Bagian 6

101 11 3
                                    

Usai ceramah panjang lebar, siswa kelas X diijinkan untuk keluar aula dan beristirahat. Setelah istirahat, mereka akan berkumpul bersama anggota kelompok mereka di dalam satu kelas untuk mendiskusikan yel-yel atau perangkat MOS lain.

Ninda dan Devan berjalan keluar aula. Ninda berjalan terlebih dahulu, Devan di belakang mengikutinya. Mereka berencana akan pergi ke kantin untuk membeli makanan, kemudian ke kelas yang akan mereka tempati.

Ponsel Ninda tidak berbunyi sedari tadi. Tidak ada kabar dari Dikta setelah pesan terakhirnya tadi. Hal itu tidak membuat Ninda cemas atau kecewa. Justru, Ninda sangat senang. Berarti, Dikta berhasil melewati MOS tanpa menghidupkan ponselnya.

Atau mungkin, dia sedang dihukum?

Ninda terkekeh sendiri mengingat kesalnya wajah cowok itu ketika ia selalu memarahinya agar tidak berbuat terlalu nakal. Jika sekarang tidak ada Ninda di sana, mungkin dia merasa sedikit lega karena tidak ada yang mencerewetinya lagi.

Oh, Ninda selalu punya cara untuk memantau Dikta. Gadis itu kan, punya Chiara di sana.

Devan memperhatikan gerak cewek di depannya. Meskipun hanya tampak belakang, rambut Ninda yang bergoyang-goyang menandakan ia sedang tertawa. Entah menertawakan apa, Devan tidak tahu. Sama tidak tahunya dia tentang mengapa darahnya berdesir mengetahui Ninda tertawa sendiri saat bersamanya.

Mungkin saking asyiknya tertawa, mata Devan menangkap Ninda menabrak seorang perempuan.

"Aduh! Maaf, maaf, aku nggak lihat!" seru Ninda panik ketika cewek yang ditabraknya terjatuh. Gadis itu membantu cewek yang ditabraknya berdiri, kemudian membantu memunguti beberapa buku yang terjatuh dari pegangan cewek itu.

Look how kind is she, batin Devan. Bibirnya mengukir senyum ketika Ninda mengembalikan buku ke tangan cewek itu. Ketika cewek itu mengangkat kepalanya, barulah Ninda dan Devan membulatkan mata.

"MIRAH? ASTAGA MIRAH, ITU KAMU?!"

Cewek bernama Mirah itu membulatkan matanya juga. "Ninda? Devan? Astaga kalian! Ini beneran aku, Mirah!"

Devan menatap gadis di depannya lamat-lamat. "Mirah, lo nggak berubah ya. Tetep cupu gitu penampilannya."

Mirah menatap Devan datar. "Kalau gue berubah nanti lo yang pangling."

Mirah adalah teman dekat Ninda dan Devan ketika kelas 3 SD. Itupun, mereka harus berpisah karena Mirah pindah sekolah ke desa. Kakek Mirah sedang sakit saat itu. Dia dan keluarganya harus kembali ke desa untuk merawat kakeknya.

SMA memang masa reuni. Segala kenangan bisa jadi terungkit kembali di masa putih-abu ini. Tapi, sesuai warnanya, abu mengisyaratkan kelam.

Mungkin, kalian akan temukan kisah kelam setelah pertemuan kecil ini? Hanya author yang tahu itu.

***

HANYA AUTHOR YANG TAU ITU

Kalian baca itu?😈

Ombaknya mulai datang nanti pegangan ya :).

SebangkuWhere stories live. Discover now