Chapter 12

1.9K 123 24
                                    

Pernah dengar kata-kata jangan coba-coba melepas ikatan yang telah lama terjalin dan begitu erat. Alih-alih terlepas, jutru kamu yang akan terluka. Sepertinya kalimat itu tak hanya omong kosong belaka. Ketika kita membuktikan sendiri bahwa apa yang kadang terdengar seperti bualan dapat menjadi realita.

Di sini, kita tak hanya membahas sampul tali yang ikatannya bisa diputus dengan gunting atau bahkan gergaji sekalian. Kita sedang membahas tentang hati yang tak dapat dikendalikan bahkan oleh pemiliknya sendiri.

Kyla tak bisa pura-pura menutup mata dan pura-pura tuli ketika melihat Keano terlibat perkelahian. Ia tak bisa menjadi munafik dengan mengatakan bahwa dia tak apa-apa ketika Keano terluka barang secentipun. Sebanyak apa ia memaksa untuk berpaling, pada akhirnya air matanya kembali jatuh untuk lelaki itu. Padahal Kyla telah meneguhkan hati, Keano hanya akan menjadi masalalu yang akan dikubur dalam-dalam. Ah, omong kosong.

Lihatlah, mobil hitam yang menepi di pinggir jalan sepi itu. Bukan masalah seberapa keren mobil yang warnanya semakin mengkilat diterpa sinar matahari itu, melainkan dua orang yang duduk bersebelahan tanpa suara di dalam sana. Kyla dan Keano. Kaca mobil diturunkan. Angin berembus menyapa wajah dan menerbangkan helaian rambut. Sedang dua insan dalam sana larut dengan pikiran masing-masing. Menit-menit yang telah lalu terbuang percuma diisi hening.

"Kyla..."

"Maaf." Tiba-tiba saja Kyla mengucap kata itu dari bibirnya. Memotong ucapan Keano yang menyebut namanya lirih. Pria itu menoleh cepat dengan kernyitan bingung. "Maaf untuk semuanya." Air mata Kyla menetes lagi. Matanya merah menatap Keano. Dadanya sakit melihat memar membiru di wajah Keano. Apalagi ketika tahu pria ini berkelahi hanya karena dirinya. "Kamu gak perlu lakuin itu." Kyla menunduk dalam. Membuat rambut panjangnya sedikit menutupi wajah.

"Kenapa enggak?"

"Kamu dosen, Ken." Kyla mengangkat wajah. Masih dengan lelehan air mata. "Citra kamu akan buruk jika sampai mahasiswa kampus tempat kamu mengajar tahu. Kamu bisa saja diberhentikan. Bagaimana kalau video tadi menyebar? Kamu yang memukul duluan. Padahal saat itu jelas-jelas Sebastian gak melakukan apa-apa."

"Peduli setan? Nyakitin kamu sama aja nyakitin aku."

"Gak dengan kekerasan."

"Dia hanya akan terus menghina kamu lebih jauh kalau aku gak melayangkan bogem ke wajah soknya itu."

"Tapi kamu mempermalukan diri kamu sendiri."

"Siapa yang peduli? Aku gak apa-apa dihina, asal bukan kamu."

"Kamu seorang dosen, Ken."

"Dosen juga manusia yang punya amarah, Kyla."

"Kenapa kamu masih peduli sama aku?"

"Karena aku masih cinta sama kamu." Keano menjawab mantap dengan satu kali tarikan napas. "Aku gak pernah ikhlas hubungan kita berakhir. Aku gak pernah benar-benar lepasin kamu. Gak akan pernah."

Kyla terdiam. Entah harus merasa sedih atau senang dengan pengakuan Keano barusan. "Bagaimana bisa kamu bilang masih cinta setelah apa yang aku lakuin selama ini?"

"Itu lah kamu. Kamu selalu meragukan cintaku selama ini."

"Karena aku gak bisa percaya dengan kesetiaan. Itu semua omong kosong."

"Kamu bukan gak bisa. Kamu hanya gak mau."

Habis. Air mata Kyla tumpah. Deras mengaliri wajahnya. Napasnya mulai berat. Sesenggukan.

"Jangan nangis. Kamu nyakitin aku."

Kyla tak peduli. Dia masih menangis kencang. Dadanya malah semakin sesak mendengar itu. Hingga akhirnya Keano menariknya dalam sebuah pelukan. Pelukan yang rasanya sangat lama tak dirasakan. Rindu mendesak. Menggebu. Menghentak-hentak dalam dada masing-masing.

DARAH GAUN PENGANTIN [END] ✔Where stories live. Discover now