Chapter 29

609 55 6
                                    

2 agustus 2015

Rendy pov

Dengan mudahnya ku sentuh tuts piano itu, membuat tanganku mulai berdebu. Jari kelingkingku menekan satu tuts, suara piano itu berbeda dari yang dimainkan kakak brylian.

Sudah sepuluh hari kakak tidak datang kesekolah. Hari ini kudengar ia sudah dikeluarkan. Kak ahludz dan kak david tidak mengatakan apapun, aku juga tidak bertanya apapun karena aku takut mendengar jawabannya.

Dua minggu yang lalu, sebelum guru datang kelokasi rahasia ini, waktu itu disini hanya ada aku dan kak brylian.
Hari itu ada pemeriksaan terbuka disekolah, dan aku tidak ingin tetap dikelas jadi aku berlari ketempat rahasia ini bersama dengan kak brylian.
Kakak tidak melihat kebelakang, dia hanya bermain piano saat aku berbaring di dua meja yang disatukan dan tertidur.
Dalam teori, kak brylian dan piano adalah dua hal yang terpisah, tapi sejujurnya sulit untuk melihat mereka berdua terpisah.
Aku tidak tahu, tapi saat aku mendengar kak brylian bermain piano, aku ingin menangis. Aku merasakan air mata sudah akan mengalir, dan aku buru-buru mengusapnya. Tiba-tiba pintu didobrak. Suara piano berhenti. Aku ditampar begitu keras sampai jatuh kelantai. Aku meringkuk dilantai, mendengarkan kata-kata amarah yang dilontarkan padaku.
Aku mencoba untuk bangun dan melihat kak brylian mendorong guru itu, kemudian kak brylian melindungiku dengan seluruh tubuhnya. Dari celah bahu kakak, aku bisa melihat amarah guru itu.

Aku menekan tuts lagi, mencoba menemukan nada yang biasa dimainkan kak brylian.

Apakah kak brylian benar-benar sudah dikeluarkan?
Kapan aku bisa melihatnya lagi?
Kakak pernah bilang, dia sudah sering dipukul setiap hari.

Jika bukan untukku, kakak tidak akan memukul guru itu.
Jika bukan karenaku, kak brylian pasti masih disini bermain piano.

.

.

.

Brylian pov

Aku mendorong pintu kamar sampai terbuka dan masuk.
Aku membuka laci meja terakhir dari meja belajar, mengeluarkan sebuah amplop dari dalam sana. Saat membalikkan amplop itu, terdengar suara tuts piano yang jatuh kelantai.
Setelah beberapa saat, aku melempar tuts piano yang sudah terbakar itu ke tong sampah. Dan aku ketempat tidurku, merebahkan tubuh yang lelah ini. Detak jantung dan nafasku tidak beraturan. Ada bekas arang ditanganku yang aku tak tahu bagaimana ada bekas itu.

Setelah 4 tahun kematian ibu, rumah ini selalu sepi dan senyap. Tipe kesunyian yang bisa membuat orang menjadi gila. Setelah ayah tidur pukul 10 malam, semuanya terasa lebih sunyi lagi, bahkan mencekam. Inilah peraturan rumah ini. Aku lelah karena harus hidup dalam keheningan seperti ini. Ikuti jadwal dan pola yang telah ditentukan sebelumnya. Tidak mudah untuk mengikuti peraturan ini, tidak ada orang yang mampu menangani ini, tapi terlepas dari semua itu, aku harus tinggal dirumah ini.
Menerima uang saku dari ayah atau diam-diam mengambil dompet ayah, makan bersama ayah, lalu mendengarkan kembali tegurannya.
Setiap kali aku beradu pendapat dengan ayah, aku berpikiran untuk meninggalkan ayah. Kabur dari rumah dan tinggal sendirian. Tapi aku tidak punya keberanian untuk mencapai kebebasan.

Aku bangun dari tempat tidurku, dan memungut kembali tuts piano yang kubuang di tong sampah tadi.

Aku membuka jendela dan merasakan sepoi-sepoi angin malam.
Segala sesuatu yang terjadi hari itu sama seperti angin malam yang berhembus dan menanpar wajahku. Dengan seluruh kekuatan yang kumiliki, aku melemparkan tuts piano itu melewati udara yang dingin.

Sudah sepuluh hari sejak terakhir kali aku masuk sekolah. Kudengar aku akan dikeluarkan dari sekolah. Meskipun aku tidak ingin, tapi sepertinya aku akan tetap diusir dari sekolah.

Aku tidak tahu apakah telingaku sudah tuli, aku tidak mendengar sura tuts piano yang kulempar itu membentur tanah.

Tak peduli berapa lama watu akan berganti, piano yang ada dikelas rahasia itu tidak akan menghasilkan suara lagi. Karena aku tidak akan pernah memainkan piano itu lagi.

Disini aku tidak menyalahkan rendy atas semua yang terjadi.
Waktu itu aku memang membela rendy yang dipukul guru, rendy itu adikku, kakak mana yang tega membiarkan adiknya terluka.
Sekarang aku berpikir, bagaimana hari-hari yang akan rendy habiskan disekolah tanpa kehadiranku.





*Ada yang baper?👀

TEARS A BOY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang