FOURTEEN : PHOTOGRAPH

1.2K 136 20
                                    

Denyut jantungku meningkat pesat, aku merasa seperti habis ikut lomba lari menaiki bukit. Napas ku terengah-engah, sistemku kacau balau, dan aku tidak bisa berpikir, seakan-akan otakku lumpuh. Kami masih menatap satu sama lain dalam keheningan yang menyelimuti seluruh ruangan, dengan tubuhku yang masih terjebak dalam kurungan tubuh Stefan. Aku memaki dalam hati, merasa tolol karena tidak berani untuk bergerak akibat ciuman sialan yang baru saja terjadi, sementara Stefan masih diam menatapi ku dengan ekspresi tak terbaca.




Aku menelan ludah dengan gugup, masih rikuh untuk bergerak tapi tidak tahan berada di posisi ini, jarak kami terlalu dekat dan aroma black musk dari tubuh Stefan membuatku kehilangan orientasi. Gadis batinku mencemooh tingkahku yang menyedihkan, mengejek dengan berbagai makian kasar yang memenuhi kepalaku. Aku menarik napas pelan, berusaha memulihkan diri lalu memutuskan kontak mata dengan Stefan, aku memandang ke arah yang tidak tentu. Rasanya aku tidak tahan menatapnya lama-lama, karena itu membuat jantungku berdetak tak karuan. Aku membencinya.




"Let me go." Butuh tenaga ekstra untuk aku bisa mengucapkan tiga kata itu dengan lancar, meski kenyataannya jauh di dalam lubuk hatiku aku ingin sekali merasakan bibir Stefan di atas bibiku lagi




Oh sialan. Aku benar-benar sudah tidak waras. Tidak ada jawaban. Aku yang penasaran memutuskan untuk kembali menatap Stefan, lalu mendapati laki-laki itu masih diam sambil menatapi ku dengan kedua lensa hezelnya yang menawan. Dia kemudian memiringkan kepalanya, bibirnya menarik sebuah seringai penuh arti yang membuat jantungku kembali berdenyut kencang. Fuck this shit. He's totally handsome as hell right now.




"I know you like it, baby girl." Stefan berujar dengan nada rendah sambil menyeringai, ada sorot geli yang bermain-main di lensa hezelnya yang menawan. Itu saja sebelum ekspresinya berubah dingin, sedikit muram. "But... we can't do this."




Aku mengerjap, sedikit terkejut ketika akhirnya Stefan melepaskan ku lalu menyenderkan punggungnya di sofa sambil menarik napas panjang. Tubuhku seketika bangkit dari sofa, berdiri dengan canggung di sebelah Stefan yang kini tengah memijat pelipisnya. Aku memaki lagi dalam hati sadar dengan tingkah bodohku lantas segera meraih handuk yang telah aku basahi dengan air dingin, meskipun efek dari ciuman Stefan masih tersisa aku tidak akan kabur seperti seorang pengecut. Dia berdarah dan aku harus mengobatinya.





"Bisakah kau duduk dengan benar?" Kataku dengan nada ketus, berusaha terlihat baik-baik saja seakan tidak ada hal yang terjadi




Stefan mengangkat kepalanya, menatapku selama beberapa detik, tapi dia tidak berkata apapun dan membiarkanku merawat luka-luka sialan yang ada di wajahnya. Aku menahan napas ketika harus membersihkan sudut bibirnya yang memar dan berdarah, wajahku seketika memanas ketika menyadari bibirnya terlihat bengkak dan merah. Sialan. Bayangan Stefan yang mencium ku langsung berputar-putar dalam kepalaku, membuat jantungku kembali berdetak kencang. Tapi aku berhasil mengendalikan diri dan fokus untuk merawat dan membalut seluruh lukanya yang terbuka dengan perban dan kassa.




Butuh waktu sekitar lima menit untuk aku selesai membersihkan darah dan mengobati beberapa luka di wajah Stefan, meskipun begitu aku merasa seperti selamanya, laki-laki sialan itu sukses membuatku mati kutu. Selama membersihkan lukanya, aku sama sekali tidak berani untuk menatap matanya, walau aku tau dia menatapiku dengan lensa hezelnya. Setelah semuanya selesai, aku menggigit bibirku dan memberanikan diri menatapnya.




"Aku sudah merawat semua lukamu." Kataku lalu menghela napas yang sempat tertahan selama beberapa detik




"Thanks." Katanya dengan nada dingin, tidak ada lagi sorot geli yang bermain-main di lensa hezelnya dan entah kenapa aku tidak menyukainya. Dia kembali lagi menjadi keparat menyebalkan seperti biasa.




(His) Dark Secret [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang