3 Adu Pendapat?

76.7K 6.1K 152
                                    

Tok... Tok..

Tanpa menunggu jawaban, Pramitha membuka handle pintu dan melenggang santai memasuki ruangan Hermawan Sutanto, Direktur Utama Golden Hospital.

"Sorry. Saya tidak tau, ternyata sedang ada tamu. Pungki tidak ada di mejanya." Tanpa sungkan putri Hemawan itu melanjutkan langkahnya menuju meja kerja sang Direktur, meletakkan beberapa dokumen disana.

"Pungki sedang di pantry, mungkin. Silahkan duduk" Orang nomor satu di rumah sakit itu mengudarakan tangannya menunjuk salah satu sofa kosong untuk Mitha tempati.

"Tumben sekali," Mitha melirik sekilas pada tamu pagi ini,  "Ini bukan tentang wacana Dokter Noura perihal pengunduran dirinya kan? Setau saya baru jadi wacana saja, sudah banyak penolakan yang Dokter Noura terima. Masih terlalu banyak tanggungjawabnya terhadap pasien-pasien anak itu." Mitha terduduk anggun dengan menyilangkan kakinya. Menatap tegas Hermawan Sutanto yang kini tengah menerima tamu seorang dokter pengganti. Mitha, tak perlu menatap dokter itu bahkan hanya untuk menegur.

"Bukan. Ini bukan tentang Noura. Ini tentang Vania Rahma. Pasien Hidrocephalus yang minggu depan dijadwalkan operasi penyedotan cairan di kepalanya"

Mitha mengangguk, "Lalu.., hubungannya dengan Bapak? Bukankah masalah kesehatan pasien biasanya di diskusikan dengan Dokter kepala atau tim dokter yang menangani pasien tersebut?" Kali ini Mitha memicingkan pandangannya pada sang tamu. Berani-berani nya dia cari muka di depan direktur, batinnya.

"Permisi..." Belum sempat Hermawan Sutanto menjawab, Pungki datang dengan nampan yang berisi dua cangkir kopi. Pungki Meletakkan dua set cangkir di depan para pria seraya melirik sekilas pada sang tamu dan teman gossipnya. Tau Ming Tse ketemu San Chai, Ini mau jadi Meteor Garden atau Meteor War? "Silahkan.." Ucapnya saat cangkir itu sudah sampai tepat di depan direktur dan dokter itu.

"Pungki, tolong buatkan satu cangkir kopi lagi." Hermawan tersenyum pada pungki yang masih berdiri sambil membawa nampan.

Kening Pungki sedikit berkerut, "Maksud Bapak, untuk Bu Mitha?"

Hermawan Sutanto mengangguk,

"Baik Pak, tapi maaf, Bu Mitha tidak konsumsi kopi. Saat pagi, Bu Mitha selalu konsumsi Earl Grey Tea panas dengan potongan lemon didalamnya" Mitha tersenyum mendengar seloroh Pungki, teman gosipnya satu ini memang peka dan memiliki daya ingat kuat. Pantas dia terpilih menjadi Corporate Secretary di sini. "Bu Mitha, mau Pungki buatkan satu?" Tawar Pungki sopan.

Mitha menoleh pada Pungki seraya tersenyum berwibawa, "Thank you, Pungki"

Dan Pungki membungkuk sekilas seraya pamit dari ruangan itu. Mitha kembali memalingkan tatapannya pada dua pria yang tengah mengajaknya mendiskusikan sesuatu hal pagi ini.

"Pungki, tampaknya sudah sangat pantas untuk menjadi sekretaris kamu" Hermawan menatap putrinya yang kini memandangnya tenang. Namun Hermawan tau, ada jengah yang terpancar dari binar perempuan cantik itu kala membahas Pungki, dan sekretaris.

"Jadi, Ada apa dengan Vania Rahma?" Tanya Mitha tegas namun santai. Mengabaikan pernyataan yang ayahnya lontarkan. Ia tak mau ada pihak asing yang ikut dalam masalah internalnya dengan sang Papa.

"Dokter Bima, pagi ini ada disini, untuk meminta ijin. Jika diperbolehkan, selama pasien Vania itu menjalani perawatan sebelum hingga sesudah operasi, bisa diberikan fasiltas khusus."

Pandangan Mitha bergerak pada dokter Bima. Ia memandang pria itu intens, menyipitkan mata, seakan menembakkan sinar laser yang mampu membekukan pria itu atau menghancurkannya sekalian.

Pramitha's Make Up ( Sudah Terbit )Where stories live. Discover now