62. Regret

439 21 0
                                    


Ini hari kedua Maura berada di Jakarta, dan sekarang Maura sedang menikmati udara sore hari di sebuah taman yang sering ia kunjungi sewaktu masih tinggal di Jakarta.

Dulu, taman ini sering menjadi saksi bisu atas kesedihan atau kebahagiaan Maura. Taman ini adalah tempat favorite-nya sekaligus tempat pelariannya jika suntuk.

Sebenarnya, Maura berada di tempat ini karena sebuah alasan. Dia baru saja bertemu dengan Shila untuk meluruskan kesalahfahaman yang sempat terjadi kemarin.

Ini kali pertama Maura bertemu secara langsung dengan Shila. Dan itu bukan hal yang buruk. Nyatanya cewek bernama Shila itu sangat ramah dan asik untuk diajak bicara. Bahkan Maura langsung bisa menilai kalau Shila adalah gadis yang tepat untuk Damar. Sifat mereka tak jauh berbeda, hanya saja Shila sedikit tomboy.

Maura melirik jam tangan yang melingkar indah di tangan kirinya. Masih pukul setengah empat. Jika pulang, pasti dia akan di rumah sendirian karena orang tuanya masih sibuk bekerja. Akhirnya Maura memutuskan untuk menelfon Damar.

"Halo, Ra? Kenapa?" tanya Damar dari ujung sana.

"Cepet ke taman biasa. Gue tunggu, Gak pakek lama!" balas Maura, setelah itu menekan tombol merah tanpa menunggu jawaban Damar.

Maura terkikik geli. Dulu, kalau Maura sudah menelfon Damar seperti tadi, pasti 5 menit kemudian Damar akan sampai di tempat dan langsung bertanya dengan paniknya tentang keadaan Maura.

Terkadang kalau suasana hati Maura sedang baik, dia akan mentertawakan Damar karena ekspresi cowok itu yang sama sekali tidak santai. Anggap saja sekarang Maura jahil. Dia rindu melihat ekspresi Damar yang seperti itu.

Maura mulai menyalakan stopwatch melalui ponselnya. Dia penasaran, kira-kira butuh berapa menit bagi Dasar untuk sampai di taman mengingat jarak rumahnya cukup dekat.

Tiga menit sudah berlalu. Maura masih setia menatap ponsel yang menunjukan pergantian detik ke menit.

Tak lama, setelah hampir menuju menit ke empat, seseorang duduk di bangku sebelah Maura membuat cewek itu tersenyum menang.

"Cepet juga lo sampainya. Gue kira lo bakal dateng lima menit setelah.." ucapan Maura terhenti begitu menoleh ke samping dimana orang itu berada.

Pergerakan tangannya yang menyimpan ponsel ditasnya pun ikut terhenti. Tubuh Maura mendadak kaku layaknya semen yang baru kering. Kedua bola matanya melebar sempurna. Sungguh, Maura tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini sampai empat detik setelahnya Maura baru bisa menggerakkan kelopak matanya untuk berkedip.

"Adit?"

Akhirnya bibir Maura bisa mengucapkan nama itu walau pelan dan sedikit gugup. Sedang yang disebut namanya membalas dengan anggukan kecil dan senyum manis.

Kenapa Adit bisa senyum semanis itu?

Duh! RIP jantung Maura.

Senyum itu, Maura sangat merindukanya. Bisakah waktu berhenti sebentar saja? Maura ingin melihat senyum itu sedikit lebih lama.

Sudah lebih dari dua minggu Maura tidak melihat Adit tersenyum hangat seperti ini. Jangankan senyum, bertatap muka saja Maura tidak pernah. Dia benar-benar menghindar dari Adit, sesuai dengan apa yang diminta cowok itu.

Maura tersentak oleh pemikirannya sendiri. Benar, bukankah sekarang dia sedang menghindari Adit?

Tak mau berlama-lama lagi, dengan sedikit tergesa Maura beranjak dari tempat duduknya.

"Tunggu!"

Langkah Maura terhenti seiring terdengarnya seruan dan pergelangan tangannya dicekal Adit.

MIMPI [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang