C M P C T D - 6

23 8 0
                                    

Happy reading🌼
-
-
-
-

Tristan memasuki kantin dengan senyuman manis, serta kedipan mata yang sengaja ia lontarkan kepada banyak siswi yang sontak membuat mereka menjerit kegirangan.

Sudah menjadi salah satu kebiasaan yang menjadi hobi Tristan. Menggoda siswi-siswi hingga menjerit layaknya seorang penggemar fantastis menjadi kesenangan tersendiri bagi laki-laki incaran satu sekolah ini.

Tristan mendekati seorang siswi yang terdiam melihatnya dengan mulut terbuka. Target mudah, pikirnya.

"Hai, cantik," sapa Tristan.

"Hai juga," balas gadis itu sedikit gagap.

"Nama lo siapa?"

"Lily."

"Oh, Lily..."

Lily mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya dari Tristan. Gadis itu terperangah begitu mangkuk bakso yang sedang ia pegang beralih tempat di tangan Tristan.

"Mangkuknya panas, kalo gak cepet ditaro takutnya tangan cantik lo kepanasan," kata Tristan lalu menaruh mangkuk bakso itu di atas meja yang kosong.

Tristan mengulurkan tangannya kepada Lily, berniat ingin mengenalkan diri. "Gue, Tristan."

Lily meneguk salivanya dengan susah payah seraya menatap uluran tangan Tristan. Baru kali ini ia diajak berkenalan dengan salah satu laki-laki yang notabenya populer di kalangan para siswi di sekolahnya. Jangan tanyakan bagaimana perasaannya saat ini.

Belum sempat Lily membalas uluran tangan itu, Tristan sudah lebih dulu menarik kembali tangannya. Lily menyerngit merasa sedang dipermainkan oleh laki-laki itu.

"Eh, sorry, gue pergi dulu ya," kata Tristan tanpa menatap langsung padanya.

Tristan pergi begitu saja tanpa memperdulikan panggilan Lily. Ia melangkah ke arah Stella yang sedang mengantri di sebuah warung bakso seorang diri. Sikapnya yang tenang membuatnya begitu mencolok diantara jejeran murid yang lainnya.

"Hai, Stel! Gue gak liat lo juga ada di sini."

Stella hanya diam tanpa menoleh ke arah Tristan. Tatapan datar Stella terarah fokus ke arah Mang Supri yang sedang telaten menyiapkan pesanan bakso para pembeli.

"Kalo ngantri keburu bel masuk. Biar gue yang pesenin, lo duduk aja."

Stella masih diam. Sebenarnya dia sedikit jengah dengan celotehan Tristan yang tiada hentinya. Begitu berisik, membuat telinganya terasa penat. Tapi masa bodohlah, pikirnya.

"Stel, lo-"

"Berhenti deketin gue."

Stella memotong perkataan Tristan dan berlalu keluar kantin. Selera makannya hilang dengan kehadiran Tristan di dekatnya. Jangan pikir Stella tidak melihat adegan Tristan yang tengah mencoba mendekatkan diri pada Lily.

Bahkan Stella sudah berada di kantin sebelum Tristan datang. Bukannya cemburu, tapi Stella tidak suka dengan tipe laki-laki seperti Tristan. Yang biasa saja Stella belum tentu suka, apalagi seperti Tristan.

Tristan menatap kepergian Stella dengan tatapan jengah. "Yaudah sih, kalau gak mau. Sok jual mahal banget jadi cewek."

. . . ✍

Stella melirik sekilas ke arah pintu kelas yang tiba-tiba dikerumuni banyak orang. Tidak lupa disertai teriakan-teriakan aneh yang mengganggu. Stella mendengus, lalu memilih memakai earphonenya dan memutar sebuah lagu. Tidak ingin ambil pusing dengan orang-orang itu, ia memilih menelusupkan kepalanya di balik lipatan tangan di atas meja.

Mata itu terpejam, ikut masuk ke dalam lantunan lagu yang memenuhi pendengarannya. Hingga tanpa ia sadari, seseorang baru saja menaruh semangkok bakso yang masih panas di dekatnya.

Tristan mencolek bahu Stella, menyadarkan gadis itu atas keberadaannya. Namun orang yang ditunggu-tunggu tidak kunjung memberikan respon, membuat mata Tristan menyipit keheranan.

"Stel," panggil Tristan.

Tidak ada respon. Stella hanya diam membuat Tristan kebingungan karenanya.

Hingga akhirnya ia menyadari earphone yang menyumpal di telinga Stella, membuat Tristan mengerti atas diamnya gadis itu. Tanpa ragu Tristan menarik benda tersebut. Hal itu pun sontak membuatnya mendapatkan tatapan tajam dari Stella yang tiba-tiba bangun dengan raut penuh kekesalan.

"Eitsss... bawa santai, cuy. Gue niat baik bawain bakso buat lo. Belum makan siang kan?"

"Gak butuh."

"Tapi gue maksa."

"Gak perlu."

"Oh jelas perlu, lo belum isi perut. Cantik-cantik sakit maag kan gak lucu."

"Udah maag akut."

Tristan terdiam, Stella berhasil membuatnya kalah. Tidak disangka akan sesulit ini meluluhkan gadis berhati batu yang satu ini.

"Punya maag tapi nyepelein makan. Gue gamau tau, lo harus makan biar gak kambuh. Diri sendiri yang bakal kesusahan kalo sampe sakit, Stel."

Stella menatap sinis Tristan. "Terus urusannya sama lo apa?"

"Oke, oke, gue nyerah nih. Gue bakal pergi sekarang tapi harus mastiin baksonya lo makan terlebih dahulu."

"Gue bilang gak laper!"

Alih-alih menjauh, Tristan malah duduk di kursi depan dengan posisi menghadap ke belakang. Ia menatap gadis itu dengan satu alis yang terangkat.

"Gue akan di sini sampe baksonya abis."

"Apaan sih, lo?!"

Laki-laki itu mengedikkan bahunya acuh. Kukuh pada pendiriannya, Tristan tersenyum sinis melihat respon Stella yang semakin tersulut emosi.

Tanpa diduga, gadis itu meraih bakso yang mulai dingin akibat adu mulut yang mereka lakukan sejak tadi.

Tidak tahan dengan kelakuan semena-mena Tristan, Stella memilih mengalah. Perdebatan ini tidak akan ada ujungnya. Daripada menghabiskan waktu dengan segala ketidaknyamanan, Ia lebih baik segera menghabiskan bakso tersebut agar si perusuh pergi secepatnya.

Tristan tersenyum kemenangan. Akhirnya walau dengan keras kepala mencoba melawan si hati batu menghasilkan sebuah peningkatan.

Laki-laki itu mengusap kepala Stella pelan dan berkata, "Good girl." sebelum akhirnya beranjak keluar kelas.

• • •

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

COMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang