Part 61

1.5K 94 29
                                    

Ujian Nasional dilaksanakan selama 4 hari. Dan selama 3 hari terakhir juga Ari harus mengerjakan di rumah sakit, setiap hari kini aku selalu menunggu Ari dirumah sakit bersama dengan Arin juga beberapa saudara Ari. Aku selalu disana menunggu Ari makan siang lalu pergi untuk latihan taekwondo.
Berbeda dengan hari ini, aku memutuskan untuk pergi latihan taekwondo dulu sebelum menjenguk Ari kerumah sakit.

"Syah, nanti gue ikut ke rumah sakit nemenin Ari ya" Aku menganguk sambil menghafal beberapa gerakan penting. Sebenarnya aku sudah sulit konsen saat ini. Seharian ini aku belum sama sekali mengerti bagaimana keadaan Ari.

"Syah, kalo loe kayak gitu kaki loe bisa  patah" Teriak Steffi berusaha menghentikanku. Memang, saat ini aku mempunyai alasan untuk latihan tapi alasan lain yang aku punya adalah untuk melampiaskan emosiku. Aku terus saja menggerakkan tubuhku tanpa teori yang diajarkan sangat kacau dan penuh emosi.

"Aisyah!" Steffi menahanku lagi namun dengan kuat ketepis tubuhnya hingga terjatuh dan aku menghiraukan nya. Aku masih terus melakukan hal yang berbahaya untukku, ini semua dilakukan atas kemauan emosiku.

"Aisyah!"

"Syah! Dengerin gue!" Steffi menarik tubuhku dengan paksa

Plak!
Sebuah tamparan berhasil melayang dipipiku hingga membuatku terjatuh diatas matras, aku menatap nanar sambil merasakan panas yang ada di pipiku karna tamparan keras steffi,

"Loe gila ya! Loe itu harus jaga diri loe sendiri, loe punya janji buat kasih Ari piala kan, kenapa loe jadi bego gini hah???!" Teriak steffi memarahiku dengan lantang sampai menggema di lapangan ini, disini memang hanya ada aku dan steffi karna pelatih kami baru saja meninggalkan kami beberapa menit yang lalu, dan aku memutuskan untuk berlatih sendiri.

Air mata kembali mengucur deras melewati pipiku, bahkan hatiku kini merasakan lebih perih ketimbang tamparan Steffi, bisa kalian bayangkan bagaimana rasanya jika kalian tahu dalam waktu dekat akan ditinggal oleh orang berpengaruh dihidup kalian

"Gue emang bego! Bego banget! Kenapa sampai gue nggak paham kalau Ari menyembunyikan sesuatu dari gue, gue emang bego!" Teriakku sambil menangis dan melipat tanganku memasukkan wajahku dalam celah celahnya. Jujur, ini pukulan paling sakit yang aku terima setelah menerima kenyataan mama papa bercerai.
Apa benar? Kebahagiaan kini enggan untuk berbaikan denganku?
Steffi kini sudah memelukku dan menenangkan aku, membiarkan aku menangis sepuasnya. Menumpahkan segala kesedihan yang tidak mungkin kutunjukkan kepada Ari nanti disana.

**
Aku dan Steffi keluar lapangan untuk pergi kerumah sakit menjenguk Ari. Saat berjalan menuju mobil milik Steffi tiba tiba seseorang menghentikan langkah ku membuat aku menoleh kearahnya.

"Kak Farel?" Ucapku pelan membuat laki laki itu menganguk, wajahnya tidak banyak berubah. Aku sudah pernah bertemu juga dalam waktu dekat saat aku , Ari dan Arin ke perpustakaan.
Dia adalah laki laki pertama yang mengenalkan aku cinta sekaligus dengan lukanya.

"Aku bisa ngobrol sama kamu sebentar?" Tanyanya membuat aku memandang Steffi meminta saran, namun yang dilakukan Steffi hanya mengedikkan bahu.

"Gue lagi ada urusan kak, lain kali aja" Jawabku sambil meninggalkan dia namun dia menahan kembali tanganku.

"Aku mohon, sebentar saja. Aku janji" Aku kembali melihat kearah Steffi dan dia hanya melangkah sedikit lalu menekan kunci mobilnya.

"Gue tunggu di mobil" Aku menatap kearah kak farel lalu dengan pelan ia menarikku ke sebuah tempat duduk dekat pohon disana.
Tempat itu biasa kugunakan menunggu ojek jika setelah latihan.

Aku dan dia sempat terdiam beberapa menit untuk menyesuaikan diri yang amat sangat canggung. Beberapa penjual disini pun tak mampu membuat keadaan menjadi biasa.

I Love You. Friends!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora