Tiga

3.5K 762 52
                                    

"Kamu pikir ini paket liburan luxury?"

Johnny menatap Eve dan satu koper besar yang sudah tertata rapih didalam kamarnya. Gadis itu membawa banyak baju-baju tidak berguna, dress—what? Hairdryer, mini pulshie oh Tuhan bahkan sebuah make up pouch yang terlihat penuh.

"Kamu mau bawa ini semua?"

Eve mengangguk. Johnny mengerang frustasi dibuatnya. Ia berjalan keluar kamar, membuat Eve bingung. Lalu tak lama kembali dengan sebuah tas punggung yang terlihat.. aneh.

"Kamu nggak akan bawa koper saat mendaki gunung, Eve. Orang bodoh mana yang akan melakukannya?"

Eve tersinggung, tapi Johnny ada benarnya.

"Kamu nanti pakai ini—carrier. Hanya untuk barang-barang penting. Nggak ada dress—lagipula siapa yang mau menggunakan dress di udara gunung yang dingin? Juga nggak ada make up pouch dan hairdryer."

"Kak, seriously?"

Johnny menghembuskan nafasnya malas.

"Carrier mu hanya akan berisi cadangan air pribadi, baju ganti, sleepingbag dan beberapa hal penting lainnya. Singkirkan semua baju liburan ini, keluarkan training dan tshirt panjangmu. Juga jaket parasut yang tahun lalu kakak belikan."

"Yang orange menyala dan super norak itu?"

"Ya, yang orange menyala dan super norak itu, Eve."

Eve mengerang frustasi. Tapi Johnny nampaknya sangat serius.



●●●●



Hari terakhir mereka latihan, Eve berhasil mengelilingi apartment sebanyak empat putaran penuh dan melanjutkan satu putaran terakhir sebelum Mark memintanya untuk berhenti. Mereka duduk di salah satu bangku taman, menikmati senja yang perlahan turun di lembayung langit.

"Jadi, kita berangkat lusa?"

Mark menggumam singkat, masih sibuk dengan tali sepatu miliknya.

"Kau sudah berbenah?"

Lagi-lagi Mark bergumam.

"Aku heran kau ini tidak bisa bicara atau pura-pura bisu?"

Mark menoleh dan menyelesaikan ikatan tali sepatunya. Ia duduk tegap menatap Eve bingung.

"Apa bedanya?"

"Tidak ada."

"Lalu?"

Eve merotasikan bola matanya malas. "Aku sedang memintamu untuk menjawab pertanyaanku, Mark Lee."

"Aku sudah menjawabnya, Evelyn Seo."

Eve mendengus dan membuang muka. Bersandar pada sandaran kursi dan mulai menutup mata.

"Kau tidak penasaran kita akan kemana?"

Mata Eve terbuka begitu saja saat ia baru menyadari sesuatu. Ia menatap Mark seolah baru menemukan cahaya di tengah kegelapan, menepuk tangannya sekali—terlihat geram, lalu beringsut maju.

"Benar! Kenapa aku tidak tau kita akan kemana?"

"Kau tidak pernah bertanya."

Eve terkekeh kering. "Jadi, kemana tujuan kita?"

Mark diam untuk beberapa saat, menatap mata Eve dan baru menyadari jika wajah mereka cukup dekat untuk dapat merasakan hembusan nafas satu sama lainnya. Mark menatap kedalam dua bola mata madu milik Eve, menyelaminya sedalam mungkin. Lalu menjawab tanpa berpaling.

"Merbabu, Indonesia."

●●●●



"Kamu harus mulai lebih nurut sama Mark. Dia yang bakalan ngelindungin kamu selama disana."

Eve mengangguk malas. Membuat Johnny geram dan meletakkan tangannya diatas kepala Eve yang tertutupi topi lalu mengguncangnya gemas.

"Kak, jangan ih!"

"Masih sangat menyebalkan bahkan sebelum berangkat jauh." Johnny masih menggungcang kepala Eve.

"Kakak!"

Lalu Eve tenggelam dalam pelukan Johnny. Semua itu cukup mengejutkan, tapi Eve tidak pernah bermasalah dengan pelukan hangat sang kakak.

"Kamu bakalan belajar banyak, Eve. Trust me."

Eve mengangguk. Tidak paham, tapi berusaha menerima nasihat dari sang kakak.

"Sudah?"

Mark datang dengan tas—carrier yang jauh lebih besar dari milik Eve. Tas itu menjulang tinggi bahkan melewati kepalanya. Lelaki itu sudah siap dengan baju santai. Tshirt hitam dan celana sebatas lutut juga jaket hijau army yang tergantung di tali sandang tas.

Johnny menyalami tangan Mark sebentar, lalu panggilan boarding terdengar.

"Ayo, kita harus bersama rombongan."

Eve melihat banyak sekali orang yang berpakaian sama sepertinya. Dan baru menyadari jika ini bukan hanya perjalanan mereka berdua.

"Aku pikir kita hanya akan pergi berdua."

Mark melirik Eve dengan ekspresi datar yang selalu—selalu akan terlihat menjengkelkan. "Kau pikir aku sanggup menjagamu sendirian?"

Perjalanan panjang itu memakan waktu selama hampir delapan jam. Mereka tiba di ibu kota Indonesia pukul empat sore waktu setempat. Lalu dari sana usai mengurus imigrasi, penerbangan dilanjutkan selama satu jam menuju sebuah kota bernama Semarang.

"Sudah sampai?" tanya Eve saat mereka mengambil bagasi yang tampak sangat banyak. Mark mengangguk.

"Jadi malam ini kita langsung naik?"

Mark tertawa pelan mendengar pertanyaan polos Eve. Namun kemudian ia menggeleng. "Kita ke basecamp pendakian, menginap semalam untuk mengembalikan tenaga. Pendakian akan dimulai besok sore."

Sebuah bus menunggu didepan bandara. Eve jadi bingung bagaimana Mark dan teman-temannya bisa menjalankan sesuatu yang seperti ini. Sangat detail dan entah bagaimana terasa nyaman.

"Tidurlah. Perjalanan akan memakan waktu cukup lama."

Mark duduk disamping Eve. Ia menyerahkan sebuah selimut. Eve menerimanya namun menggeleng.

"Aku tidak lelah."

Mark mengedik pelan.

"Terserah kalau begitu. Aku akan tidur."

Sepuluh menit kemudian, Mark terbangun karena pundaknya terasa berat. Eve menumpukan kepalanya disana, tampak tenang dalam balutan selimut yang hangat. Matanya tertutup rapat, dan dibalik bulu mata indahnya yang lentik, senyum di bibir Mark terbit begitu saja.

Mark membenarkan posisi duduk mereka, menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi dan ikut terlelap untuk beberapa jam kedepan.

[✔] Lakuna | Mark Lee Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang