08. Merci, Renjun

2.8K 248 5
                                    

Title : Merci, Renjun
Genre : Romance, Friendship
Rated : T
Author : wndxylc

.
.
.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.

Tidak banyak hal yang bisa Renjun temukan di wajah Mark. Sejauh yang ia tahu, Mark adalah perpaduan dua suku yang membuatnya agak berbeda dari orang Korea pada umumnya. Bola matanya bulat, alisnya unik, bibirnya tidak terlalu penuh namun tidak juga tipis.

Dia juga bisa melihat banyak emosi yang tersirat di netra arang pemuda yang lebih tua darinya.

Fokusnya penuh tatkala suara shuttlecock beradu jaring raket bergema di stadion utama. Jeno dan Jaemin berteriak di sisinya, menyemangati Mark yang sudah memasuki game point.

Gegap gempita terdengar saat Mark berhasil menyarangkan shuttlecock di sudut kiri lapangan lawan.

Mark menang.

Sekolah mereka berhasil.

Jeno melompati pagar pembatas, memberi selamat pada kakak kelasnya dengan senyum yang begitu menawan.

Dia hanya duduk di sisi Jaemin yang tak henti bertepuk tangan.

Tatapan mereka bertemu beberapa detik. Mark mengangguk kecil saat Jaemin melambai heboh. Dia hanya mengangkat ujung bibir membalas anggukan Mark.

Ada emosi lain di sana, Renjun menyebutnya—bahagia bercampur malu.

.

.

.

Renjun memilih menunggu di bangku pemain, ajakan Jaemin dan Jeno untuk pulang bersama ditolak halus. Tangannya menggenggam sebotol minuman isotonik.

Mark datang dengan senyum kecil, dia mengulurkan air minum dan mengeluarkan handuk kecil dari tas putihnya, membantu sang kekasih membersihkan titik-titik keringat di kening. Siulan teman-teman Mark membuat pipinya bersemu.

Tangan besar Mark menepuk kepalanya, "Tunggu sebentar ya, aku mau membahas pertandingan dengan Jeon-seonsangnim dulu."

Renjun mengangguk, matanya mengedar, lapangan sudah sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang membersihkan di sisi seberang.

Mark menarik tangannya, seusai berpamitan dengan pelatih dan teman-temannya, Renjun mengekor dengan langkah kecil membuat Mark menoleh dan berdecak.

"Jangan lamban."

Yang lebih mungil mencebikkan bibir, "Langkah kakimu yang terlalu lebar," dengusnya kesal.

Mark berhenti tiba-tiba membuat kening Renjun membentur punggungnya.

"HYUNG!" serunya kesal.

Tak ada jawaban karena Mark sudah melabuhkan bokongnya di kursi halte yang dingin, Renjun memilih ikut duduk, kakinya terayun pelan, tidak ada pembicaraan yang berlangsung sampai Mark menyebut namanya.

"Hm?"

"Renjun."

"Apa?"

"Renjunie."

Renjun memilih untuk tidak meladeni keisengan Mark.

"Terima kasih sudah menonton," katanya pelan.

"Bukan masalah. Aku senang menonton pertandinganmu."

Tak ada jawaban, Renjun menoleh, menatap figur Mark dari samping.

"Bagaimana perasaanmu, hyung?"

Mark mengangkat alis, "Lelah tapi aku bahagia."

Renjun meringis pelan, "Ya, pasti sangat melelahkan latihan sepanjang hari lalu dilanjutkan turnamen, syukurlah hasilnya memuaskan."

"Aku bahagia karena kau juga tetap menyemangatiku. Renjunie, terima kasih."

Dua pasang manik mata beradu, Renjun melembutkan pandangan, telapak tangannya mendingin dalam genggaman Mark.

"Sepulang ini kau harus nikmati istirahatmu, hyung. Jangan mengkhawatirkan apapun lagi," katanya.

"Bukannya kau yang sering membuatku khawatir?"

Renjun mendengus, memukul lengan Mark main-main.

Mark bisa saja mengatakan dirinya yang sering membuat pemuda itu khawatir. Tapi, apa Mark sadar jika sedari dulu, hanya Renjunlah yang peduli.

Saat Mark terluka, Renjun dengan sigap mengambil kotak p3k milik kakaknya, meski tak jarang umpatan keluar dari bibirnya.

Saat Mark kebingungan menggunakan peralatan elektronik—bahkan ponselnya sendiri, Renjun yang sabar mendiktekan prosedurnya, meski kadang Mark menghubunginya di malam yang larut.

Saat Mark kelaparan dan orang tuanya sedang di luar, Renjun yang pontang panting di dapur. Mencegah Mark meledakkan rumahnya sendiri.

Saat Mark marah, Renjun bisa menenangkan hanya dengan satu sentuhan lembut di rambutnya.

Saat Mark merasa sendiri, Renjun ada di sisinya, memegang tangannya dengan erat seolah berkata: 'aku di sini, ayo kita lawan dunia yang kejam.'

Mark tersenyum, "Renjunie, terima kasih."

"Kau sudah mengatakannya puluhan kali."

"Aku serius," nada suaranya berubah, "Terima kasih karena sudah hadir dan menata hidupku yang kacau."

"Ey, keju sekali. Kau bukan Mark-hyung yang biasa. Kenapa?"

Bahunya mengedik, "Hanya ingat untuk berterima kasih atas segala hal baik yang hadir dalam hidupku—termasuk, kau."

Renjun memilih tidak menjawab, tangannya memilin tali ransel, tak ada lagi konversasi setelahnya, hening adalah sesuatu yang sangat biasa bagi mereka.

Sebuah diam yang nyaman.

Tangan Mark bergerak, merangkul pinggang Renjun yang kurus, alis yang lebih muda terangkat, tatapan Mark mengarah ke depan, dia mendengus namun tetap melabuhkan kepalanya di bahu Mark.

Diam-diam dia mengulum bibir bawahnya, kalimat dan tingkah Mark membuat hatinya menghangat.

.
.
.

END

.
.
.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.

A/N;

wndxylc's note;

Hi, terima kasih atas kesempatannya berpartisipasi di akun Markrentown ini. Semoga ceritanya tidak mengecewakan^^

#13122018
Admin; 🐰

BEAUTIFUL TIMES [MARKREN]Where stories live. Discover now