Boo Raehan

640 62 5
                                    

"Aku pulang." Seungkwan melepas sepatu miliknya sembarangan ketika matanya menangkap Jinni tengah bermain dengan Raehan di ruang tengah. "Hallo anak papa!"

Bocah laki-laki itu tertawa senang ketika melihat sang ayah pulang, ia bahkan membuang teether miliknya ke lantai dan melompat-lompat dalam pegangan sang ibu.

"Hallo Papa!" Jinni mengangkat tangan Raehan dengan gerakan melambai yang ditujukan pada Seungkwan, bocah delapan bulan itu seolah memanggil sang ayah dengan suara melengking di antara tawa cerianya. "Mama tidak disapa juga?" protes Jinni dengan suara yang masih dibuat seperti bayi.

Sontak Seungkwan tertawa dan bergerak mengecup kening istrinya. "Hallo juga istriku."

"Mau mandi?" Tawar Jinni.

"Iya, rasanya gerah. Tapi tetap pakai air hangat ya, badanku lumayan lelah."

"Oke, kalau begitu Raehan main sendiri dulu ya biar mama siapkan baju dan air untuk Papa."

Jinni lalu membiarkan Raehan di dalam kasur besar milik bocah itu bersama mainannya. Dan menyuruh Seungkwan untuk tetap diam melihat anaknya bermain sambil mengoceh.

Istrinya akan langsung mengamuk jika ia menyentuh Raehan sebelum membersihkan tubuh.

"Hei Boo Raehan." Panggil Seungkwan pada anaknya yang sedang mencoba memanjat pagar busa di kasurnya. Seolah paham, Raehan mendongak menatap sang ayah yang sedang dalam mode merajuk.

"Papa ingin menggigit pipi mu~"

"Nyah!"

"Boleh? Benar boleh? Tapi Raehan jangan bilang mama ya?"

Bocah itu tertawa tidak jelas hanya dengan melihat wajah ayahnya yang sumringah.

"Nanti saja ya kalau papa sudah mandi, kita pergi jalan-jalan keluar."

Bocah delapan bulan itu menanggapi ucapan yang ayah dengan teriakan seolah mengiyakan ajakan papanya.

Seungkwan mengawasi putra kecilnya yang semangat bergerak di pagar kasurnya seolah ingin digendong olehnya. Lalu Jinni datang membawakan beberapa handuk bersih karena persediaan di kamar mandi habis.

"Tunggu airnya penuh dulu ya, aku siapkan baju ganti juga." Ia mengecup pipi gembul Raehan.

"Okay!"

Kemudian istrinya kembali ke kamar mandi untuk meletakkan handuk.

"Raehan ingin adik lagi tidak? Punya adik itu sangat menyenangkan loh." Tanya Seungkwan dengan tanpa dosa pada bocah kecil yang hanya tertawa saat diajak bicara oleh ayahnya.

"Iyyah!!"

"Sungguh? Raehan ingin papa dan mama buatkan adik? Bagus!"

Ayah dan anak itu bersorak bersama, betapa bangganya Seungkwan dengan anaknya yang sangat mendukung rencana ayahnya.

"Airnya sudah siap." Jinni datang membawa buah naga yang sudah di potong kecil untuk Raehan.

"Terima kasih sayang." Seungkwan bergegas ke kamar mandi setelah mengecup pipi istrinya.

"Sama-sama." Jinni membalas ciuman itu.

"Sekarang waktunya Raehan makan snack sore ya." Ia memberikan semangkuk kecil potongan buah naga itu pada Raehan setelah meletakkan putranya pada kursi makan bayi.

Usia Raehan sudah 8 bulan 2 Minggu, putra kecilnya itu mulai aktif belajar berdiri walaupun masih berpegangan pada benda di sekitarnya, Jinni sampai sedikit kewalahan jika memangku bocah kecil itu karena terus melonjak-lonjak seolah ingin berjalan sendiri.

Dari usia 4 bulan sepertinya Raehan sudah sangat aktif bergerak, apalagi jika bertemu dengan banyak orang. Seolah-olah bocah itu mendapat banyak energi dari orang-orang di sekitarnya. Sangat berkebalikan dengan Jinni yang mudah lelah setelah berinteraksi dengan beberapa orang apa lagi orang baru.

Tapi Jinni senang karena putranya jadi jarang rewel saat pergi keluar, hanya jika cuaca cukup panas bocah itu merengek tidak nyaman. Dan jika musim dingin akan banyak tidur meskipun berada di supermarket yang super ramai dan berisik.

Minggu depan mereka akan ke Jeju untuk berkunjung ke kampung halaman sekaligus menuruti desakan dari orang tua mereka yang sudah sangat merindukan cucunya.

"Yeay, papa sudah selesai mandi." Jinni bertepuk tangan mengundang teriakan senang dari Raehan yang melihat ayahnya.

"Ututu tidak sabar sekali minta digendong."

Seungkwan langsung mengangkat tubuh gembul itu, ia kaget saat pipinya terkena air liur dari Raehan karena bocah itu mencoba menggigit pipinya.

"Hey! Kau sangat merindukan papa ya?"

Jinni mengambil tisu dan memberikan pada Seungkwan.
"Dia selalu ingin menghampiri tv jika ada wajahmu disana."

"Baiklah fans nomer satu ku, kamu mau fan service bukan?" Seungkwan gantian menggigit kecil pipi gembul yang kemerahan itu dengan gemas.
"Bagaimana ini, papa sangat merindukanmu."

Jinni tertawa melihat kelakuanku suami dan putranya itu, ternyata Raehan memang hanya menumpang di perutnya sembilan bulan, karena wajah dan sifatnya hampir 80% seperti Seungkwan.

"Kalian seperti anak kembar." Ucap Jinni.

"Benarkah?" Seungkwan tertawa.

"Iya."

"Kalau begitu, haruskah kita buat Jinni kembar?" Senyuman jenaka itu membuat pipi Jinni memerah seketika. "Bagaimana?"

"Jangan main-main ya, Boo Seungkwan."

Seungkwan gemas melihat istrinya yang salah tingkah.

"Ayo lah, aku sudah ada tabungan untuk Raehan sampai dia kuliah."

"Ku bilang jangan main-main!"

"Sepertinya tabungan untuk adiknya juga lumayan banyak."

"Oppa saja yang hamil, baru aku mau."

"Aku kan hanya bisa membuat, bagaimana sih."

"Yak Boo Seungkwan!"

Raehan hanya tertawa di gendongan ayahnya sambil berlari menghindari lemparan bantal dari ibunya.

Seolah ia ikut bergembira dengan rencana licik ayahnya.

Just Become My WifeWhere stories live. Discover now