Chapter 10

1K 154 0
                                    

Seungkwan mengamati jam yang bertengger indah di pergelangan tangannya. Pukul sepuluh lewat tiga puluh lima menit, hampir tengah malam. Suhu udara yang mencapai -5° Celcius membuat lelaki tampan itu mengepulkan napas lega ketika pintu besar di depan mereka terbuka.

"Ibu, kami menginap di sini ya?" ucap Jinni.

Jinni lupa menelpon ibunya tadi, jadi sekarang sang ibu terkejut melihat anak dan menantunya datang di hampir tengah malam begini.

Shin Jinni luar biasa, berkunjung macam apa di jam segini. Padahal orang tuanya baru datang dari Busan tadi siang, tapi ternyata mereka masih terjaga. Ibunya juga masih mengenakan baju santai rumahan, bukan piyama tidur seperti dirinya dan Seungkwan.

Dan untuk Boo Seungkwan. Benar saja. Ibu mertuanya sudah menatap heran sang menantu yang terlihat menggemaskan dengan setelan piyama biru yang melekat ditubuhnya.

"Seungkwan? Kau sudah sehat nak? Astaga, ibu dan ayah padahal akan mengunjungi kalian besok pagi." Terlihat raut khawatir ibu Jinni ketika melihat luka lecet di wajah Seungkwan.

Seungkwan tersenyum, "tidak ibu, aku sudah sehat. Kan obatnya selalu mengikutiku." Dia melirik istrinya yang sudah menggosok-gosok tangan karena dingin.

"Ibu aku kedinginan," Jinni merengek ketika ibu tak juga membuka lebar pintu besar itu.

Setelahnya sang ibu memersilakan anak dan menantunya masuk ke rumah agar pasangan muda itu tak membeku karena berlama-lama di luar dengan udara yang sangat dingin.

"Loh? Kenapa wajah Jinni sembab begitu?"

Ya Tuhan. Seungkwan harus jawab apa. Memang pertanyaan itu ditujukan untuk istrinya, tetapi tetap saja Seungkwan ikut andil untuk menjawab. Masa iya dia menjawab 'Jinni habis menangis dan itu karena ulahku ibu'. Tidak betah hidup itu namanya. Walaupun mertuanya ini adalah malaikat berhati lembut kedua setelah ibunya. Nah yang ketiga baru istrinya ... hmm.

"Tidak apa-apa, tadi aku hanya merasa pusing sampai mataku berair."

Oke, kalian tahu jika itu bukan penyebab Jinni menangis. Namun, perempuan itu tidak berbohong soal sakit di kepalanya. Rasanya seperti ada batu besar yang menempel di atas kepalanya.

"Kepalamu sakit? Kenapa tidak bilang?" itu Seungkwan yang sudah memasang wajah khawatir namun dihadiahi dengan tatapan masa bodoh dari istrinya.

"Ya sudah kalian duduk dulu, ibu buatkan teh hangat buat Jinni. Seungkwan mau minum kopi?"

Jinni menggeleng cepat. "Tidak ibu, biar nanti aku minta pada Seungkwan. Sekarang aku ingin cepat tidur saja. Ini sudah jam setengah sebelas. Nanti kalau Seungkwan mau minum kopi biar dia buat sendiri."

Ya ampun banyak maunya Shin Jinni ini.

Seungkwan mengernyit karena tangan Jinni yang bergelayut manja di lengannya. Laki-laki berambut coklat itu hanya tertawa pelan pada ibu mertuanya yang tersenyum melihat romansa pasangan muda ini.

"Oh iya, Ibu kok belum tidur sih? Ayah mana?" tanya Jinni penasaran karena batang hidung ayah tidak tampak sejak tadi.

"Di ruang kerja, kami belum tidur karena masih menyelesaikan beberapa dokumen untuk rapat besok. Mau ibu panggilkan?"

"Eh tidak usah, nanti ayah terganggu. Besok pagi saja Jinni yang bangunkan ayah."

"Ya sudah, kalau kalian ingin tidur, langsung saja. Kamar Jinni dibersihkan setiap hari kok."

"Kami permisi bu, selamat malam," ucap Seungkwan dengan sopan, berpamitan sebelum Jinni menarik lengannya dan berjalan cepat ke lantai dua.

Kenapa sih? Harusnya kan Seungkwan yang manja, yang sakit sebenarnya siapa?

Just Become My WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang