DENI SI BULE KAMPUNG

34 1 0
                                    


Jaden Ismail Romanov atau Deni. Nama itu tentu terdengar sangat tidak lazim di telinga penduduk desa Cikarae. Ketika Deni lahir, ayahnya bersikeras memberikan nama Jaden. Namun, ibunya merasa nama Jaden terlalu sulit diucapkan lidah orang kampung, sehingga dia menyingkatnya menjadi Deni.

Ayah Deni, Vladimir Ismail Romanov alias kang Mail, memang berasal dari Rusia. Dulu ceu Lilis, ibu Deni, pernah mencari peruntungan di negeri Jiran. Namun, alih-alih memperbaiki keadaan ekonomi keluarga di sana, ceu Lilis malah berjumpa kang Mail yang berperawakan tinggi tegap, berkulit putih bersih, bermata hijau, dan memiliki hidung mancung seperti perosotan. Niat memperbaiki keadaan ekonomi pun perlahan luruh dilalap benih-benih asmara yang bersemi di hatinya. Sementara itu bagi kang Mail, ceu Lilis bagaikan bidadari Asia tercantik yang baru ditemuinya. Tak memerlukan waktu lama, kang Mail membawa ceu Lilis kembali ke Indonesia dan segera meminangnya.

Tidak banyak yang tahu latar belakang kang Mail atau apa yang dikerjakannya dulu di Malaysia. Konon, dia merupakan seorang serdadu Rusia yang melarikan diri. Namun, fakta itu tidak pernah terungkap sampai detik ini. Yang jelas, kang Mail kini menetap dan menjadi warga desa Cikarae ini. Sehari-hari, kang Mail mengurusi sawah dan ladang milik orang tua ceu Lilis, sehingga kulit putih mulusnya perlahan kian menjadi cokelat kemerahan. Tapi, hal itu tentu saja tidak lantas membuat pesona "bule"-nya menghilang. Justru, kini kulit putih, mata hijau, dan hidung mancungnya pun telah menurun sempurna pada ketiga anaknya. Si sulung Jenica alias Ika, Jaden alias Deni, dan si bungsu Julian yang baru saja berumur satu tahun.

Meskipun memiliki bentuk fisik seperti bule, baik Ika ataupun Deni tidak pernah merasa berbeda dengan anak-anak desa lainnya. Bahkan, setiap sore Deni selalu asyik bermain layangan dengan Ical dan lainnya, tanpa sedikitpun menghiraukan kulit putihnya akan terkena sengatan sang surya. Tatkala dia bermain layangan di siang hari terik, mata hijaunya akan berkilau-kilau tertimpa sinar mentari, seperti jamrud.

****

Hari ini, sekolah diliburkan karena ada renovasi atap. Seusai membantu orang tuanya di ladang, Deni, Ical, Ujang, dan Maulana pun bergegas menghabiskan sepanjang siang hingga sore bermain layangan di area pesawahan. Langit hari ini agak berawan. Mentari tampak malas memperlihatkan raut wajahnya. Mungkin karena belakangan ini sudah memasuki musim hujan. Ia hanya muncul sekejap saja, lalu bersembunyi lagi. Angin pun berembus cukup kencang, sehingga layangan sangat mudah menggantung di langit. Benar-benar waktu yang pas untuk bermain layangan!

Selain layangan milik mereka, ternyata tampak pula tiga layangan lainnya ikut bergabung di langit. Entah milik siapa dan dari mana mereka menerbangkannya. Namun, tiba-tiba ketegangan terjadi. Salah satu layangan asing yang berwarna merah-biru mulai menyasar layangan milik Deni. Layangan merah-biru itu tampak bernafsu sekali memepet tali layangan Deni di langit. Melihat hal itu, tentu saja Deni tidak mau kalah. Dia terus menarik, lalu  mengulur layangannya supaya talinya tidak putus. Ical pun tidak tinggal diam. Sebagai ahli strategi bermain layangan, dia langsung ikut memberi komando pada Deni. Sementara Ujang dan Maulana berseru-seru, memberikan semangat. Adu layangan pun berlangsung semakin sengit.

Keseruan pun berakhir ketika akhirnya layangan merah-biru terputus dari talinya. Tanpa basa-basi, Deni langsung mengalihkan layangannya yang masih melengang gagah itu kepada Ical. Sementara itu, Deni segera mengejar layangan merah-biru itu. Dengan semangat kemenangan, matanya terus menyusuri angkasa melihat arah layangan merah-biru itu mendarat. Ternyata layangan itu terjatuh tepat di lapangan samping sekolah. Deni pun bergegas menangkapnya. Namun, ketika hendak mengambil layangannya, Deni melihat hal yang tidak biasa. Terdapat lima pria asing berperawakan tinggi tegap dan berseragam kaos serba hijau berlalu lalang di area sekolah. Mereka sibuk sekali mengangkat kayu, menggergaji, memaku, dan menata genteng-genteng di atap. Di sisi lain terlihat pula beberapa warga desa, pak Agus, dan ibu Rani sedang ikut membantu. Tapi, siapakah pria-pria itu?

PAPAN CITA-CITA : Serial Anak-AnakWhere stories live. Discover now