Bagian 1

314 29 4
                                    

Juli, Awal Tahun Ajaran Baru

Dikta menghela napas. Menapaki kaki di sekolah barunya. Seharusnya, dirinya merasa senang dapat diterima di sekolah favorit, berkat semangat belajarnya yang tinggi setelah ia jadian dengan Ninda.

Sayangnya, ia harus berpisah dengan penyemangatnya itu.

Hasrat untuk menjadi berandalan yang tidak tahu aturan kembali muncul di hatinya, sebab tidak ada Ninda yang akan mengingatkan dengan segala celotehan cerewetnya. Gadis itu memilih masuk ke SMK ketimbang SMA, supaya nanti ia bisa langsung kerja. Membuat Dikta dan Ninda berada di sekolah yang berbeda, terletak berjauhan.

Syukurlah, ada Chiara dan Riko yang juga bersekolah di sini. Meta, Tio, Yoga, dan Devani satu sekolah di SMA lain. Diandra dan Abi entah kemana, mereka sepertinya masuk di SMK yang berbeda dengan Ninda.

Menjadi siswa baru di SMA bukanlah hal yang 'wow' bagi Dikta Aswarman, melainkan sesuatu yang membosankan sekaligus menyulitkan. MOS yang pastinya akan menyebalkan karena disuruh membawa ini-itu, juga harus tahan di-bully oleh OSIS dan kakak kelas.

Kemana jiwa berandal dan pemberontak Dikta?

Hilang ditelan angin.

Dikta melangkah masuk ke sekolah, mencari papan pengumuman. Ia menemukan Chiara dan Riko di sana, sedang bercengkrama sekaligus bercanda satu sama lain.

"Eh, Dikta! Baru dateng lo? Udah liat belum lo dapet kelompok apa nanti?" tanya Riko.

"Belum, emang liatnya dimana?"

"Sana, Dik. Ada mading pengumuman gitu, lo cari aja nama lo di sana," sahut Chiara. Jemari gadis itu menunjuk lurus ke kanan, dan Dikta dapat melihat sebuah papan mading terpampang di sana.

Usai mengucapkan terima kasih, Dikta segera berjalan menuju papan mading dan mencari-cari namanya. Sial sekali, ia harus berdesak-desakkan akibat datang lebih siang. Dikta sibuk menyikut sana sini ketika sikunya tidak sengaja mengenai sesuatu seperti kaca.

"Eh, aduh! Kacamata aku!"

Seruan seorang gadis di kanannya membuat Dikta menoleh. Gadis itu nampak menunduk, di tangannya tergeletak kacamata yang sepertinya disenggol Dikta tadi. Gadis itu terlihat kesusahan memakai kembali karena terdorong-dorong kerumunan.

"Sorry! Gue nggak sengaja, seriusan!"

Dikta menerobos kerumunan begitu saja setelah mengucapkan hal tersebut, sementara gadis yang disenggol tadi mengerucutkan bibir kesal.

Setelah mendapat posisi depan, Dikta segera menelusurkan telunjuknya di kertas-kertas, mencari namanya. Ia menemukan namanya di kertas ketiga. Artinya dia masuk kelompok III, Dikta lupa nama kelompoknya.

Dikta kembali berjalan ke arah Riko dan Chiara yang kini sibuk satu sama lain. Chiara dengan novelnya, sementara Riko memotret sekolah barunya. Dikta tersenyum tipis, kemudian menghampiri dan duduk di samping Chiara.

"Gue kelompok tiga, kalian kelompok berapa?"

"Gue kelompok satu sih, Kelompok Yudhistira. Riko kelompok apa sih, kamu? Aku lupa, hehehe ...," Chiara nyengir kuda.

Riko mencubit pipi Chiara gemas. "Aku kelompok dua ... Kelompok Bima. Elo kelompok Arjuna 'kan, Dik?"

"Ho-oh. Mampus gue sendirian," keluhnya. Sedari tadi, ia merasa jadi nyamuk di sini.

"Makanya, Ninda ajak kesini, dong."

"Ya, gimana mau gue ajak. Dia milih SMK, gue SMA. Jelas beda lah," jawab Dikta pelan.

"Nanti anak kalian masuk SMU," celetuk Chiara. Riko terkekeh geli.

"Belum juga nikah, udah mikirin anak aja lo!" Kemudian Dikta terbahak.

"Ninda kenapa masuk SMK, sih? Menurut gue, dia lebih bagus masuk SMA, lho! Dia pinter tau nggak," ujar Chiara.

"Katanya, dia pengen langsung kerja sebelum kuliah. Makanya cari SMK, jurusan Tata Boga kata dia. Bagus, nanti bisa kerja di hotel abis lulus."

"Oh gitu ...," Chiara manggut-manggut. "Eh, itu kita disuruh kumpul! Yuk kesana!"

***

Ha to the ha, gaje

SebangkuWhere stories live. Discover now