Chapter 31. What Hurt The Most

795 77 28
                                    


..............................

Seorang dokter yang masih muda tampak duduk disebuah bangku, wajahnya tampak sangat lelah, yah karena dia bersama teman-temannya yang lain baru saja melakukan pertolongan terhadap pasien kecelakaan beruntun, sebuah bis yang sarat penumpang kehilangan kendali, menabrak 3 mobil didepannya dan terguling ke tengah jalan di saat bersamaan dari arah berlawanan datang truk bermuatan semen, tabrakan tak bisa dihindari karena jarak kedua kendaraan yang begitu dekat.

Beam, dokter muda itu, baru kali ini melihat betapa banyak pasien yang datang dalam keadaan luka parah dan harus segera ditangani dengan operasi, beruntung dokter-dokter rumah sakit ini rumahnya tidak begitu jauh letaknya sehingga mereka bisa segera datang ke runah sakit begitu ada panggikan darurat.

Meski begitu karena banyaknya orang yang terluka, jumlah dokter yang ada kurang untuk menangani mereka.
selain Beam hanya ada 8 dokter lain, ditambah dokter jaga di IGD yang berjumlah 3, membuat pihak rumah sakit di tempat Beam bekerja meminta bantuan dokter bedah dan dokter anastesi dari rumah sakit yang lain, bahkan orang-orang yang terluka namun tidak begitu membahayakan jiwa mereka langsung dibawa kerumah sakit lain untuk ditangani.

Beam kembali menarik nafas dalam, 5 orang yang dia tangani kondisinya stabil namun Beam merasa masih harus memantau mereka, jadi dia memutuskan untuk tetap dirumah sakit, sudah 3x dia berusaha menghubungi kekasihnya, dia ingin memberitahu bahwa dia masih berada dirumah sakit untuk waktu yang lama, tapi hp Ming sama sekali tidak aktif.

Ada perasaan kuatir di hati Beam namun ditepisnya, Ming pasti baik-baik saja, sebaiknya dia istirahat sebentar diruangannya, agar tidak terlalu kelelahan nanti.
Beam bangkit tapi tiba-tiba terjatuh lagi dibangku yang didudukinya, tangannya memegang dadanya, terasa sakit.
Sakit yang biasa dia rasakan bila teringat Forth, namun kini terjadi saat Beam teringat Ming.
Apakah dia sudah benar-benar mencintai Ming.

Beam memejamkan mata, sesungguhnya dia takut, takut jatuh cinta, takut tersakiti, takut berpisah dengan yang dicintainya.
'Ming tak akan meninggalkannya bukan?' batin Beam, dia berjanji tak akan mengecewakan Beam.
Bisakah kali ini Beam menyerahkan cintanya kepada Ming, dan yakin dia akan bahagia selamanya?

Wajah Ming terlintas, senyumnya, caranya memandang Beam, membuat Beam tersenyum.
Semoga Ming adalah pelabuhan terakhirnya, Beam tak ingin kecewa dan merasakan sakit lagi seperti ini.

"Beam....Beam....bangunlah", seseorang menggoyangkan badan Beam perlahan.
Beam segera bangkit, dia sedang beristirahat di ruang dokter.

"Tone, ada apa? Apakah ada yang gawat". Tanya Beam sedikit kuatir.
Pada sejawatnya yang membangunkannya.

"Kau mengigau Beam, kau berteriak menyebut kekasihmu", jawab Tone.

"Aku mengigau? Memanggil Ming?" Tanya Beam meyakinkan dirinya sendiri.
Tone mengangguk.
"Apakah kau mimpi buruk Beam?"

Beam menggeleng, mimpi buruk? Pemuda itu berusaha mengingat yang terjadi di mimpinya.

Tiba-tiba wajah Beam menegang, dia ingat mimpi itu, Beam melihat Ming sedang berjalan diantara lorong yang suram, hanya sedikit cahaya yang tampak, didepannya tampak ada ruangan bercahaya dan nampak seorang pemuda terikat di sana, Ming berlari kearah pemuda itu, tampaknya dia ingin membebaskan sang pemuda.

Tapi saat Ming mendekatinya, dari arah samping kanan tampak belati yang menusuk kearah pinggangnya, dan dari kiri sebuah pemukul baseball melayang kearah belakang kepalanya.

Saat itu Beam berteriak memanggil Ming, dia sangat mengkuatirkan kekasihnya.
Dan terbangun karena dibangunkan oleh Tone yang kuatir melihat Beam yang mengigau.

GoodbyeWhere stories live. Discover now