15. Tentang Amanda

50.7K 5.4K 127
                                    

"Bully?" Mitha memastikan Ia tak salah dengar.

Bima mengangguk, "Iya. Amanda di bully verbal oleh beberapa siswa disekolahnya, karena tubuhnya yang besar dan wajahnya yang berjerawat. Beberapa dari mereka bahkan mengatakan tentang Amanda yang bukan seorang anak kandung."

"Kenapa tidak kamu tindak saja mereka! Laporkan pada kepala sekolah, atau polisi sekalian!" Mitha sudah terlihat naik pitam.

Abimana terkekeh pelan, "Lalu Amanda akan dicap perempuan lemah? menghadapi remaja itu tidak seperti menghadapi anak-anak. Kita, tidak bisa ikut campur sepenuhnya pada permasalahan mereka. Setiap mendengar Amanda menangis, aku akan pergi membeli buket bunga untuknya, lalu berkata bahwa ada Papi, bunda, dan adik-adiknya yang selalu mencintainya. Luna akan berkata bahwa mereka, para pembully itu, hanya tidak mengerti apa itu cantik dari hati."

"Sorry, tapi kenapa Manda tidak kamu suruh diet saja?"

"Tidak. Dia banyak makan, tapi dia juga banyak bergerak. Dia yang bangun paling awal dan akan memasak untuk sarapan kami semua, lalu sekolah. Pulang sekolah, Ia menyiapkan makan siang untuk adik-adiknya dan membereskan rumah bersama Bryan dan Cynthia. Sore hari, jika tidak ada jadwal les, Dia akan pergi ke taman dengan Delisha, Erlangga, Faisal, dan Gio untuk memastikan empat adiknya bermain dengan nyaman dan kenyang saat pulang."

"Dia seperti istrimu saja!"

Bima menghela nafas, "Itu sebabnya aku menginkan istri yang mampu mendampingi ketujuh anakku. Oh, maaf. Mungkin kesepuluh anakku jika aku memiliki tiga anak kandung nantinya." Bima terkekeh ringan, "Namun sepertinya harapanku terlalu tinggi."

"Memang kamu mengharapkan yang seperti apa?" Mitha menoleh dan menatap Bima dalam.

Bima membalas tatapan itu dan tersenyum penuh arti, "Seperti perempuan yang bicara lama dengan Vania Rahma di depan pintu lift Golden Hospital beberapa saat lalu. Perempuan yang selalu mampu memberi semangat pada setiap orang yang tengah berjuang menguatkan diri dan keluarganya. Perempuan yang berkata bahwa menjadi kuat itu cantik."

Mitha tersentak kala menyadari .... jadi Dia nguping obrolan Gue?

"Pagi hari itu, aku langsung memiliki rasa pada perempuan itu dan berharap Amanda dan adik-adiknya memiliki Ibu seperti dia."

Aduh, Mitha gugup. Ini bukan pujian. Bagi Mitha, ini lebih seperti pernyataan perasaan. Ia bingung harus menjawab apa.

"Lalu ...," jantung mitha berdegup kencang. Ia salah tingkah. "Apa perempuan itu ..., ehm ... maksudnya, Apa yang akan kamu lakukan dengan perempuan itu?"

"Menjadi dekat dengannya." Bima menatap Mitha dalam dan lekat. "Aku juga berharap suatu hari nanti bisa memiliki dia sebagai istri dan ibu dari anak-anakku. Namun rasanya harapan itu terlalu tinggi."

Apanya yang tinggi!!!! Just try to catch me, Then! Mitha membuang pandangannya seraya menghela nafas. "Good luck, deh!" ucap Mitha pada akhirnya. "Oya, aku boleh bertemu Amanda?" tanya Mitha seraya menatap pada salah satu pintu yang ada didalam rumah itu.

Bima mengangguk pelan seraya menatap Mitha dalam, "Tapi Aku minta tolong, jangan terlalu keras padanya. Ia hanya memiliki hati dan perasaan yang terlalu lembut dan Aku sangat menjaga hatinya."

Mitha mengangguk seraya berlalu dari hadapan Bima. Ia menuju satu pintu yang Ia tahu disanalah Amanda berada. Mitha mengetuk pintu itu dan mendapati gadis dengan wajah yang basah dengan air mata, membuka dan memandangnya dengan wajah jangan ganggu Gue, Please!

"Biarkan aku masuk!" Mitha berkata tegas. Jika sudah begini, Ia sulit menyembunyikan pembawaan judesnya.

Amanda menyernyit dengan wajah waspada pada perempuan yang tiba-tiba menerobos masuk kedalam kamarnya. Teman dekat Papinya itu duduk di kursi belajar dan membaca apa yang Ia ketik di laptopnya.

Pramitha's Make Up ( Sudah Terbit )Where stories live. Discover now