48. Pengakuan Adit

564 38 6
                                    


Satu bulan ini, hubungan Maura dan Adit semakin baik. Malah keduanya semakin dekat satu sama lain.

Hampir setiap hari Adit menjemput Maura untuk pergi ke kampus bersama. Adit juga selalu mengantar Maura pulang. Bahkan sekali dalam seminggu, Adit selalu mengajak Maura keluar. Entah itu untuk makan, atau sekedar jalan-jalan cari angin.

"Hai." sapa Maura begitu tiba di samping Adit yang duduk di atas motornya. "Udah lama nunggu?"

"Enggak juga. Baru 5 menitan."

Maura mengangguk samar. Meraih helm yang diberikan Adit. "Kita mau ke mana?"

"Jalan." balas Adit singkat.

"Iya, tapi ke mana?"

"Nanti juga tau. Cepet naik!" titah Adit.

Maura mendengus pelan. Lantas naik ke motor Adit. Setelah dirasa Maura duduk dengan nyaman, Adit baru menjalankan motornya membelai ramainya jalanan Kota Bandung di malam hari.

Sepanjang perjalanan, mereka lebih banyak diam. Sampai laju motor Adit berhenti di salah satu warung tenda pinggir jalan.

Maura turun dari motor. Menatap warung tenda tersebut dengan seksama. Senyum kecil terbit di bibir Maura. Teringat dengan kejadian dulu, di mana Adit membawanya ke sini untuk pertama kalinya. Saat itu kondisi Maura tengah hancur berbeda dengan sekarang yang tengah bahagia.

Satu fakta lagi yang akan terus diingat Maura tentang kenanganya di sini. Di mana untuk pertama kalinya Maura merasakan kenyamanan dari seorang Aditya.

"Ayo!" ajak Adit. Sama seperti dulu, Adit menggenggam tangan Maura memasuki warung tenda yang lumayan rame pengunjung itu.

"Mang," sapaan Adit berhasil menghentikan aktifitas Mang Diman untuk menyempatkan menoleh ke sumber suara.

"Eh, Ditya. Gimana kabarnya? Udah hampir sebulan nggak mampir."

Adit tersenyum, "Baik Mang, Aditya lagi sibuk di cafe. Jadi nggak bisa sering-sering mampir. Gimana kabar Mamang?"

"Ya, Alhamdulillah baik." balas Mang Diman seraya menampilkan senyum senang di wajahnya.

"Loh, itu temen kamu yang pernah kamu bawa ke sini kan?" tanya Mang Diman.

"Iya, Mang." jawab Adit.

"Apa kabar, Mang?" sapa Maura sedikit canggung.

"Alhamdulillah baik, Neng. Oh ya, siapa namanya? Mamang lupa. Maklum udah tua." Mang Diman terkekeh.

"Maura, Mang." balas Maura.

"Oh.. Neng Maura silahkan duduk dulu, nanti Mamang buatin ketopraknya. Udah tau kan, di mana tempat Ditya biasanya?"

Maura tersenyum sekilas. "Iya, Mang. Kalau gitu saya permisi ke belakang dulu ya."

Maura langsung melesat masuk ke dalam setelah mendapat anggukan dari Mang Diman.

"Kamu beneran suka sama dia, Ditya. Nggak usah ditutup-tutupi lagi. Mamang sudah tau."

Walaupun tidak terlalu jelas, Maura dapat mendengar perkataan Mang Diman.

Apa itu benar?

"Eh, Neeng.."

"Maura." potong Maura begitu melihat wanita paruh baya di depanya ini nampak berusaha mengingat namanya.

"Iya. Neng Maura. Maaf saya lupa." wanita paruh baya yang tak lain adalah Istri Mang Diman tengah tersenyum. Kedua tanganya memegang nampan yang berisi 4 gelas es teh.

MIMPI [COMPLETED]Where stories live. Discover now