10

2.7K 222 61
                                    

Mundur ke waktu keiko masih pingsan.

***

Prajurit tua itu membopong keiko dengan susah payah. Sementara sang raja hanya memperhatikan sembari tangannya mencolek keiko nakal.

"Duh, gusti prabu," rintih prajurit itu. Tapi jelas ia merintihnya di bhatin saja. Mana mau dia kengenesannya bertambah hari ini. Sudah cukup!

Prajurit penjaga pintu gerbang yang sedang asyik bercakap-cakap buru-buru menyembah ketika melihat jayanegara dari kejauhan. Para prajurit itu tidak heran lagi dengan rajanya yang membawa seorang gadis. Mereka sudah terlalu T E R B I A S A dengan pemandangan seperti itu.

Jayanegara dan siprajurit ngenes berjalan melewati pintu gerbang istana raja, di sambut oleh taman yang sangat indah. Bunga-bunga berjejer rapi dari bermacam-macam jenis. Ditengahnya, sebuah kolam kecil, dengan ikan-ikan yang berenang kesana kemari membuat taman itu semakin cantik.

Juru taman yang sedang menata bunga di salah satu sudut langsung menjatuhkan lututnya, bersikap sempurna sampai sang prabu hilang dari pandangan.
Sementara jayanegara sibuk merapikan rambut yang berantakan tertiup angin. "Ah, tampannya aku hari ini. Eh, raja memang selalu tampan, bukan? Pantas, prajurit tidak susah mencari gadis untukku. Karena aku, tampan. Akulah lelaki tertampan diseluruh majapahit ini. Tidak ada yang bisa mengalahkanku. Tidak si cakradara itu, kudamerta juga tidak. Hahaha." Jayanegara senyum-senyum sendiri. Ia mengelus-elus wajahnya yang putih bersih dan halus.
Hayalannya terputus tatkala suara prajurit itu menerobos masuk dengan tak tau diri menggetarkan gendang telinganya.

"Ampun tuanku."

"Apa lagi, hah?" Jayanegara melotot kesal, tangannya siap menggampar.

Prajurit itu merasa menyesal semenyesal-nyesalnya. "Mengapa pula saya manggil gusti prabu tadi, ya?" Batin prajurit itu. "Harusnya saya diam saja, harusnya saya langsung mengantar nini ini saja sampai ke bilik gusti prabu. Duh, betapa bodohnya saya."

Dan penyesalan siprajurit bertambah ketika Jayanegara menggamparnya, dilanjutkan dengan mengomelinya habis-habisan. Dan dia, si prajurit ngenes hanya bisa tertunduk mendengarkan. "Duh gusti, mengapa nasip hamba begini sekali?" Keluhnya.

"Aku itu sedang berpikir, kau ini tau tidak? Kamu itu tidak boleh mengganggu raja yang sedang diam. Kan aku sudah pernah bilang saat kau kuangkat menjadi prajurit, dasar bodoh!" Prajurit ngenes tak berani menyela. Mana pula dia tau kalau junjungannya sedang berpikir. Memangnya dia dukun sakti yang bisa membaca pikiran orang? Lalu, siapa yang bodoh sekarang? Dia atau gusti prabu?

"Heh. Kamu dengar aku bicara, tidak?" Bentak Jayanegara. Tangannya mengayun-ayun, sewaktu-waktu bisa menggampar lagi.

"Ha hamba, tuanku, jangan pukul hamba lagi. Eh."

Pletak!

"Anu, sakit, tuanku. Eh."

Pletak pletak pletak!

Prajurit itu meringis mengusap kepalanya yang abis dijitak.

"Dasar prajurit tidak sopan! Bodoh" Jayanegara mengumpat. "Ada apa kau tadi memutus kegiatanku, hah?"

"Eee, anu, ampun, gusti prabu. Hamba mohon ampun telah lancang mengganggu gusti prabu." Jayanegara terlihat jengkel. "Ampun tuanku. Jadi, nini ini di masukkan ke bilik mana, tuanku?"

Pletakk!...

"Bawa dia ke bilikku! Cepat!" Jayanegara berseru memerintah.

Prajurit itu mengangguk patuh, diam-diam mengusap lagi kepalanya yang abis dijitak berkali-kali. Ia kembali menggendong keiko, membawanya ke peraduan sang prabu.

[Dear Majapahit] Why Me?Where stories live. Discover now