4. Anak Panah Beracun

4.5K 194 10
                                    

~ Percayalah, pandangan mata bisa menjadi anak panah beracun yang membuat kita terluka ~

_Ayna_

Sampai di kelas Ayna mengambil tempat duduk favoritnya, sisi kanan dekat jendela. Ternyata Lusi sudah meletakkan tasnya di sana menjaga tempat itu untuknya. Kelas Ayna berada di lantai dua. Pohon flamboyan merah melambai-lambai cantik, terlihat sangat jelas dari sisi jendela dekat Ayna. Bunganya berjatuhan ketika tertiup angin. Berlama-lama Ayna menatapnya dari jendela.

"Kamu ketinggalan jauh loh, Ay." Lusi yang duduk di sebelahnya memulai pembicaraan.

"Iya, aku pinjam catatanmu ya nanti," kata Ayna.

"With pleasure my beautiful princes," jawab Lusi menggoda Ayna.

Ayna tersenyum simpul, lesung pipitnya tampak sangat jelas. Ayna dan Lusi satu jurusan Biologi. Sedangkan Mai, Fisika. Reka di matematika. Gedung tempat mereka kuliah berdekatan dalam lingkup satu Fakultas MIPA. Tahun ini adalah tahun keempat mereka kuliah. Harapan mereka menjadi tahun terakhir mengenyam pendidikan S1 dan segera mendapat gelar sarjana.

"Halo, Ay, sudah sembuh? Aku dengar kamu sakit ya?" Ira menghampiri Ayna.

"Sakit apa, sakit hati kaleee... Hahahaha ...." Revan yang duduk di belakang Ayna menyahut jahil.

Bug! Ira memukul kepala Revan dengan makalah yang sedang dibawanya. "Aaawwww ... Sakit tau!" teriak Revan.

"Enggak usah dengarkan si Revan ya, Ay. Eh, kalau kamu enggak sibuk jam setengah empat nanti ikut aku ke ruang BEM, yuk. Mau ada pembentukan kepanitiaan MIPA Expo. Kamu mau bantu, kan?" tanya Ira bersemangat.

"Terima kasih ya, Ra, udah ajak aku. Tapi maaf, kayaknya aku mau off bantu-bantu di kepanitiaan. Aku mau fokus penelitian buat bahan skripsi," jawab Ayna.

"Duh, keren! kece badai, deh kamu, Ay, udah mau skripsi aja. Semangat ya, Ay! Aku kayaknya masih tambah setahun lagi, nih," Ira menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya.

"Makanya jangan terlalu fokus ngurusin 'anak-anak', Ra. Buat mereka mandiri, jangan kamu terus yang turun tangan," nasihat Ayna.

Ayna baru saja melepas jabatannya di kepengurusan BEM Fakultas. Sebelumnya Ayna aktif melakukan kegiatan organisasi sebagai ketua Biro Humas, dan sering ikut membantu di kepanitiaan kegiatan yang dilakukan tingkat universitas, fakultas, maupun jurusan. Dengan segudang aktivitas yang dimilikinya, Ayna masih bisa mendapat nilai cumlaude di semua mata kuliahnya. Tidak sedikit orang yang mengagumi Ayna.

"Njih ... Kanjeng Ratu Ayna ...," canda Ira.

"Hehe ...."

"Oh, iya. Kamu jangan sedih lagi ya. Putus cinta itu biasa kok. Masih banyak laki-laki yang lebih ganteng, lebih pintar, lebih sholeh, lebih segala-galanya dari si anak teknik itu. Semangat ya, Ay! Bye, udah datang, tuh, Pak Teguh!"

"Sip. Thank you," Ayna mengedipkan matanya kepada Ira yang beranjak pergi meninggalkan tempat duduknya.

Pak Teguh mengajar Fisiologi Tumbuhan Lanjut, beliau memulai slide power point-nya dengan kebun apel yang sangat indah dan memanjakan mata siapa pun yang melihatnya. Ayna membulatkan matanya. Apel merahnya begitu ranum dan banyak. Kira-kira di mana bisa melihat kebun apel seperti itu? Dia membayangkan surga mungkin bisa terlihat seperti itu dengan buah-buahan yang banyak dan mudah dipetik. "Ah, surga .... Betapa jauh dan berat jalan menuju ke sana," batin Ayna. Ayna sangat menyukai seluk-beluk dunia tumbuhan, terlebih bunga dan buah-buahan. Untuk itu dia memperdalam ilmunya di jurusan Biologi.

AYNA (Jodoh Sahabatku)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα