AMEL DAN WULAN

14 1 0
                                    


"Amel, nuju naon* sih di kamar. Cepat atuh ke sini, bantu ambu dan Wulan!" Panggil ambu yang sedang sibuk mengaduk-aduk sayur di panci, sedangkan Wulan sedang asyik memarut kelapa.

Pagi ini ambu dan Wulan sangat sibuk. Tiga hari yang lalu sepucuk surat datang ke rumah Wulan dan Amel. Isi surat itu ternyata adalah kabar gembira bahwa Aden, kakak Wulan dan Amel, akan mudik ke Cikarae. Sudah 5 tahun lamanya Aden merantau ke kota Kembang. Berbekal ijazah SMA, dia mencoba mencari peruntungannya di kota Kembang. Namun, nasibnya tidak mujur. Alih-alih diajak bekerja di sebuah hotel, Aden malah ditipu oleh temannya sendiri. Uang yang diberi ambu untuk menyambung hidupnya terpaksa raib begitu saja.

Namun, kemalangan yang dia terima tidak lantas membuatnya menyerah. Aden sadar, hanya dia tulang punggung satu-satunya sejak abah meninggal. Aden-lah yang harus menghidupi ambu serta kedua adik perempuannya, Wulan dan Amel. Aden pun terpaksa hidup berpindah-pindah dari masjid ke masjid, hingga akhirnya dia diterima di sebuah restauran khas Sunda. Berbekal keuletan dan kemampuan memasak Aden yang diajarkan oleh ambu, akhirnya setelah 5 tahun hidup serba kesulitan, kini Aden berhasil membuat warung nasi kecil-kecilan di kota Kembang. Setelah 5 tahun Aden malu menampakkan batang hidungnya di Cikarae, kini dia akhirnya berani pulang untuk membasuh rindunya pada ambu, menebus hutang bakti yang bertahun-tahun tidak dia tunaikan.

Hari ini ambu terlihat sangat bersemangat. Putra sulungnya akhirnya kembali. Saking bahagianya, ambu memasakkan makanan-makanan kesukaan Aden. Wulan juga tidak kalah bahagianya. Dia juga sangat bersemangat membantu ambu di dapur. Namun, tidak begitu dengan Amel. Amel tampak tidak terlalu bahagia mendengar kakaknya akan datang. Ada apa dengan Amel ?

***

Tuk tuk tuk

"Assalamu'alaikum!!!!"

Suara salam terdengar dari luar. Ambu dan Wulan bergegas berlari ke ambang pintu. Ambu memegang gagang pintu dengan gemetaran. Jantung ambu berdegup kencang, begitu bahagia bahwa putranya benar-benar pulang. Air matanya langsung tumpah saat melihat seorang lelaki berpostur tubuh tinggi, bersih, dan rapi sedang tersenyum merekah. Aden telah pulang. Dia langsung bersujud, memeluk kedua kaki ambu sambil terisak. Mata Wulan juga agak mengembun menyaksikan kejadian mengharukan itu.

"Maafkan Aden, Ambuuuu!"

Ambu mengelus-elus kepala Aden. Tidak banyak kemarahan yang dirasakan ambu, seluruh hatinya merasakan kebahagian tiada tara. Ambu langsung mempersilakan Aden masuk. Wulan dengan sigap segera menyiapkan makanan yang sudah dimasaknya bersama ambu.

"Ambu, mana Amel?" Tanya Aden sambil mencocol tempe ke dalam wadah yang berisi sambal terasi petai.

"Dari pagi, Amel tidak mau keluar kamar. Ambu juga bingung." Jawab ambu. Aden langsung terdiam. Bayangan beberapa tahun silam langsung berkelabat di kepalanya.

****

Amel dan Wulan merupakan murid kelas 4 di SD Cikarae Wetan. Meskipun mereka sekelas, namun usia mereka tidak sama. Amel kini berusia 11 tahun, sedangkan Wulan berusia 10 tahun. Alkisah, dulu ketika Amel hendak dimasukkan ke SD, Wulan sering sekali merajuk. Dia juga ingin segera memasuki sekolah seperti Amel. Abah dan ambu berusaha meyakinkan Wulan bahwa dia akan bersekolah tahun depan, namun Wulan bersikeras ingin masuk sekolah bersama Amel. Akhirnya abah dengan terpaksa memasukkan keduanya di tahun yang sama. Kehidupan mereka awalnya menyenangkan sebelum abah tiba-tiba meninggal akibat digigit ular di sawah. Sejak itu semua berubah, terutama bagi Amel.

Siang itu abah sedang bersantai di saung di tengah sawah selepas menggarap lahan. Aden, Amel, dan Wulan juga sedang berada di saung menemani abah.

"Aden, pacul abah ketinggalan di sana!---" Ujar abah sambil menunjuk ke arah pacul.

"---boleh tolong kamu bawakan? Sepertinya encok abah kumat lagi." Lanjut abah.

"Tanggung abah, Aden selesaikan makan dulu nya!" Jawab Aden sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Ya, sudah abah saja yang bawa."

Ketika abah sedang mengambil pacul, tiba-tiba saja terdengar teriakan abah. Abah langsung tersungkur di tengah sawah. Melihat hal itu, Aden, Wulan, dan Amel segera berlari menghampiri abah. Ternyata seekor ular kobra berada di dekat abah. Terlihat bekas gigitan ular di kaki abah. Aden segera mengambil ular tersebut dan memasukkannya ke dalam karung. Seketika saja kulit abah membiru. Dalam hitungan detik racun langsung menjalar ke sekujur tubuhnya. Aden langsung berteriak minta tolong. Beberapa orang petani langsung menghampiri Aden. Namun, malang tak dapat ditolak, abah meninggal dalam beberapa menit saja. Hari itu, Aden merasa sangat menyesal telah menolak permintaan abah. Lebih lagi Amel yang merasa marah pada kakaknya.

****

Tuk tuk tuk

"Mel.... Amel.... Ini Aa**, Mel. Boleh Aa ngobrol sama Amel?" Amel tidak menjawab. Pintu kamar Amel dibuka. Amer berdiri tegang di mulut pintu. Matanya berkaca-kaca. Dia langsung saja memeluk tubuh kakaknya itu. Aden terperajat kaget. Tapi, hatinya senang, sepertinya Amel sudah memaafkannya. Rasa rindu kepada sosok kakak lelakinya yang bertahun-tahun terpendam nyatanya jauh lebih kuat sehingga  sanggup mengalahkan amarahnya. Tentu saja, kini dia juga sudah mengerti bahwa kematian abah sudah takdir.

"Aa, jjjahaattt! Amel sudah lama menunggu Aa pulang!" Ujar Amel sambil menangis tergugu. Aden mencium kepala Amel sambil berucap syukur. Hari itu beban di hatinya lenyap.

Aden menghapus air mata Amel. Dia menuntun adiknya itu ke ruang tamu. Ambu dan Wulan sudah menunggu di situ.

"Nah, Amel, Wulan, dan ambu, aa punya kabar gembira.---"

"Apa apa apa A?" Potong Wulan semangat.

"—Jadi sebenarnya aa di kota kembang tidak hanya bekerja, tapi juga sambil kuliah. Dua hari lagi aa mau wisuda. Aa mau kita semua pergi ke kota Kembang."

Air mata ambu seketika buncah. Betapa bahagianya mengetahui anak sulungnya benar-benar telah sukses menapaki jalannya. Sementara itu, Amel dan Wulan berhore ria saat mendengar ajakan kakaknya itu. Mereka tentu saja belum pernah menginjakkan kaki ke kota Kembang. Konon, kota itu sangat indah dan sudah modern. Mereka sangat bersemangat.

***

Bus menuju kota kembang perlahan meninggalkan terminal Cikarae. Ambu sudah mengirimkan surat izin tidak masuk sekolah untuk Wulan dan Amel selama tiga hari kepada bu Rani. Amel dan Wulan  memandangi setiap lekuk jalanan yang dilalui bus. Mereka belum pernah keluar desa Cikarae sebelumnya.


(Kira-kira di kota Kembang Amel dan Wulan nemu apa ya? Cerita Amel dan Wulan bersambung dulu ya! Dilanjut lagi pas tugas udah kelar. --Ayu)


*Sedang apa?

**Sebutan untuk kakak laki-laki dalam bahasa Sunda

PAPAN CITA-CITA : Serial Anak-AnakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang