19. Orang Baru

51.3K 4.9K 95
                                    

Tiup lilinnya sekarang juga ... sekarang juga ...

Pramitha sibuk mengabadikan senyum keponakan satu-satunya. Putri pertama Pradipta Sutanto yang merayakan ulang tahun ketiga, membuat Mitha menghabiskan akhir pekannya di kota Surabaya.

Pramitha tersenyum heran seraya menggeleng-gelengkan kepalanya tatkala Adinda, keponakannya, menyebut dua nama wanita yang bocah itu akui sebagai ibunya. Diandra memang gokil! Batin Mitha yang netranya kembali fokus pada layar kamera.

Aneka bentuk dan warna balon, puluhan bocah yang riuh dengan ocehannya, para ibu-ibu muda yang tampil stylish ala crazy rich Surabayan, membuat suasana kediaman Abang Pramitha sangat berbeda dari hari-hari biasa. Ada tenda yang dipasang di halaman rumah dengan dua badut sulap yang tengah dikelilingi anak-anak.

Garasi yang biasanya menampung dua kendaraan milik Abangnya, disulap menjadi area khusus VIP Guest. Tak heran jika seorang direktur mengundang beberapa kolega eksekutif dan pejabat rumah sakit atau dokter ahli untuk datang sekalian membahas masalah pekerjaan, kan?

Baiklah, satu hal yang Mitha catat sebagai pemahamannya dari situasi ulang tahun Adinda Praya Sutanto hari ini. Bahwa manusia yang hidup dengan 'keberuntungan' dalam bentuk nama dan jabatan, akan selalu membawa masalah pekerjaan kemana-mana. Tanpa kecuali dihari ulang tahun anak satu-satunya.

Jika abangnya bisa melakukan itu di ulang tahun anaknya, apa ia harus juga melakukan hal yang sama di ulang tahun anaknya kelak? Dimana setiap ibu akan repot mengurusi acara dan memastikan para bocah ingusan itu bahagia dan mimpi indah sepulang acara, dan bukan sibuk duduk manis dengan para eksekutif yang tak henti membahas grafik angka pendapatan atau program apapun yang berhubungan dengan bisnis.

Mitha menghela nafas dengan tatapan sendu. Mendapati satu pemahaman ini membuat pikiran dan hatinya kembali terpuruk. Ia kembali diterjang rasa takut tak beralasan itu. Netranya memindai para ibu-ibu muda seumurannya yang tengah asik berbincang seraya menjaga anak mereka. Mitha yakin, jika ia nekat berkumpul bersama mereka, Mitha tidak akan bisa masuk dalam obrolan mereka seputar suami, anak, rumah tangga, sekolah, nanny, dll.

Karena sejak dua minggu lalu, hal yang selalu berputar di kesehariannya adalah rumah sakit, management, dan segala permasalahannya. Sesekali ia tetap memposting beberapa make up tutorialnya. Namun, sudah tidak sesering dulu.

"Lihat tuh, ponakan lu. Manja banget sama kakeknya." Netra Mitha secara otomatis bergerak menangkap satu gambar dimana Adinda tengah memeluk dan mencium manja Hermawan yang duduk di kursi roda. Mendapati moment itu, hati Mitha terenyuh. Bisakah anaknya mendapatkan momen manis yang sama seperti Dinda? Sampai kapan ia harus sabar menunggu jodohnya sedang sang papa sudah dalam kondisi berjuang dari stroke?

"Anak lu, kan?" sindir Mitha pada sahabat sekaligus kakak iparnya, "dan lagi lu gila, ya? Dinda tadi nyebut nama lu dan almarhumah kak arinda sebagai ibunya."

"Memang iya, kan? Tidak akan ada Adinda jika kak Arinda tidak meminta Abang menikahiku," tanya Diandra balik pada Mitha.

Mitha bergidik seraya menggeleng seram, "Ogah deh nostalgia kisah lu dulu. Berat!"

Diandra tertawa lirih, "Heem, berat. Tapi gue bahagia sekarang. Sumpah!"

Mitha menoleh pada Diandra. Mencari kebenaran dari pengakuan yang sahabatnya ucapkan barusan. Diandra, wanita yang rambutnya tidak pernah lebih panjang dari bahu dan tak memiliki koleksi make up seperti dirinya, terlihat cerah karena aura bahagia yang memancar.

"Berat, tapi setidaknya lu lebih beruntung dari gue yang sampe sekarang masih begini." Mitha mengendikkan bahu lemah dengan wajah hampa. Ia lantas berjalan menuju tempat duduk dekat dengan area buffet makanan.

Pramitha's Make Up ( Sudah Terbit )Donde viven las historias. Descúbrelo ahora