Part 64

2.5K 134 19
                                    

Ini adalah hari dimana aku merasa menjadi orang paling tidak beruntung dihidupku.
Mempunyai satu orang sahabat, lalu dia meninggalkanmu disaat kamu mulai menyadari jika dia berarti untukmu. Serasa aku ingin terlahir bersamanya jadi aku bisa berlama dengan nya.
Tapi apa daya, inilah takdir. Dimana aku harus menelan nya mentah mentah tidak perduli manis ataupun pahit.
Inilah yang dinamakan takdir.

Rasanya seperti mimpi buruk, ketika melihat wajah sahabatmu tidak terbalut apapun dan hanya ditutupi kain putih.
Tubuhnya dingin, waja pucat sudah sirna menjadi wajah tanpa beban. Aku bahkan bisa melihat senyum tipis dibaliknya.
Apakah dia bahagia? Meninggalkan aku sendiri di dunia?
Aku menatap wajahnya sambil meletakkan piala dan medaliku disebelah jasad Ari yang sudah terbujur kaku.

"Gue, udah kasih apa yang loe mau! Kenapa loe egois banget sih. Gue mati matian digepukin dapetin ini, elo malah ninggalin gue. Padahal permintaan gue nggak sulit kayak permintaan elo, gue cuman mau loe bertahan disamping gue. Ah... Apa permintaan gue berat ya Ri?"
Aku menghapus air mataku yang mengucur sedikit.

"Kalo elo emang bahagia dengan ninggalin gue, gue juga bahagia kok. Seenggaknya loe udah nggak nahan sakit lagi buat gue. Elo sakit kan nahan buat nggak hilang dari gue?" Aku tersenyum walaupun rasanya tubuhku sudah terhempas kemana mana. Dan sulit untuk dikembalikan

"Kalo loe udah ketemu sama Tuhan. Bilang sama Dia, kalau aku sangat berterimakasih sudah dipertemukan sama loe dengan waktu singkat. Gue sayang sama loe, selamat berbahagia sahabatku. Ari"
Aku lalu meninggalkan tubuhnya yang sudah tidak bisa membalas apapun perkataanku.
Aku percaya dia masih disana, melihatku berkata banyak untuknya.

**
Hari ini, detik ini. Hal yang tidak akan aku lupa seumur hidupku. Ketika dia, seorang yang mampu merubah sebagian kisah miris hidupku dan sekaligus menyentuh hatiku yang pernah layu harus pergi meninggalkan aku selamanya.
Yang aku lakukan pagi ini hanya melihat jasad Ari yang sudah masuk kedalam liang lahat. Orang tuanya bahkan terlihat syok dan pingsan beberapa kali, aku juga melihat Arin tidak berhenti menangis. Dia memang sebaik itu, dia bisa merubah suasana yang sendu menjadi sedikit berwarna.

Doa serta guyuran bunga sudah dilakukan dipemakaman Ari. Hanya tertinggal aku dan Arin disini, semuanya sudah kembali pulang.
Aku menatap batu nisan putih, rasanya seperti mimpi ketika melihat namanya terpatri disana. Masih terlalu sulit untuk membuat aku percaya dengan keadaan ini.

"Aisyah" Arin menepuk pundakku , aku yang duduk sambil mengelus nisan Ari menoleh kearahnya.

"Ari nitipin sesuatu buat kamu, ini klise. Tapi dia nulis ini susah payah setelah kamu pergi buat olimpiade"
Aku meraih sebuah surat terbungkus rapi ditangan Arin, amplop berwarna hijau itu terlihat kusut, mungkin karena masuk kedalam tas Arin.
Aku mengusap air mataku yang dari kemarin sudah mengucur deras.

"Bisa nemenin aku baca?" Arin terlihat menutup matanya untu mengeluarkan sisa air matanya yang menumpuk dipelupuk matanya.
Dia juga terpukul sepertiku. Dia menganguk dan memutuskan untuk pergi meninggalkan pemakaman.

Aku dan Arin mencari tempat tenang membaca surat dari Ari, Arin bilang dia juga tidak tahu isinya. Karna dia bahkan tidak sempat membaca karna panik setelah itu kondisi Ari semakin memburuk. Aku duduk disebuah taman dekat pemakaman bersama Arin. Dia duduk didekatku sambil mengusap wajahnya yang penuh dengan air mata.

Perlahan kubuka kertas kusut ini, disana terdapat tulisan Ari yang sudah bisa kubayangkan bagaimana susahnya dia menulis dengan keadaan sudah lemah. Aku membukanya perlahan sekali.

/////
Dear Aisyah,


Aku bahkan tidak berharap kamu akan baca ini, maaf jika sudah basi karna mengirim surat. Aku nggak mungkin bisa SMS atau Telfone kamu lagi setelah ini.
Aisyah,
Aku sudah berusaha, tapi Tuhan berkehendak untuk aku pergi, aku sudah melakukan perjanjian dengan Tuhan supaya kamu akan diberi kebahagiaan setelah ini. Dia sudah berjanji.
Aisyah,
Jangan lupa makan.
Jangan lupa tidur.
Jangan malas kuliah.
Jangan marah terus.
Jangan lupa senyum.
Selamat malam.
Selamat pagi.
Selamat tidur.
Itu buat stock ingetin kamu supaya nggak lupa. Karna setelah ini aku nggak bisa ingetin kamu secara langsung.
Aisyah,
Aku nggak bisa nulis lebih panjang dari ini, tanganku terlalu rapuh kini, otakku terlalu sakit digunakan untuk berpikir. Yang kamu harus tau. Aku mencintaimu, dan akan selamanya begitu.
Aku tidak menyesal tidak pernah menjadi kekasihmu. Aku malah beruntung menjadi sahabatmu.
I love you, Friends

Tertanda, sahabat jahilmu
Ari Handoko.

/////

Aku menangis, rasanya peluru kembali membunuh ulu hatiku. Rasanya sakit sekali, ketika aku tahu dan baru menyadari jika aku juga mencintainya. Namun semua terlambat.
Dia sudah bahagia.
Sudah tidak akan memikirkan ini lagi, tapi aku akan tetap mencintainya. Meskipun dia tidak disini.

"Kalau kamu ingin tahu kenapa aku disini, ini juga karena kamu syah"
Aku menoleh spontan kearah Arin yang menatap kosong kedepan sambil mengingat sesuatu.

"Kenapa?" Sahutku

"Ari terlalu sayang sama kamu, dia tahu kalau aku sikapnya mirip dengan Ari. Jadi dia mau kalau aku juga jadi temanmu, dia tau jika umurnya tidak akan selamanya denganmu, makanya dia ingin aku menjadi sahabatmu selamanya"
Aku menutup mulutku tak menyangka, bahkan semuanya sudah direncanakan olehnya untukku?

"Ari pernah bilang, dia mau jadi sahabat baik buat orang yang dia cintai. Dia sadar kalau kamu bukan untuk dia. Kalau kamu sadar pun, Ari juga yang memohon sama Marsha buat minta maaf sama kamu"
Dia melihat kearahku yang bahkan tidak percaya akan semua yang Ari lakukan dipenghujung akhir hidupnya.

"Ari lakuin itu semua?"
Tanyaku dijawan angukan oleh Arin, kemudian Arin merangkulku dalam pelukannya.

"Sebelum dia meninggal, dia juga yang cari kak farel buat ketemu sama kamu. Dia mau masalah kamu clear setelah dia ninggalin kamu. Supaya kamu nggak sedih, nggak terus merasa tertekan"

"Aku tahu sikap buruk kamu yang emosian, tapi aku juga tahu jika kamu seseorang yang kuat. Aku cuman mau bilang sama kamu, coba kamu rubah untuk tidak berfikir negatif terhadap seseorang. Jangan selalu menyalahkan orang ataupun dirimu sendiri, semua masalah bisa diselesaikan jika kamu mau dan berfikir positif"
Lanjutnya membuatku semakin menangis, Arin memang benar benar jelmaan Ari dalam hidupku

"Janji kamu ngga akan ninggalin aku kayak Ari kan Rin?" Pintaku sama dengan cara aku meminta Ari tetap disisiku.

"Aku akan jadi sahabatmu. Seperti biasa"
Kamipun berpelukan untuk melepaskan Ari denga ikhlas, mau menangis seperti apapun Ari tidak akan kembali.
Dia juga akan sedih ketika aku selalu mengungkitnya bukan?
Mulai hari ini aku akan menjadi Aisyah yang baru. Tidak tempramen , tidak berfikir negatif dan pemaaf.
Terimakasih Ari. Telah memberi warna dalam hidupku yang bahkan dariawal sudah berantakkan. Memberi aku semangat dikala aku benar benar hancur.
Kamu memang sudah tiada. Tapi kamu akan selalu ada didalam hatiku.

Pergilah dengan tenang sahabat. Aku mencintaimu...


End.

I Love You. Friends!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang