CHAPTER 05

42 7 0
                                    

Arianna membawanya jauh dari keramaian tepatnya dibalkon Hotel yang tak banyak terdapat rekan-rekan atau orang-orang yang ia kenali, hanya ada beberapa pelanggan Hotel yang tampak berlalu-lalang dengan pajamas untuk mencari udara segar. Angin malam yang terasa sangat menusuk mencumbu mesra permukaan kulit hingga menciptakan remang pada bulu-bulu tangan, menyapu gurat wajah mereka yang terlihat lelah ketika bersentuhan dengan angin yang terasa lembab.

Diseberang jalan sana masih banyak dipenuhi oleh bermacam kendaraan yang berlalu-lalang hingga menciptakan deru mesin mobil dan sahutan klakson secara acak. Awan kelam tersebut tampak semakin gelap tak dihiasi taburan bintang hanya ada segurat cahaya bulan sabit yang tampak malu-malu menyumbulkan presensinya.

Hingga Allard berdehem memecah kesunyian. "Ada apa? Aku tak bisa berlama-lama, karena tak ingin membuat gadisku menunggu lama." ucapnya dalam. Perkataan itu spontan saja keluar dari bibirnya yang tak bertulang sehingga membuatnya menyentakkan kepala terkejut tanpa sadar mengucapkan kata gadisku kepada sang mantan kekasih.

Arianna menoleh sebentar lalu bergeming, tak langsung menjawab sepatah kata reaksi terkejut atau apalah karena ia tahu posisinya saat ini bukan lagi siapa-siapanya Allard, bukan lagi orang yang Allard anggap penting tetapi jauh didalam sana ia masih menginginkan pria itu sebab posisi Allard terlalu banyak memakan tempat dihatinya.

Allard pandai memainkan skenario. Lihat, ia begitu lihai dan masih tampak baik-baik saja ketika lukanya telah menganga lebar.

Pria itu membawa kedua tangannya untuk bersarang disaku celana dengan punggung yang bersandar pada tiang balkon, sedangkan Arianna yang berada disampingnya berjarak hanya satu meter tengah memangku tangan pada dasar balkon menatap kosong pada jalanan aspal yang disinari cahaya lampu temaram. Keduanya kembali terdiam setelah Allard bersuara, sibuk dengan pikiran masing-masing yang melang-lang buana.

"Aku tak menginginkan pertunangan ini."

Allard hanya menyimak sesekali menjilati bibirnya yang terasa kering karena udara dingin lantas memandangi sepatunya yang tak menarik sama sekali karena tak ada objek yang bisa ia bidik selain lantai dan sepatunya, ingin menatap kedua manik Ariana rasanya terasa sangat berat karena takut pertahanannya roboh.

"Terus?"

"Hanya ingin kau tahu, bahwa aku masih mencintaimu." ia menoleh menatap Allard yang tak kunjung membalas tatapannya.

"Berhenti membual, Anna."

"Aku bersungguh-sungguh. Jika bukan karena saham, aku mungkin tak akan mau dijodohkan seperti ini."

Ada hembusan napas kasar yang keluar dari ceruk bibir Allard. "Berbahagialah, kau sudah mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dariku. Kulihat ia benar-benar mencintaimu."

"Yeah, but ... I'm not." jawabnya enteng.

"Look. Cinta tumbuh bukan karena nafsu bukan juga karena obsesi一tetapi karena rasa nyaman, saling percaya dan takut merasa kehilangan. Ia tumbuh bukan karena keterpaksaan tetapi karena cinta mempunyai caranya sendiri bagaimana memperlakukan terkasih dengan cara yang spesial, sehingga lambat laun kau akan terbiasa dengan kehadirannya tanpa suatu paksaan. Kau terbiasa karena ia memperlakukanmu dengan penuh kasih sayang bukan penuh nafsu. Setelah kasih sayang terpenuhi maka nafsu akan berjalan mengiringi."

"Can I?"

"Tergantung ia memperlakukanmu."

"Lalu kau memang benar-benar sudah menggeser posisiku dengan gadis itu?"

"Eum maaf, aku koreksi aku tak pernah menggeser posisimu, kau yang melakukannya sendiri, atas kemauanmu sendiri, memang hanya saja ... kita memang tidak ditakdirkan dalam ikatan benang merah, kau memperlakukanku hanya untuk memuaskan nafsumu, walau dulunya aku benar-benar mencintaimu tetapi kau baru menyadari perasaanmu terhadapku setelah sekian lama api yang kau kobarkan namun tak bisa kau padamkan."

-AMOR FATI-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang