Lembar 14

3.6K 356 32
                                    

Suara gemericik air terdengar dari dalam toilet. Langit, disana sedang membersihkan sisa-sisa darah yang masih terdapat di hidung, akibat mimisan lumayan banyak. Wajahnya kembali pucat, kepalanya lumayan pusing. Setelah bersih, Langit segera mengelapnya menggunakan sapu tangan yang selalu dia bawa. Selanjutnya, Langit bergegas keluar dari sana.

Bunyi derap langkah kaki menggema, memenuhi lorong menuju toilet. Tak menyangka, Banyu dan Langit bertemu disana. Banyu menatap Langit was-was. Langit terus saja berjalan melewati Banyu yang terpaku, sebelum benar-benar pergi, Banyu mencekal lengan Langit.

"Lo sakit kan?" benar, tebakan Banyu. Namun, Langit hanya menghentakkan lengannya, agar supaya terlepas. "Lang!"

Banyu segera menahan Langit kembali. Disana ada Babam, yang cuma mengamati pergerakan mereka. Dia tak mau ikut campur, karena tak mau memperkeruh suasana.

"Lang, jawab gue."

"Gue nggak papa. Puas lo?" dingin, sedingin kutub. Tak ada keramahan disana. Ingin Banyu mengabaikan perubahan Langit, namun tak bisa. Dia akan terus mencoba masuk lagi kesana, ke dalam hatinya.

-BanyuLangit-

"Kalian kenapa sih, sebenernya?" finally, Babam terpaksa ikut terjun. Karena tak tega, Banyu yang hanya menatap makanannya sedari tadi. Tak disentuhnya sama sekali. Tatapan matanya kosong, kalau lelembut bernafsu. Bisa jadi Banyu sudah kesurupan sekarang. "Nyu!"

"Ya," hampir habis kesabaran Babam. Banyu seperti orang idiot. Babam mengacak rambutnya sendiri kasar. Siang ini, mereka tidak makan di tempat duduk biasanya. Babam sengaja mengajak Banyu duduk di pojokkan. Yang jauh dari keramaian.

"Lo sama Langit, ada apa sebenernya? Jawab gue, jujur sama gue." Babam menghela nafasnya panjang. "Plis!"

Melihat keseriusan Babam, Banyu akhirnya menjawab. Tapi juga membuat Babam bingung dan kesal bersamaan. "Gue juga nggak tahu."

"Bilang aja, awal masalahnya sama gue." Babam mengelus dadanya, bisa-bisa naik darah dia, kala menghadapi Banyu yang sedang begini. Dia juga sebal kalau kawannya ini selalu murung. Banyu kalau tidak dipancing, tidak akan cerita. Alias menyembunyikannya. Bahkan sampai masalah itu selesai sendiri. Pernah suatu ketika, Banyu jatuh dan cidera lutut. Dia simpan sendiri, tak melapor dan memarah. Dia sendiri yang kena omel karena harus absen main. Kali ini, Babam tak mau tahu. Dia harus tahu masalah kedua brothernya itu.

Wajah Banyu mulai menunjukkan perubahan, dia berubah serius. Babam menyiapkan pikiran dan hatinya. Volume kebijaksanaannya harus ditambah. Karena bisa jadi dia marah-marah nanti. Dia jadi tidak bisa memberikan solusi terbaik.

Setelah mendengar cerita Banyu, yang ternyata buntut panjang dari 'teror' permen loli. Babam bahkan tertawa lebar, terbahak seperti tak ada hari esok. Bisa-bisanya, masalah sepele begitu berubah jadi raksasa. Mirip anak kecil rebutan mainan, tak ada yang mau mengalah.

"Langit suka sama Bening, dia jealous sama lo. Dia kesel kalau Bening dikasarin. Gitu aja kagak peka lo bang." Banyu menganga tak percaya, "dia pengin lindungin Bening. Udah itu doang."

"Yakin lo?"

"Lo nggak percaya sama gue?" bukan tidak percaya, tapi Banyu hanya memastikan kembali. Dia tak salah dengar bukan? Adik cowoknya itu suka sama cewek. Dasar, sampai segitunya sama abangnya. Banyu tersenyum mendengar itu. Tersenyum lebar.

"Thanks," Banyu menepuk pundak Babam. "Gue percaya kok sama lo." Banyu langsung pergi entah kemana. Seharusnya dari awal dia cerita ke Babam. Bodohnya Banyu. Babam yang merasa tidak dibutuhkan lagi, ditinggal. Bersama dua piring gado-gado yang masih utuh. Daripada mubazir karena sudah dibeli. Babam memakannya kedua isi piring itu, dengan dijadikan satu. Itung-itung, rejeki nomplok.

-BanyuLangit-

Dengan terus diringi senyum lebarnya, Banyu berjalan, niat awal adalah ke kelas Langit. Tapi, detik berikutnya, niatnya berubah. Begitu dia melihat seseorang sedang sibuk menempel sesuatu di pintu lokernya.

"Naura," yang dipanggil kaget serta gelagapan. Dia langsung menyembunyikam benda itu dibelakang punggungnya. "Apa yang lo sembunyiin?"

Naura, pemilik nama cantik itu menatap Banyu gelisah. Padahal Banyu hanya bertanya dengan santai.

"Bukan gue!" Naura baru saja akan kabur, sebelum ditahan oleh Banyu. Dia menghadang jalan Naura. Dan sesuatu jatuh dari tangan gadis satu kelasnya itu. Banyu seketika melihat ke bawah. Jreng jreng! Permen loli.

"Jadi lo," Banyu dengan tatapan menusuknya. "Sang pelaku."

Sepersekian detik kemudian, Naura sudah menangis, duduk bersimpuh. "Maafin gue, Nyu. Maafin gue." Tak ada kata lain selain maaf. Banyu berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan Naura. Naura cuma terisak dan terisak.

"Bisa nggak berenti nangis?" masih dengan mata elang Banyu. Tak ada sedikitpun senyum disana. Dalam sekejap, Naura berhenti menangis, meski masih sesenggukan. Dia tak berani mengangkat wajahnya.
"Atas dasar apa?"

Naura menggigit bibirnya kencang, "g-g-gue," bibirnya bergetar, lidahnya kelu. Lagi-lagi bibir menjadi sasaran ketakutan Naura. "S-ss-suka s-sama e-lo." Sebenarnya bisa saja Nau-nama panggilannya-itu bohong. Tapi, sorot mata Banyu yang menusuk, membuatnya tak bisa berkutik. Percuma juga jika Nau mengelak. Karena memang benar, Nau yang nglakuin. Tiap istirahat, selama kelas kosong, dia menempelkan sebuah loli di pintu loker Banyu. Meski tahu, bahwa Banyu tak pernah suka.

Banyu berkedip pelan, memejam sebentar, menghela nafas dan mengusap kasar wajahnya. Kenapa harus berhubungan dengan perasaan, lagi? Dasar wanita. Maka dari itu, Banyu tak pernah memberi harapan pada siapapun yang mendekat, dia tidak ingin mereka punya perasaan berlebih padanya. Mereka sendiri juga yang akan sakit hati. Prinsip Banyu, kalaupun dia suka pada seseorang, dia akan perjuangkan. Tidak akan membiarkan si cewek berjuang duluan.

Banyu mengambil permen yang masih setia dengan lantai. Dia meraih tangan Naura, dan menaruh si permen disana, pelan, sangat pelan. Bahkan Banyu ikut menggenggamkan permennya di tangan Naura. "Kasih sama orang yang suka sama lo. Kita cukup temenan aja."

"Nyu," lirih Naura. Teman satu kelasnya. Nau itu manis. Dia punya body goals bak model. Dia termasuk populer disekolah. Banyak yang ngejar-ngejar dia. Tak sangka, dia menyukai Banyu yang notabene, rakyat sekolah yang cuma kelihatan kala bermain dilapangan.

"Makasih udah suka sama gue dan sori gue nggak bisa bales perasaan lo."

Setelah mengucapkan kalimat itu. Banyu bangkit dan keluar dari kelasnya yang hanya ada mereka berdua. Dia batalkan ke kelas Langit. Dia tidak bisa melihat cewek nangis di depannya. Moodnya hancur. Banyu mengalihkan tujuannya, dia pergi ke rooftop sekolah. Banyu perlu mencari udara segar. Dia harus me-refresh memori otaknya. Agar tak salah kaprah lagi nantinya.

-BanyuLangit-

"Hey, Langit sama Banyu lagi nggak akur. Menurut informan, gara-gara Bening. Gimana kalau kita manfaatin?" ucap seorang cowok.

"Ide bagus," seloroh cowok satu lagi, mereka duduk di kursi usang pada sebuah ruangan tak terpakai.

"Siap eksekusi."

-BanyuLangit-

Terima kasih sudah membaca.

Salam hangat,
HOI

Wonosobo, 21 Oktober 2018.

Banyu Langit ✔ [TERBIT]Where stories live. Discover now