50. Pergi atau Tinggal

367 61 55
                                    

Joshua memasuki kamar adiknya dengan pencahayaan yang kurang dan suara tangis yang mendominasi. Ini bukan pertama kalinya Joshua melihat suasana ini di kamar Karmel. Namun kali ini Joshua bisa mengerti bagaimana keadaan adik satu-satunya, terutama saat mendengar pengakuan menyentuh dari pria yang menjadi kekasih adiknya.

Berbeda dari kekasih sebelumnya yang kurang ajar, Joshua lebih menyukai kekasihnya yang sekarang. Walau kesan pertamanya memang terlihat emosional dan suka memerintah, Joshua bisa melihat keseriusan di mata Jihoon. Itu lah alasan Joshua mau membantunya.

Apalagi adiknya sekarang seperti tidak bisa melepasnya dengan mudah. Sejak bertemu dengan pria yang lebih sipit di rumah sakit tadi, Karmel terlihat sangat cemas melihat kemarahannya.

Joshua memang tidak mengenal siapa pria yang tadi ditemuinya itu dan alasan sampai dia marah-marah dengan menyebut nama Jihoon. Tapi sepertinya dia memiliki hubungan yang erat dengan kekasih Karmel. Karmel bahkan meminta dengan sangat agar pria itu tidak memberitahu kepergian Karmel ini.

"Oppa.. Dia sudah pergi? Bagaimana keadaannya? Dia baik-baik saja kan?" Suara rilih Karmel menyakiti hati Joshua. Dia pernah berjanji tidak akan membuat adiknya merasakan kesedihan seperti ini lagi. Tapi nyatanya sekarang dia merasakannya lagi. Bahkan rasa yang lebih sakit.

Mendengar berbagai pertanyaan itu, Joshua memutuskan untuk meyakinkan keputusan Karmel yang ingin kembali tinggal di LA bersamanya dan juga orang tua mereka. "Dia sedikit kritis tadi. Wajahnya pucat dan tidak ada cahaya semangat di matanya. Dia juga dari tadi terus memegangi dadanya. Dia terlihat sulit bernafas, apalagi setelah dia berteriak agar kau mendengarnya."

Tangisan Karmel makin pecah. Joshua tidak tega melihatnya. Dia tidak bisa melihat Karmel menderita tinggal di LA padahal sedangkan setengah jiwanya ada di Korea. "Oppa.. Aku bingung oppa.. Apa yang harus ku lakukan?"

Joshua mengusap pundak adiknya itu lembut. Memeluknya pelan dan mengusap kepalanya yang sekarang ada di dadanya. "Kamu yakin mau pergi sekarang?"

Karmel tidak menjawab. Dia hanya bisa terus menangis dengan mata bengkaknya.

"Bisa ceritakan kenapa kamu memutuskan pergi darinya padahal terlihat dia begitu mencintaimu dan begitu juga sebaliknya denganmu?" Joshua mengangkat kepala Karmel dan bergerak menghapus air mata dari kedua mata indah Karmel.

Joshua berusaha tersenyum. Dia berharap jika dia tersenyum, Karmel bisa ikut tersenyum. Karena setiap kali mereka bertatapan, Joshua merasa seperti bercermin. Mata, hidung, bibir dan juga bentuk wajah mereka hampir mencapai kemiripan sempurna. Jadi dia berharap Karmel juga ikut tersenyum.

Sayangnya hati Karmel saat ini tidak bisa membuat otaknya menggerakan saraf di bibirnya.

"Aku sudah mencelakai Jihoon berkali-kali hanya karena dia melindungiku dari Kyungsoo. Jihoon sudah dua kali hampir kehilangan nyawanya untukku. Untungnya dia berhasil lolos untuk kedua kalinya, tapi aku tidak mau itu terulang untuk ketiga kalinya. Aku takut yang ketiga kalinya Jihoon tidak bisa.. tidak.." Rilih Karmel. Tidak bisa melanjutkan perkataannya. Joshua kembali memeluk kepala Karmel untuk mengisyaratkan adiknya tidak perlu melanjutkan kata-katanya.

Ternyata begitu. Jihoon ternyata memang orang yang baik. Pantas Karmel sangat terpukul dan tidak bisa melepaskannya.

"Kau mau mengabulkan keinginanku ini?" Tanya Joshua. Walaupun dia tidak pernah meminta apapun pada Karmel. Tapi dia yakin permintaannya ini akan menyenangkan Karmel.

Sesaat sebelum Joshua mengucapkan keinginannya, Joshua mengecup puncak kepala Karmel dan melepaskan pelukannya. Memegang pundak Karmel dan kembali tersenyum hangat. "Aku ingin Jihoon yang membuatmu tersenyum."

Sweet LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang