8

2.9K 253 89
                                    

"Ia! Wanita persembahan! Wanita yang kuundang untuk memuaskan kesenanganku. Dan kau, kau adalah salah satunya, keiko!"

Keiko tersentak. Kata-kata itu sungguh menyakitkan. Keiko tidak bodoh untuk memahami maksud dari kalimat itu, bukan? Dan tunggu. Apa yang dia bilang tadi? Salah satunya? God, udah berapa cewek yang jadi korban dia? Seratus? Seribu?

Keiko jadi bergidik sendiri. Pikirannya sudah menjurus ke arah yang ia-ia.

"Gue gak mau, jay!" Tolak keiko tegas.

Sang prabu tertawa. Mengelus rambut keiko lembut. "Jangan menolak, cantik. Aku tidak suka."

"Apa hak lo nyuruh gue?" Balas keiko sengit.

"Hak? Hmmm. Tentu saja aku punya hak. Aku berhak atas semua yang ada di majapahit ini, cantik. Termasuk kau. Dan kau tidak memiliki hak untuk menolak apa yang aku inginkan." Jayanegara mengelus pipi keiko.

Keiko membelalak tak percaya mendengar penuturan jayanegara. "E buset, apaan tuh? Which is Gak adil dong kalo like that." Serunya heran sekaligus kesal.

Jayanegara terkekeh kecil, sibuk menikmati kemulusan kulit keiko. "Tidak usah berbicara tentang keadilan, cantik. Lagipula ini sudah adil bukan? Aku senang, kau juga pasti senang kan bermain dengan raja tampan sepertiku. Ia tidak, hmm?" Jayanegara berkata dengan kepercayaan diri biasa di luar.

"Amit-amiiit!" Keiko mengubah ekspresinya jijik. Dia makin ilfeel aja lihat raja model beginian. "Eh lo tu gak usah pegang-pegang, ya!"

Keiko menjauhkan wajahnya dari jangkauan siraja nyebelin kudet ndeso amit-amit. Tapi sikudet ndeso terlanjur merangkum wajah itu. Matanya menatap bibir merah keiko tak berkedip. "Woy woooyy!" Keiko menjerit ngeri.

"Tenanglah, cantik," jayanegara bergerak mengambil langkah mendapatkan bibir itu. Keiko tersipu mendapati posisinya sangat tak berfaedah seperti ini. Namun, harga dirinya sebagai seorang wanita tidak terima raja jay nyebelin kudet ndeso memperlakukannya seenaknya.

Keiko menepisnya kasar atas nama kesal dan amarah yang memuncak.

"Jangan sentuh-sentuh gue, br***k!"

"Apa yang kau katakan?!" Jayanegara yang tadinya lembut berubah meradang.

"Emang ia, kan?" Keiko menatap sinis. "Lo itu gak lebih dari raja B***an.

Plak!

Tamparan itu mendarat diwajah keiko, menyisakan warna kemerahan. Merah yang mewakili amarah, benci, semuanya. Keiko melebarkan senyum sinisnya. Membalas tamparan itu lebih keras.

Emosinya meluap. Jayanegara telah membangunkan keiko yang sesungguhnya. Keiko menangkap tangan itu. Memelintirnya kebelakang.

"Kurang ajar!"

Jayanegara mendorong tubuh perempuan cantik itu. Tapi keiko tidak goyah. Dengan satu sentakan, tangan penguasa majapahit itu dilepas. Jayanegara yang tak siap langsung terjatuh. Baju kebesarannya bercampur tanah sekarang.

Prajurit yang menyaksikan langsung tanggap, menuntun sang prabu untuk bangkit.

"Aku bisa sendiri! Sana kau!" Jayanegara menolak bantuan prajurit yang sudah cukup tua itu.

"Hamba, tuanku," prajurit itu beringsut menjauh.

Keiko memerhatikan gerak-gerik sang raja. Jayanegara berdiri, melangkah dan mencengkram baju keiko. Wajahnya mendekat, menghapus jarak yang tercipta. Bahkan, keiko bisa merasakan hembusan nafas jayanegara yang hangat menerpa wajahnya.

"Aku bisa saja berbuat lebih dari apa yang kau bayangkan, cantik," bisik jayanegara di telinga keiko.

"Oya?" Keiko tersenyum meremehkan. "Bukannya gue yang harusnya ngomong kayak gitu? Lo itu cuma omdo tahu gak! Nyadar dong! Buktinya, lo belum apa-apa udah jatuh, kan?"

[Dear Majapahit] Why Me?Where stories live. Discover now