PAPAN AJAIB?

31 1 0
                                    

"Beri salam!"  Maulana sang ketua kelas menginstruksikan teman-temannya untuk memberikan salam begitu bu Rani memasuki kelas.

"AAAASSSAAALAAMUUALAAYKUUUM WARAAHMATULLAHIIIII WAAABARAAAKATUUUU!!!!" Teriak anak-anak serentak.

"Wa'alaykumussalam, anak-anak." Jawab Bu Rani sambil tersenyum manis.

Senyum itu tentu saja selalu berhasil menghipnotis anak-anak. Bu Rani segera menyimpan buku dan tas yang dibawanya di meja. Bu Rani juga terlihat menenteng papan yang dibungkus rapi dengan kertas koran. Ukuran papan itu tidak terlalu besar, tapi nampaknya bu Rani juga agak kesulitan menenteng papan itu. Anak-anak saling berbisik, langsung penasaran ingin mengetahui apa yang dibungkus di koran itu.

"Nah, apa kalian sudah siap belajar bahasa Indonesia?" Tanya bu Rani dengan wajah cerianya.

"SIAAAAAAPPPPP BUUUUUU!" Jawab anak-anak serentak.

"Eh Bu, itu bawa apah?" Celetuk Ical dari belakang. Bu Rani menatap Ical sambil tersenyum.

"Kamu ingin tahu, Cal?---" Ical mengangguk mantap.

"---nah, sebelum ibu kasih tahu, hari ini kita akan belajar tentang cita-cita. Ibu ingin tahu, apa saja cita-cita kalian?"

Seluruh murid tiba-tiba saja terdiam membisu. Mereka saling menatap satu sama lain. Agung menyikut Ical yang duduk di sebelahnya, mengisyaratkannya supaya bicara. Tapi, Ical hanya menatap Agung sambil melotot. Para murid hanya berbisik-bisik seperti kebingungan.  Melihat ini, bu Rani menghela nafas pendek.

"Coba Maulana! Sebutkan cita-cita kamu." Tanya Bu Rani.

Maulana terperajat kaget. Dia celingukan sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

"E...eee...eee... sayah ga tahu Buu." Jawab Maulana. Seluruh murid sontak ber-huuu ria.

"Ya sudah, siapa yang bisa menceritakan cita-citanya?" Pancing bu Rani lagi. Namun, anak-anak terdiam membisu. Mereka rupanya belum tahu harus menjadi apa saat dewasa nanti. Maklum saja, di desa Cikarae ini kebanyakan warganya hanya bekerja sebagai buruh tani alias menggarap tanah orang. Sebagian lagi berdagang di kota. Kebanyakan anak-anak hanya akan meneruskan pekerjaan orang tuanya selepas sekolah nanti.

"Baiklah... Kalau tidak ada yang tahu apa cita-citanya, ibu akan kasih kalian waktu untuk mencari cita-cita yang cocok untuk kalian."

Bu Rani segera meraih papan yang terbungkus kertas koran itu dan dia merobek kertas korannya. Anak-anak mendongak penasaran. Bu Rani pun menunjukkan papan tersebut pada anak-anak. Ternyata papan itu hanyalah papan tulis biasa. Mereka langsung ber-ah tatkala melihat papan tulis itu. Bu Rani hanya tersenyum.

"Papan ini akan membantu kalian."

"Tapi itu kan hanya papan biasa Buuuu..." Seloroh Ical.

"Eits, ini  bukan papan biasa loh, Cal."

Mata anak-anak kini membulat. Mereka menatap bu Rani dengan serius. Mereka menerka-nerka apa yang bisa dilakukan dengan papan itu.

"Jadi, sebenarnya papan ini adalah papan ajaib. Siapa saja yang menuliskan cita-citanya, pokoknya akan tercapai saat kalian dewasa nanti" Jelas bu Rani dengan volume suara yang sedikit dipelankan.

Para murid saling berpandangan keheranan. Percaya tidak percaya.

"Dulu, ibu pernah menulis cita-cita ibu di sini. Waktu kecil, ibu ingin jadi guru. Dan sekarang... ibu jadi guru sungguhan."

"Hmmm... Ah, masa benar sih? " Agung menimpali.

"Tentu saja, Agung. Tapiii.... supaya terkabul ada syaratnya."

"APAAA BUUUU?" Tanya anak-anak serentak. Mereka kini semakin antusias.

"Pertama, jaga rahasia papan ini. Hanya kalian saja yang boleh tulis cita-cita di sini. Kalian bisa janji?"

"JAAAANJIIIIII..." Seru anak-anak serentak dengan volume suara pelan.

"Yang kedua, kalian harus benar-benar memikirkan kalian mau jadi apa. Cari apa yang kalian sukai. Baru nanti bisa terkabul." Ujar bu Rani lagi.

Seluruh murid saling berbisik. Mereka langsung memikirkan cita-cita apa yang ingin mereka capai. Kelas pun mendadak menjadi gaduh.

"Tenang semuaa...---

Seluruh murid langsung kembali ke posisi siap saat mendengar teriakan bu Rani.

"---tidak usah buru-buru. Pokoknya pikirkan dulu."

Bel tanda istirahat pun tiba-tiba saja berbunyi.  Para murid bergantian beranjak ke luar kelas sambil berpikir. Sebagian anak menilik-nilik papan tulis yang ditunjukkan bu Rani. Sekilas memandang tidak ada yang berbeda dengan papan tulis biasa, apa benar ini bisa mengabulkan cita-cita?

Kini, mereka sibuk mencari apa yang ingin dicapainya saat besar nanti.

PAPAN CITA-CITA : Serial Anak-AnakWhere stories live. Discover now