Bab 21

57 14 5
                                    

Paman itu bersikeras memaksa kami bahkan setelah tahu tentang kondisi Hikari sekarang ini, dan juga kondisiku. Tapi dia bilang tak ada masalah, karena dia akan berhati-hati.

Hikari berkata kalau dia tak keberatan, jadi kami memutuskan untuk menerima ajakan itu. Kami sampai di sebuah gedung yang dipakai untuk pemotretan. Paman itu ternyata adalah seorang desainer.

Kami berpisah ke ruang masing-masing untuk melakukan dirias. Aku terus memejamkan mataku supaya tak ada yang tertidur. Jujur saja, rasanya sulit sekali untuk berjalan ketika tahu dunia yang awalnya gelap menjadi gelap gulita.

Aku harap Hikari baik-baik saja...

"Haruki."

"Oh, sudah selesaika—"

Justru aku yang tak baik-baik saja.

Sosok Hikari yang memakai gaun pengantin dan diriasan, benar-benar membuatku berpikir melihat seorang putri dari dalam dongeng.

"Haruki. Pendapatmu?"

"Kau tampak cantik dan tampak lebih dewasa, Hikari. Aku tak bisa bilang lagi kau adalah anak-anak saat ini."

"Menawan?"

"Super."

Hikari tersenyum lebar dan tertawa kecil.

"Syukurlah."

Kemudian, kami diantar menuju ke tempat pemotretan. Jarak kami dengan kamera ada beberapa meter, jadi masih aman dari jarak pandang sindromku.

"Kalian saling pasangkan cincin, ya! Supaya kalian lebih natural!"

Perlahan, aku mengangkat tangan kirinya yang mulus itu dengan hati-hati, lalu memasukkan cincin itu ke jari manisnya.

"Haruki. Ulurkan jari manis tangan kirimu."

Selanjutnya, giliran Hikari memasangkannya padaku. Dia tampak agak canggung dan kesulitan, tapi akhirnya dia berhasil memasangkannya di jari manis tangan kiriku.

"Rasanya seperti sungguhan, ya."

"Jangan mengatakan hal yang memalukan begitu, dong!"

Sudah kuduga, sindromku ini memang tak berpengaruh pada Hikari... benar-benar misterius sekali, punya orang yang tak terpengaruh oleh sindromku ini.

"Ayo, keduanya lihat ke sini!"

Aku kembali menghadap ke arah kamera. Kemudian, beberpa foto kami diambil.

Berdiri dengan jas pengantin di samping Hikari yang menggunakan gaun pengantin seperti ini, membuatku ingin suatu saat nanti melakukan hal yang sesungguhnya dengan usahaku sendiri...

"Suatu saat, aku akan melakukannya..."

"Haruki..."

"Ah, bukan apa-apa."

Setelah pemotretan selesai, aku kembali mengenakan kacamata hitamku. Setelah kami memakai kembali pakaian awal kami, kami disuruh menunggu di lobi gedung sebentar, dan ternyata kami diberi foto-foto aslinya sebagai suvenir.

Saat paman itu memberikan imbalan uang, kami menolaknya. Pengalaman ini sudah cukup sebagai bayarannya. Selain itu, Hikari juga tak punya alasan untuk menerima uang bayaran seperti ini.

Kami keluar dari gedung, kemudian berjalan kembali menuju ke rumah sakit bersama Hikari.

"Haruki. Foto."

Aku memberikan amplop itu pada Hikari.

"Aku heran sekali kenapa dia tak mempermasalahkan soal kamu difoto di atas kursi roda."

Hikari - A Light For You [Tamat] + ExtraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang