Enam

3.5K 751 37
                                    

Usai keduanya terdiam cukup lama, Mark berdehem pelan. "Masih cukup kuat berjalan?"

Eve tidak siap saat Mark sudah berdiri dan mulai melangkah turun dari bukit. Di bawah sana, beberapa tenda tampak sudah mulai tenang. Eve melirik jam di pergelangan tangannya, sudah lewat tengah malam.

Mark berhenti di tempat dimana tas mereka tertinggal. Ia meletakkan cangkir yang kosong dan mulai memasukkan beberapa barang yang semula ia keluarkan.

"Mau kemana?"

"Melanjutkan perjalanan."

"What? Tapi kita—"

"Masih ada dua pos sebelum kita sampai di puncak."

Mark merapikan carrier bawaannya, lalu menunjuk daratan seperti tebing yang menjulang di depan mereka.

"Dibalik tebing itu ada dua sabana. Kita dirikan tenda kita sendiri di sana."

"Tapi—Mark!"

Eve meletakkan cangkir dan mulai memakai carrier miliknya sebelum menyusul Mark.

"Kenapa kita tidak beristirahat di sini saja?"

"Mereka hanya akan sampai di sana, tidak sampai ke puncak."

"Kenapa?"

"Karena tujuan masing-masing orang berbeda, Evelyn."

Eve melirik kumpulan tenda yang mulai mengecil karena ditinggalkan.

"Kita bisa beristirahat di sini dan tetap berangkat nanti."

Jalanan mulai mendaki, lalu pelan-pelan menjadi curam. Mark berdiri disamping Eve saat mereka berhenti sejenak.

"Aku tidak suka keramaian." Mark mundur, meminta Eve untuk berada di depan. "Hati-hati, perhatikan pijakanmu."

Eve merasa sangat frustasi. Tebing itu benar-benar curam di puncak ketinggiannya. Seperti sedang olah raga panjat tebing. Eve merangkak mencari pegangan kesana-kemari, hingga mereka sudah berdiri selangkah di bawah daratan yang datar.

"Masih sanggup?"

Eve menarik nafasnya yang mulai tidak teratur, lalu menggeleng.

"Aku bantu." Tapi Mark tidak menerima penolakan. Ia meraih pinggul Eve, lalu mengangkat gadis itu hingga bertemu daratan dan terlentang untuk sejenak di sana.

Lelaki itu berjalan menuntun Eve selama hampir satu jam lebih. Lalu berhenti di sebuah ladang luas yang sangat minim pepohonan. Ada barisan pepohonan yang tidak terlalu rapat di samping mereka berdiri, lalu Mark mulai membongkar tenda di sana.

Eve masih duduk meluruskan kaki dan mengambil nafas dalam-dalam. satu jam lebih perjalanan mendaki sebuah bukit yang cukup tinggi tanpa berhenti membuat tubuhnya terasa remuk. Eve mendongak, melihat bintang yang kali ini terasa semakin dekat.

"Apa kita sudah di puncak?"

Mark masih sibuk dengan tenda yang ia bangun. Eve tidak mau repot-repot membantu karena ia tidak mengerti apa-apa dan masih merasa amat lelah. Tidak sampai sepuluh menit kemudian, tenda sudah berdiri.

Tenda itu berukuran besar, cukup untuk enam orang. Tapi kali ini mereka hanya berdua. Mark melemparkan tas miliknya kedalam tenda, juga milik Eve. Sebuah kompor dengan gas kecil yang menyalakan api sudah tertata di depan tenda. Mark membuka dua cup mi instant, membuat Eve mau tidak mau mendekat padanya.

"Kau lihat bayangan yang paling tinggi itu?" Mark tidak menunjuk apapun, tapi Eve dengan jelas melihat bayangan paling tinggi yang menjulang di depannya. Karena sabana hanya terlihat seperti lapangan luas yang kosong. "Di sana puncak. Pukul lima kita lanjutkan perjalanan."

[✔] Lakuna | Mark Lee Where stories live. Discover now