32. Perhatian tapi jangan lebay

9.8K 703 11
                                    

Tiar mengambil ponselnya lalu menempelkan di telinganya ketika nada sambung berbunyi. "Ya sayang?"
"Lex, jemput ya?"
"Biasanya kan juga di jemput."
"Barang kali lupa." Tiar nyengir meskipun Alex tidak bisa melihatnya.

Tiar meletakkan ponselnya di meja setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Alex. Dia bergegas mandi dan bersiap - siap.

Tiar melirik jam dindingnya ketika pintu rumahnya di ketuk. Dia melihat dari jendela kamarnya, siapa yang datang pagi - pagi begini. Alex? Jam berapa?

Tiar bergegas membuka pintu. Rambutnya masih basah terbungkus handuk di kepalanya.
"Kamu udah mandi?" Alex mengerutkan dahinya. Memangnya aku terlihat belum mandi ya?
Alex meneliti penampilannya sendiri. Kemudian mencium lengan bajunya.

"Perasaan udah wangi." Tiar menyilangkan lengannya di depan dada sambil mengulum senyum.
"Ya udah masuk. Habisnya, baru beberapa menit tadi tutup telepone, kamu udah nyampe sini. Tuh lihat, baru jam enam lebih dikit." Tiar menunjuk jam dinding hello kitty yang ada di ruangan itu.

Alex duduk di ruang tengah sambil meraih remote tv. Sedangkan Tiar masih memakai piyama sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk yang tadi dia gunakan untuk membungkus rambutnya. Dia duduk di sebelah Alex yang sibuk mencari saluran tv.
"Sarapan dulu Pak bos." Alex menoleh melihat meja makan.
"Masak apa?"
"Belum masak. Mau di masakin apa?"
"Nggak usah deh nanti kamu capek."
"Aku buatin nasi goreng ya."
"Aku bantuin ya."
"Nggak usah. Nanti baju kamu bau minyak. Kan udah rapi." Tiar mengamati penampilan Alex. Lalu dia meraih krah baju Alex, membetulkan bagian yang terlipat dengan kedua tangannya.

Alex meraih pinggang Tiar hingga gadis itu terduduk di pangkuan Alex. Spontan dia berpegangan pada bahu Alex. "Lex, pelan - pelan dong."
Alex mengeratkan pelukaannya di pinggang Tiar.

"Kalau kamu manja, nggak keburu masak nih."

Alex terkekeh melihat pacarnya masih malu - malu. Dia senang melihat semburat merah di pipi Tiar.

Masih ada ya, wanita dewasa yang tersipu hanya dengan di peluk.

***

Alex masuk bersama Tiar ke dalam gedung kantornya. Bisik - bisik gosip dari kanan kiri mulai santer. Alex benar - benar mengamati reaksi Tiar. Karena baru kali ini dia menghadapi wanita seperti Tiar. Galak iya, pemalu iya, pencemburu iya. Bingung jadinya.

Pikirannya terhenti ketika dia melihat wanita paruh baya yang berdiri di depan sekretarisnya. Ternyata gasrak - gusruk yang terjadi bukan karena membicarakan mereka berdua.

"Selamat pagi, Mrs. Prayoga." Alex menyapanya dengan suara yang sangat berwibawa. Hanya Alex yang berani memanggil ibu suri dengan sebutan Mrs.

"Pagi." Jawabnya dingin.

"Selamat pagi bu." Sapa Tiar yang untungnya berjalan beberapa langkah di belakang Alex sambil menganggukkan kepala. Dan ibu suri juga mengganggukkan kepala kemudian pandangannya kembali kepada Alex. Tiar segera masuk ke dalam ruangannya sebelum terjadi sesuatu yang dapat mempengaruhi suasana hatinya.

"Tiar." Maya sedikit berbisik kepada Tiar.
"Why?" Tiar menoleh.
"Ada apa lagi ini?"
"Mana gue tahu?"
"Do'i nggak bocor sama elu?" Kali ini Tiar menggeleng serius.

Sebenarnya Tiar juga cemas setengah mati. Apa yang akan di lakukan ibu suri kepada Alex? Mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu yang serius. Berhubung Tiar sudah masuk ke ruangan, tidak ada kalimat yang bisa ia dengar sedikitpun.

***

Ibu Suri masuk ke dalam ruang kerja Alex. "Luar biasa, Lex." Ibu Suri berbicara sambil menatap tajam kepada Alex setelah menempati sofa di sudut ruang kerja Alex. Alex dengan wajah yang sedikit tegang, namun tetap berusaha bersikap santai itu mengambil tempat duduk tepat di depan ibu suri. "Setelah kamu turunkan level perusahaan, lihat ini." Ibu suri melempar sebuah map di depan Alex.

Alex mengerutkan dahi melihat map itu. Mustahil. Alex berpikir keras. Ini tidak mungkin. Data ini dimanipulasi. Itu yang terlintas di pikiran Alex.

Alex mencoba menstabilkan nafasnya dan meredam emosinya sendiri.

Yang mengerjakan laporan ini...

Alex menegang memikirkan kemungkinan - kemungkinan yang terjadi. Tapi semua yang terlintas di otak dia tepis sendiri.

"Saya akan meneliti sekali lagi." Kata Alex mantap.

"Ya.. silakan jika itu bisa menunjukkan suatu kesalahan." Urat - urat di kepala ibu suri belum mengendur sama sekali.

"Ini sudah sembilan bulan dari awal tahun Bapak Branch Manager." Alex sangat merasa terhina.

"Ibarat orang hamil, sepuluh hari lagi sudah melahirkan." Lanjut ibu suri semakin menyulut kemarahan Alex. Harga dirinya terasa di injak.

Alex sudah berusaha keras. Tetapi jika ada musuh di dalam selimut, dia tidak akan tinggal diam. Alex akan terus mencarinya. Dan dia tidak akan berhenti sebelum menemukannya.

Ok, saya lawan yang tepat buat kamu. Bisik Alex dalam hati.

***

Ibu suri sudah meninggalkan ruang kerja Alex. Mungkin juga dia sudah terbang ke head office. Tetapi kekesalan Alex semakin menjadi.

Seluruh anggota keuangan sudah berkumpul di ruang meeting. Termasuk Tiar, Maya, Sinta dan Rena. Alex memperbanyak hasil laporan keuangan yang dilempar ibu suri di depannya. Lalu membagikan kepada seluruh team keuangan.

"Ada yang bisa menjelaskan isi kertas itu kepada saya?" Semua diam dan menunduk. Membolak - balik kertas itu tanpa sempat membaca. Otak mereka terlanjur menciut untuk memahami materi yang di bagi oleh bosnya. Apalagi raut wajah Alex yang terlihat mengerikan.

Sudah lima kali Tiar menghela nafas, dan itu tertangkap jelas oleh Alex. Otot - otot Alex sedikit mengendur berkat helaan nafas dari Tiar.

"Apakah kami tidak di beri waktu untuk mempelajari ini?" Tiar berusaha profesional menghadapi emosi Alex.

"Pak Alex?" Sekali lagi dia bertanya sambil mengangkat copy file yang di bagikan oleh Alex.

"Butuh waktu berapa lama? Siapa yang mengerjakan laporan ini?"

Lah, akuntingnya siapa? Tiar bertanya di dalam hati. Memang, semua yang hadir itu menempati posisi sebagai akunting. Tetapi tidak semua di tunjuk untuk menyelesaikan laporan itu. Seperti halnya Tiar, dia hanya memberi file penunjang yang di butuhkan.

"Baiklah, kalau dari kalian tidak ada yang bisa menjelaskan, kita akhiri. Selamat siang." Alex bergegas meninggalkan ruang meeting itu.

"Woy, doi kenapa?" Mbak Rena bertanya kepada Tiar setelah ruang meeting itu kosong.

"Gue, juga nggak tahu." Tiar sama sekali tidak mengerti dengan perubahan emosi Alex. Tidak, dia tidak sekedar emosi. Ada kegusaran lain yang terpancar dari matanya. Tapi Tiar tidak mampu menebaknya. Andai dia adalah tokoh utama dalam sebuah novel, sudah pasti dia akan menjadi wanita seperti cenayang.

Setelah keluar dari ruang meeting tadi siang, Alex tidak muncul di kantor. Tiar melihat jam dinding, sudah jam setengah enam. Tiar menelephone Alex tetapi mas operator bilang nomor yang anda tuju tidak dapat di hubungi. Tiar lebih cemas sekarang.

______________________________________

Thank's

Jangan lupa vote and coment ya

Resolusi Love  (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang