Chapter 01

19.6K 859 7
                                    

Radha menaruh tas sandang birunya dengan asal di atas meja. Membuka paksa kerudung panjang yang menutupi kepalanya hampir seharian ini. Helaan nafas lolos dari bibirnya yang pucat pasi. Lalu, melangkah menuju kulkas untuk mengambil botol minum.

Rumah ini kosong melompong kalau di sore hari. Semua penghuninya punya kesibukan masing-masing dan Radha sudah terbiasa dengan itu.

Bundanya pengajar ngaji di salah satu Masjid kompleks mereka. Ayahnya? Tak usah ditanya, hanya akan muncul pada malam hari, saking sibuknya kerja. Sedangkan, kakak perempuan dan abangnya juga sibuk. Paling akan pulang sebentar lagi.

Dituangnya air dingin dari botol ke dalam cangkir berbentuk doraemon, kepunyaan kakaknya. Setelah itu air mengalir mengisi tenggorokannya yang kering, kenapa juga tadi dia tidak beli minum di sekolah ya?

“Lah, bukannya lo puasa, Dha?” Inah, kakak perempuannya nongol tiba-tiba, di ikuti abangnya juga.

Radha terdiam dengan cangkirnya yang sudah kosong. Senyum jahil terbit dari bibir Azzam, abangnya. “Hayo, gua kasih tau Ayahlah, biar kena marah.”

“Iss..gua lupa,” katanya, setelah itu meletakkan cangkir asal-asalan. Dia tak peduli kalau puasanya batal lagi, toh masih ada hari besok untuk mengulang lagi puasa gantinya.

“Kebiasaan deh lo, Dha. Kalau gitu terus kapan selesainya lo ganti puasa?” Kata Inah. Radha mengangkat bahunya acuh, memilih fokus pada ponselnya. Hidupnya sudah sangat tertekan karena Ayahnya, dia tak ingin ada lagi orang yang mengatur hidupnya.

Azzam yang sedang membuka kulkas melempar tomat pada adik bungsunya itu. “Apa sih, ah. Ganggu aja lo!” Radha berteriak.

Azzam mengunyah tomat yang ada. “Sumpah gua bilangin Ayah pokoknya. Lo itu gak pernah berubah emang,” Radha memutar bola matanya malas.

“Serah lo, dah kebal gua. Palingan juga diceramahin,” balasnya.

Azzam terkekeh. “Kan lo mau dijodohin kalau gak berubah juga,”

Radha tertawa mengejek. “Yang begituan lo percaya? Bego banget ya Allah. Lo pikir ini zamannya Siti Nur Haliza apa pake acara dijodoh-jodohin?”

“Siti Nurbaya dah perasaan,” Inah mengoreksi.

“Ha, iya itu maksud gua.” Balas Radha.

Azzam menarik anak jilbab yang masih terpasang di kepala Radha. “Dikira Ayah bohongan kali ya,”

“Iss..anak ini, rese lo!”Radha kembali berteriak. Azzam memukul pelan kepala adiknya itu.

“Gak ada sopan-sopannya lo sama gua!”

“Bodo amat!” Balas Radha dengan ekspresi mengejek.

“Kak tengok ini anak, kaduin Ayah aja biar dicoret dari KK,” Azzam mengadu pada Inah. Radha menendang kursi yang di duduki abangnya.

“Lo!” Azzam  membelalak. Tak terima diperlakukan seperti itu.

“APA?” Radha menantang. Inah menghela nafas, Azzam dan Radha itu seperti minyak dan air, takkan bisa disatukan. Ujung-ujungnya Azzam memukul kuat kepala Radha dan Radha akan menangis. Inah sudah hapal alurnya.

“Bunda....” dan, Radha akan berteriak seperti itu. Inah geleng-geleng kepala tak habis pikir, perempuan 27 tahun itu memilih beranjak ke kamarnya. Radha yang begitu hendak dijodohkan dan menikah muda?

“Bakal gila kali suaminya,” gumam Inah.

***
Syukron teman2

Mendadak Khitbah (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang