0.9

2.5K 212 10
                                    

"Bagaimana? kita mulai saja rapatnya?"

Jisoo mengangguk dan mengambil posisi duduk tetap di sebelah Jinyoung dan membiarkan Seokjin terdiamkan disana.

"Seokjin.."

Oh, sepertinya dia masih diingat sekarang.

"Aku?"

Seokjin menunjuk dirinya sendiri dan dibalas tepukan dahi oleh Jisoo yang sedikit geram.

"Lalu siapa lagi yang berdiri selain kau? cepat, duduk disini." Jisoo menunjuk kursi kosong yang berada tepat di sampingnya dan Seokjin mengangguk, membiarkan atensi semua orang yang berada di ruangan itu kepada mereka.

"Sudah? baik, ayo kita mulai."

Lima menit..

Sepuluh menit..

Lima belas menit..

Dua puluh menit..

Tiga puluh menit..

Satu jam lebih sepuluh menit.

Akhirnya rapat itu pun selesai meski seseorang berbahu lebar yang sedang menatap bingung tidak mengerti.

Aku tinggal melakukan apa yang disuruh kan? - batin Seokjin.

Setelah itu mereka bertiga –Seokjin, Jisoo dan Jinyoung– pergi dari ruangan tersebut menyisakan beberapa orang di dalam sana.

Keadaan canggung saat diluar, sampai tiba tiba Jinyoung membuka suaranya dengan yakin.

"Jisoo? bisa kita bicara?"

Sang pemilik nama mengangguk sambil menatap kearah Jinyoung yang sedang menundukkan kepalanya, gugup.

"Ada apa?"

Hening sekejap..

dan

"Kau mau menjadi kekasihku?"

"Shh aw!"

Seokjin terbentur tiang ring basket dengan tidak elegannya dan tersandung batu di bawahnya, sebut saja hari ini hari sial bagi seorang Kim Seok Jin.

"Yak! kenapa lagi kau? baru tadi terkena bola sekarang terkena tiang, kau melakukan perbuatan buruk apa hari ini?"

Jisoo memegang dahi Seokjin dengan hati hati, lalu dengan polosnya Seokjin hanya menggelengkan kepalanya lalu meringis kecil.

"Kau baik baik saja?" Jinyoung membuka suaranya dengan tatapan datar andalannya.

"Tak apa, Jisoo? aku ke kelas duluan ya kau bisa pergi bersama Jinyoung."

Seokjin tersenyum dan pergi melangkahkan kaki dari sana, membiarkan dua sejoli yang masih dalam tahapan maju ini terdiam.

"Um Jinyoung–ssi, maaf aku.. tidak bisa menerimamu."

Jinyoung membuka bola matanya lebar dan menatap Jisoo dengan tidak percaya, "Kenapa? apa kurang romantis? pulang dari kampus akan aku ulangi, oke? simpan jawabanmu nanti saja."

"Aku serius tidak bisa, maaf ya? kau bisa mendapat yang lebih baik dariku, aku duluan."

Berjalan melewati Jinyoung yang terdiam, Jisoo melangkahkan kalinya pergi dari sana menghampiri Seokjin yang sedang tersenyum bahagia tiga langkah dari sana.

aku tau kau menguping Kim Seokjin – Jisoo.

•••

Setelah jam kuliah selesai, Seokjin langsung pulang kerumah mengingat hari ini hari yang lumayan spesial dalam hidupnya, lagi.

"Kau sangat tampan Kim Seok Jin."

Dia tersenyum sambil melihat dirinya di kaca body yang tersimpan apik di kamarnya. Sesekali memuji dirinya sendiri, itu Seokjin.

Ia melihat meja di sampingnya dan terdapat sebuah bunga yang layu jatuh dari vasnya, menggerutu kesal dan menyambar kunci mobilnya lalu pergi keluar.

Aku bisa beli di perjalanan kan?

Sepanjang perjalanan ia terus tersenyum dengan lebar menandakan moodnya sedang baik hari ini, dasar pria mabuk asmara.

Sampai di pekarangan dorm yang pernah Jisoo bicarakan, Seokjin memarkirkan mobilnya agak jauh dari jalanan sana. Mencegah kecurigaan, pikirnya.

Ia pun turun dan membawa sebuket bunga berwarna biru yang ia beli di pinggir jalan tadi lalu mengetuk pintu berwarna pink itu dengan yakin.

"Iya, siapa– oh hai Seokjin."

Jisoo keluar dari persinggahannya, mengerutkan kening sambil meneliti pakaian yang pria di depannya pakai saat ini.

"Tunggu, tuxedo biru? kau mau kemana?"

Sang pria tersenyum mendapat pertanyaan itu lalu menggenggam tangan Jisoo dengan lembut, "Bisa kita bicara di taman itu?"

Jisoo menoleh ke belakang Seokjin dan mengangguk, berjalan beriringan dengan genggaman tangan yang tak pernah lepas.

"Kim Jisoo."

Sang empu menatap seseorang yang sedang menatapnya juga dengan penuh arti lalu tersenyum, mereka saling bertatapan di samping bunga yang bermekaran.

"Kau tau? kau ada di pikiranku sejak kita tak sengaja bertabrakan dulu, haha sungguh canggung. Namun baru sekarang aku dapat menggenggam tanganmu dengan seyakin ini. Ntah dapat keberanian darimana, aku hanya ingin genggaman ini tak akan pernah terlepas. So Kim Jisoo, will you be my girlfriend?"

Seokjin menyodorkan sebuah buket bunga ke hadapan Jisoo yang masih bingung melihatnya, lebih tepatnya terkejut.

Seokjin menyodorkan sebuah buket bunga ke hadapan Jisoo yang masih bingung melihatnya, lebih tepatnya terkejut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Yes . . I will."

Mereka tersenyum dan Seokjin langsung memeluk Jisoo, sesaat sebelum ia menerima bunganya dan Jisoo hanya terkekeh.

"Kau mau membunuhku? pelan pelan saja."

Seokjin melepaskan pelukannya dan tersenyum senang lalu meloncat loncat seperti anak kecil, "Aku kira kau tak akan menerimaku, sungguh aku tak percaya diri."

Jisoo tersenyum dan mengusap pipi Seokjin yang tengah mengembang itu.

"Aku harus memulai lembaran baru, bersamamu. Jadi jangan sia siakan itu atau aku bunuh dirimu Seokjin-ssi."

"Tidak, tidak akan. Meski ada beribu badai yang menolak aku akan tetap bertahan, aku menyayangimu Chagiya."

"Kata katamu sangat lawas, kau tau? haha."

Jisoo mencubit pipi Seokjin yang wajahnya tiba tiba berubah sedih namun tetap memasang keimutan dimata Jisoo.

"Aku juga menyayangimu Oppa."




to be contine or ending ?
— 3619 —

don't leave me : jinsoo ( ✔ )Where stories live. Discover now