Chapter 19

1K 116 0
                                    

Sebelumnya, sebuah rasa sakit yang mengendap dalam perasaan seorang Shin Jinni. Ketika ia memutuskan menikah bersama seorang lelaki baik yang pernah ia kenal, sosok berwajah bulat menggemaskan. Namun, bersamaan dengan itu dirinya atau mungkin perasaannya baru menyadari ada sosok abu-abu yang mengundang rasa penasaran. Lalu berakhir rasa rindu dan sedih. Seseorang yang lain. Mengingat namanya saja mampu menimbulkan denyutan nyeri pada dada kirinya.

Lee Jihoon.

Ya.

Lee Woozi.

Bagaimana rasanya mencintai lelaki lain yang bukan suamimu?

Jinni tahu dengan baik rasanya.

Namun, ketika musim gugur tahun ini telah tiba semua perasaan tak nyaman itu ikut lenyap. Ketika ia menunduk dan menemukan perut buncitnya yang semakin membesar. Seulas senyum manis terpatri pada wajah putihnya. Tangannya bergerak mengusap lembut tempat bayi lucunya tertidur di dalam sana.

Dan juga lelaki yang sejak subuh tadi sudah sibuk dengan ponselnya, berdiri pada balkon yang mengarah pada jalanan. "Sayang, dokter Jung sedang cuti sampai lusa. Dokter kandungan yang lain aku tidak punya nomor teleponnya. Kita ke rumah sakit langsung saja? Tapi nanti terlalu lama menunggu kau bisa lelah."

Jinni tersenyum menatap kedua alis suaminya yang hampir menyatu, menggenggam ponselnya dengan sebelah tangan yang diletakkan pada pinggang. Berdiri kokoh di ambang pintu balkon setelah melakukan panggilan telepon.

Calon ayah itu terlihat semakin tirus karena sejak beberapa bulan lalu Boo Seungkwan mengikuti kegiatan bersama Kim Mingyu dan Choi Seungcheol dalam membentuk tubuh mereka. Gym. Memangnya apa lagi? Bersih-bersih rumah? Impossible.

Bahkan sejak Jinni dinyatakan hamil, Boo Seungkwan sama sekali tidak berminat membantunya membersihkan rumah. TIDAK PERNAH!

Tolong para calon ayah, yang ini jangan dicontoh.

Dia pikir hamil itu mudah?!

"Coba hubungi ibuku, kalau tidak salah anak temannya dokter kandungan." Sahut Jinni kemudian bangkit dari sofa setelah selesai melipat baju-baju Seungkwan untuk dimasukkan ke koper besar milik suaminya.

Masih tiga hari lagi Seungkwan pergi ke Jepang, tetapi Jinni sudah rajin menyiapkan semuanya. Karena jika rasa malas sudah menghampiri, Jinni hanya bisa tiduran sembari menonton tv seharian. Mood ibu hamil memang begitu.

"Kalau begitu minta dia datang ke rumah kita saja." Ucap Seungkwan.

Jinni menggeleng. "Jangan, setahuku anak teman ibu itu membuka praktek. Jadi tidak bisa ditinggalkan begitu saja."

Maka, setelah berdiskusi hanya untuk memeriksakan makhluk kecil yang tidak peduli dengan perdebatan orang tuanya karena asik tertidur di dalam rahim ibunya, Jinni dan Seungkwan memutuskan pergi ke dokter kandungan barunya satu jam setelahnya.

---

"Kita ke dokter dua minggu lalu, berarti usianya sekarang sudah lima bulan dua minggu?" tanya Seungkwan dengan wajah yang terlihat berpikir keras tentang usia anaknya yang belum lahir.

Jinni hanya merotasikan bola mata menanggapi ocehan Seungkwan sejak lima belas menit mereka sampai di klinik. Menunggu di kursi panjang di sisi ruangan. "Lima bulan dua minggu delapan jam." Imbuh Jinni memperjelas.

Juga karena gemas.

Seungkwan menunjukkan cengirannya. "Hehe, aku selalu suka menghitung setiap hari usia anak kita, asal kau tahu."

"Tapi, dari pada menghabiskan waktu hanya untuk menghitung usia Seungkwan kecil, bukankah lebih baik jika kau membantu ibunya membersihkan rumah dan mencuci pakaian?" ucap Jinni sengaja menyindir suaminya.

Just Become My WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang