4.Modus

9.4K 414 8
                                    

Daniel melempar tasnya asal ke atas kasurnya dan berbaring di sana dengan tangan sebagai tumpuan kepalanya. Entah kenapa, setelah latihan paduan suara sore tadi kepalanya terasa sedikit pusing.

Tiba-tiba pikirannya melayang pada Karina. Gadis manis yang selalu menghantui pikirannya. Dia tidak tahu kenapa dia bisa jatuh hati pada gadis yang bahkan hanya bisa dia lihat dari jauh. Yang pasti, dia akan segera memulainya karena hatinya sungguh tidak tahan lagi dengan perasaannya yang semakin berkembang.

Hanya saja ada sedikit kendala. Karina selalu didampingi oleh laki-laki yang bernama Austin. Laki-laki itu seperti pengawal pribadi Karina. Kemana Karina pergi, di situlah Austin juga berada.

Daniel terduduk dan mendengus jengkel. Dia merogoh ponselnya yang berada di saku celananya dan menimang-nimangnya. Dia ingin segera menghubungi Karina. Namun, saat ini masih magrib, mungkin Karina memerlukan istirahat.

Daniel mengurungkan niatnya dan beranjak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah urusan di kamar mandi selesai, Daniel siap-siap untuk makan malam bersama Ayah,ibu,dan adik kecilnya yang masih berumul 6 tahun. Adiknya itu baru saja memulai sekolahnya di sekolah dasar. Tidak heran jika sikapnya agak sedikit polos.

Setelah mengenakan celana pendek dan kaos oblong, Daniel segera turun ke bawah menyusul yang lain di ruang dapur.

Ia mengambil tempat duduk di sebelah adiknya, Eka, dan mencium pipinya dengan sayang.
Makan malam berlangsung dalam keheningan, hanya ada suara dentingan antara sendok dan piring yang terdengar. Keluarga kecil itu begitu terlihat harmonis.

Biasanya selesai makan, keluarga kecil tersebut tidak langsung membubarkan diri. Mereka akan saling mengobrol tentang berbagai hal sebelum kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.

"Gimana sekolah kamu,Dan? Lancar-lancar aja,kan?" tanya Bram, Ayah Daniel.

Daniel mengangguk. "Yah ... sekolah jadi lebih baik dari sebelumnya."

"Kamu udah nentuin kemana kamu akan melanjutkan pendidikan nanti?" tanya Meisa, Ibu Daniel. Maklum ibunya bertanya akan hal itu, saat ini putranya itu sudah kelas 12. Waktu di mana segalanya berjalan dengan cepat. Daniel harus mulai memikirkannya.

Daniel menggeleng. "Aku masih mikirin soal itu. Tapi, mohon bantuannya."

Bram mengangguk. "Pikirkan saja. Kami akan mendukungmu."

"Apa kamu berniat ngelanjutin di luar negeri?" tanya Meisa tiba-tiba.

Daniel menatap Ibunya. "Daniel sangat mengharapkannya. Tapi, itu masih jadi pertimbangan."

"Gimana kalau lanjut ke sekolah aku aja,Kak?" celetuk Eka dengan polosnya.

Daniel melirik Bram dan Meisa. "Gimana, Yah? Bu? sama saran gadis kecil kita ini?"

Bram dan Meisa hanya tersenyum. Eka emang polos pikirannya, membuat orang lain semakin sayang padanya.

Daniel menatap adiknya dengan tatapan menyesal yang dibuat-buat. "Maaf. Tapi, sekolah Eka gak cocok buat kakak."

Eka menelan kekecewaannya. "Yah ... padahal Eka pengen satu sekolah sama Kakak. Biar bisa dijagain."

Daniel terkekeh. "Maaf,ya. Nanti kakak beliin es krim."

"Yey!" seru Eka senang.

Setengah jam berlalu, masing-masing dari mereka pun beranjak dari dapur. Daniel langsung ke kamarnya berbaring di kasur dan mengetikan sesuatu di ponselnya.

To:Karina 19:07
Ini gue Daniel. Save :)

Lama dia menunggu, hingga 15 menit kemudian, ponselnya berbunyi. Daniel sempat tersenyum namun pudar karena ternyata pesan tersebut dari sahabatnya, Siska. Daniel menggeram karena ternyata Siska hanya menanyakan soal tugas Fisika.

Relationship or Friendship? (RoF)- CompleteWhere stories live. Discover now