ingin menggoreskan pisau di pergelangan tangannya, "Jangan mendekat!atau aku akan menggoreskan ini!" ibu lelaki itu menangis histeris.

Yerin berusaha mendekati. Tetapi,  lelaki itu tetap membentakknya agar tidak mendekat ke arahnya, "Jangan mendekat!" Yerin cemas, bagaimana jika lelaki itu melukai dirinya sendiri?

"Jangan lukai dirimu sendiri aku mohon jangan!" teriak Yerin, "Apa imbalannya?" tanya lelaki itu.

"Aku imbalannya, aku akan menenangkanmu." ucap Yerin percaya diri. Ia tidak peduli apa yang ia katakan. Yang penting lelaki itu tidak melakukan hal bodoh. Tetapi lelaki itu malah tetap mau menggoreskan pisau itu.

Yerin mencari momen yang pas untuk menjauhkan pisau itu. Ya ia mendapatkannya saat lelaki itu menatap ibunya. Yerin langsung berlari menuju lelaki itu dan membuang pisau di tangan lelaki itu, kemudian memeluknya. Lelaki itu meronta, "Lepas!Lepaskan!"

"Tidak! Aku tidak akan melepaskanmu, sebelum kau tenang. Aku akan tetap memelukmu seperti ini." Yerin refleks melakukan hal itu semua. Ada sesuatu yang mengarahkannya untuk memeluk lelaki itu. Lelaki itu mulai berhenti meronta, mungkin tenaganya sudah habis untuk berteriak dan meronta.

Yerin melonggarkan pelukannya dan menatap manik mata lelaki itu, tampan. Itu satu kata yang cocok untuk mendeskripsikan wajah lelaki itu, "Maaf." lirih lelaki itu, ia duduk di ranjang kasurnya. Ibu lelaki itu mengahampiri anaknya dan memeluknya. Yerin bernafas lega,  "Kenapa kau melakukan itu Tae?" ibu itu memeluk anak lelakinya sambil terisak, "Maaf." ucap lelaki itu.

"Tidurlah kau pasti lelah." suruh ibunya, "Aku mau tidur, kalau dia mengelus kepalaku." tunjuk lelaki itu ke arah Yerin. Yerin membelalakkan matanya,  "Aku?" lelaki itu mengangguk. Yerin melirik ke arah ibunya. Ibunya mengangguk tanda menyetujuinya.

Yerin menelan salivanya dan mendekat ke arah lelaki itu, dan duduk di ranjang kasurnya. Tiba - tiba lelaki itu menjadikan paha Yerin menjadi bantalnya,  "Mana tanganmu." lelaki itu menarik tangan Yerin yang sebelah kanan, ia memeluk tangan Yerin, "Mama keluar dulu." ucap ibu lelaki itu.

"Kau tetap di sini jangan tinggalkan aku seperti Tzuyu." ucap lelaki itu, sungguh Yerin tidak paham,  "Ya aku di sini."

"Elus kepalaku, agar aku bisa tidur dan memimpikanmu." kata - kata lelaki itu membuat Yerin ragu. "Cepat."

"Ah..iya." Yerin menyentuh kepala lelaki yang tidak ia kenal sama sekali, kemudian mengelusnya.

***

Bersambung...

Aku Ada Untukmu ✓  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang