Bagian 2

234 23 2
                                    

Juli, Awal Tahun Ajaran Baru, SMKn Ariyudha

Ninda menghela napas, berusaha mengenyahkan pikiran negatif yang menyambangi pikirannya dengan kurang ajar. Ninda menatap gedung tinggi di hadapannya, kemudian memantapkan langkah memasuki lingkungan SMK Ariyudha.

Gadis itu mengeratkan ransel hitam yang tersampir di pundaknya, berjalan menuju mading pengumuman. Langkahnya mendadak terhenti ketika melihat sosok yang ia kenali.

"Devan?"

Cowok yang sedang fokus bermain games di ponselnya mengangkat wajah. Sejenak wajahnya terlihat bingung, kemudian dia ternganga tak percaya. "Eh?! Ninda?!"

"Iyaaa! Gue Ninda! Temen SD lo dulu!" seru Ninda. Senyum yang sempat hilang karena pikiran negatif kembali muncul di bibirnya. "Aaaa, sumpah, Van! Elo kemarin sekolah di mana?! Gue kangen, banget!"

Dialah Devano Michael, teman masa kecil Ninda. "Gue sekolah di SMP Narendra Jaya. Ih, hebat ya lo, keterima di SMP favorit kota ini."

"Nggak juga, Van," ujar Ninda. "Eh elo kok, bisa nyari jurusan tata boga, sih? Maksudnya ... lo 'kan cowok gitu, ya kali masuk tata boga?"

"Yee, jangan diskriminasi gender, dong!" seru Devan sambil tertawa. "Banyak kok, cowok yang nyari tata boga. Gue terinspirasi dari Chef Wan di Upin Ipin, nih, bisa masak serba boleh!"

"Hahaha, apasih lo!"

"Eh, Nin. Gue denger ... lo punya pacar yaa, sekarang?" tanya Devan. Ninda tersenyum malu sambil menunduk.

"Iya, hehehe."

"Sekarang sekolah dimana?"

"SMA sih, dia. Gue juga lupa nama SMA-nya apa," jawab Ninda. Devan mengangguk-angguk.

Mereka berdua sibuk dalam obrolan nostalgia masa SD, masa ketika kepolosan masih muncul sampai mereka mulai mengenal cinta monyet. Tanpa sadar cerita bergulir, dan Ninda juga Devan terpanggil untuk mengikuti MOS.

"Van, lo jangan jauh-jauh dari gue ya. Nggak punya temen gue di sini, nyasar banget gue hadeh," ujar Ninda sambil memegang lengan Devan ketika mereka sedang berjalan mengikuti instruksi OSIS.

Devan mengangguk, walau pun sedikit kaget karena lengannya dipegang Ninda tiba-tiba. Getaran yang dulu sempat ia rasakan kembali muncul, namun sampai sekarang ia tak tahu apa maksud getaran itu.

Ninda dan Devan tengah menaiki tangga ketika ponsel Ninda berbunyi, menandakan sebuah pesan masuk. Gadis itu melepas genggamannya dari Devan, kemudian membaca sebuah chat yang masuk.

Berandalque💞 : Nin, lagi MOS kan,kamu?
Berandalque💞 : Jangan deket" sm cowo lain, kalo gak nanti aku jg deketin cwe" cantik disini

Ninda terkekeh geli dengan pesan yang diberikan Dikta. Tidak menyangka, berandal yang dulu selalu membuatnya kesal, kini bisa membuat Ninda tersenyum hanya dengan chat sederhana seperti "Sudah makan belum?"

Devan di sampingnya memperhatikan tingkah Ninda dengan sedikit aneh. Gadis itu senyum-senyum sendiri di depan benda kotak. Rona merah terlihat jelas di wajahnya. Jika sudah begini, siapa pun akan dengan mudah menyimpulkan.

Devan menunduk menatap jalanan. Cowok itu tak tahu perasaan apa yang dirasakannya. Seperti sebuah perasaan ... putus asa. Padahal, ia belum melakukan usaha apa-apa. Bagaimana ia bisa putus asa?

Keduanya sibuk dengan pikiran mereka sendiri, sampai tidak sadar ada sebuah tali rafia melintang di depan mereka. Mereka tersandung, dan jatuh.

"Aduh, tanganku! Eh, HP-ku mana?!"

Devan buru-buru membalikkan telapak tangan Ninda. "Eh, Nin? Lo nggak luka, 'kan? HP lo? Nanti gue cariin deh!"

Ninda mendongak, dan saat mata mereka bertemu, Devan kembali terlempar pada kebingungan akan perasaan hangat yang ia rasakan. []

***

Huyeee, bisa updatee!

Yoksi! Suda senang kah kalian readerskuh tercinta?

Gimana part ini? Komen yak! Jangan lupa votenya!

Oh iya, baca juga ya, cerita Piya yang judulnya Still into You. Vote juga, siapa tau cerita author kesayangan kalian ini bisa kalian lihat di gramedia!

Arigatou💚💚

Piya

SebangkuWhere stories live. Discover now