Chapter 06

10.7K 622 0
                                    

Radha mengambil sapu di pojokan kelas. Hari ini dia piket, bersama Putri, Gita, Hafiz dan Raihan. Perempuan itu memilih menyapu bagian lorong dua, sedangkan selebihnya Gita dan Putri yang mengambil bagian.

“Belum bersih itu,” ujar Raihan. Radha berdecak, ketua kelasnya ini memang secerewet itu. Dengan terpaksa Radha kembali menyapu bagian yang di tunjuk Raihan.

“Itu juga tuh!” Radha menghela nafas, ditatap Raihan tajam. Laki-laki itu malah nyengir.

“Ribet lo.” Kata Radha. Raihan terkekeh, dia melangkah membersihkan jendela dengan kemoceng.

“Jutek banget sih lo, biasanya juga gak gitu,” Raihan membuka obrolan.

“Terserah gualah,” balas Radha semakin sinis. Raihan tertawa dengan tawa khasnya yang renyah.

“Jadi gimana?”

Radha menyapu kolong meja entah punya siapa yang penuh dengan sampah plastik gorengan. “Apanya yang gimana?”

“Lo? Gak di skorsingkan?”

Radha menggeleng. Dia mengernyit karena bau menyengat dari kolong meja tadi. “Ih, jorok banget sih! Ini sampe ada belatungnya laci, punya siapa dah?”

Raihan yang mendengar gerutuan teman dekatnya itu datang menghampiri. “Apaan?”

Radha menunjuk belatung yang jatuh satu-satu ke lantai. “Laci siapa ini ada belatungnya?” Rasanya Radha ingin menyumpal mulut orang yang punya laci ini dengan sampah plastiknya. Kenapa sih harus sejorok itu?

Raihan geleng-geleng kepala. “Yogi ini punya kerjaan. Ntar, gua bilangin. Sini juga aja yang bersihin,” Radha menyerahkan sapunya pada Raihan. Membiarkan laki-laki itu mengambil alih pekerjaannya. Sebagi ganti, dia yang membersihkan jendela.

“Umi, Gita duluan ya?” Gita pamitan karena tugas piketnya sudah selesai.

Radha mengangguk. “Iya, hati-hati ya?” Radha melambai pada perempuan feminin itu. Dia jadi merasa bersalah karena hampir seharian tadi mendiamkan teman-temannya.

“Woi, ngelamun lagi!” Lamunan Radha buyar karena teguran Raihan. Radha hanya tersenyum tipis.

***

Radha memukul-mukul pelan tengkuknya. Akhir-akhir ini kepalanya suka pusing. Ditambah ulangan fisika yang subhanallah. Rumus itu pun entah kenapa jadi tidak nyangkut di kepalanya. Mana, situasi rumahnya menjadi amat sangat dingin.

Dikemasinya buku-buku tulis serta kotak pensilnya, lalu di masukkannya ke dalam tas. Sambil sesekali masih memijit keningnya.

Di depan pintu kelas teman-temannya berjejer, saling menunggu satu sama lain. Percayalah, XII IPA 2 adalah kelas terkompak, kepala sekolah sendiri yang bilang. Mereka punya solidaritas yang tinggi.

“Ayo, Mi!” Tangannya di tarik oleh Wati. Wati itu, tak peduli kalau Radha sedang mood atau tidak. Bahkan, tak takut kalau Radha akan marah.

Radha pasrah saja di seret menuju kantin. “Umi, semangat dong! Hidup itu harus di buat bahagia, jangan murung-murung terus,” kata Hanum. Radha hanya menimpali dengan senyum tipis.

Yogi yang berjalan di depan mereka menoleh. “Betul itu, hidup dibawa chill aja bro,”

Hilal mencibir. “Sok kali kau, pikirin aja dulu cara bersihin lacimu itu!” mereka yang mendengarnya tertawa, tak kecuali Radha.

“Nahkan, cantikkan kalau ketawa.” Ujar Raihan. Tawa Radha mereda, digantikan dengan cibiran.

Hanum yang berdiri di samping kanan Radha, menyenggol lengan perempuan itu. “Mau gua kasih tau sesuatu gak?”

“Apa?”

Hanum berdeham. “Kayaknya pak ketua suka sama lo dah, Mi.” Radha mendengus. Lagi, mau menambah rumor lagi? Kemarin Wahyu, sekarang Raihan. Besok siapa lagi? Yogi?

Radha menoyor pelan lengan Hanum. “Kebanyakkan baca novel lo,”

“Ih..gak percaya,” kata Hanum. Radha menganggap itu angin lalu. Raihan juga salah satu teman baiknya, di lihat dari sikapnya pun tak nampak kalau dia menyukai Radha. Hanum saja yang terlalu drama.

***

Radha kali ini benar-benar bisa tertawa lepas. Setidaknya, hari ini dia bisa lupakan sejenak masalahnya. Ditambah guyonan Wati yang mengocok perut.

“Sorry, ganggu ya,” tiba-tiba aktivitas mereka terhenti karena kedatangan dua siswa. Radha kenal betul salah satu dari mereka adalah Zidan. Pacar si Afra.

“Mau ngapain lagi lo?” sewot Wati. Dagunya dia angkat tinggi. Tyas yang duduk di sebelah perempuan itu terkikik.

Radha tersenyum miring, nafsu makannya jadi menguap. “Lo kalau mau cari masalah, mending balik ke asal lo dah,” usir Hanum.

Zidan tersenyum tak enak. “Bukan kok. Gua ke sini cuma mau minta maaf, gua sebenarnya gak ada maksud apa-apa, Dha. Gua terpaksa nyebut nama lo, gua pengen putus dari dia.”

Radha terkekeh sinis. Teman-temannya langsung terdiam. “Lo pikir lo hidup di sinetron gitu? Atau di drama-drama?” Radha menatap tajam, dia benar-benar geram dengan laki-laki satu ini.

“Gua gak maksud gitu, Dha-“

“Gak maksud? Lo tau karena ke egoisan lo itu, gua yang kena imbasnya! Lo gak tau seberapa tertekannya gua karena masalah ini. Gara-gara lo juga gua di paksa nikah!” Radha terdiam. Apa yang dia bilang tadi?

Radha meletakkan pecahan dua puluh ribu di atas meja. “Bayarin!” katanya pada Hanum.

***

Mendadak Khitbah (TERBIT)Where stories live. Discover now