another

250 19 2
                                    

ALEEFA menerima pesan bahwa ibunya hendak pergi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ALEEFA menerima pesan bahwa ibunya hendak pergi.

   Seseorang mengusung pagelaran musik di tengah kota: memuat sesuatu yang dicintainya sepanjang hidup; Mozart. Beberapa pianis masyhur, seperti Khalid Jungーperaih BraVo Awards Rusia atas kelihaiannya dalam Chopin Etude Opus 25 Nomor 11 bertajuk "Winter Wind"ーdipastikan hadir demi menghormati pendahulunya. Perempuan itu enggan menolak, apalagi sehabis mendapat kabar tersebut. Mengorbankan janji membuatkan kue ulang tahun, ia meminta putrinya untuk langsung pulang selepas OSIS.

   Aleefa mual. Tangannya gemetar hingga tak kunjung mengetik jawaban. Meskipun pendingin ruangan nonaktif sedari lama, kelasnya masih mencekik. Hari sudah kelewat petang. Canis, teman semejanya, pamit terlebih dulu. Sederhana saja. Aleefa hendak menelepon ibunya, membicarakan rencana perihal besok, dan membahas tempat makan keren untuk dikunjungi.

   Namun, tidak tersambung. SMS muncul sebagai pengganti.

   Mencangklong ransel, dengan tampangnya yang ditekuk, gadis itu melangkah keluar menuju lorong. Menuju kesenyapan. Irisnya belum jemu dari ponsel. Jemarinya masih cekatan menghubungi nomor itu, mematikannya, kemudian menghubungi lagi, walaupun ia tahu itu mustahil. Tak bakal diangkat.

   Labil memutuskan sesuatu tidak tercantum dalam kamus ibunya. Kalaupun perempuan itu disuruh memilih antara Aleefa dengan Khalid Jung, Dewi Keberuntungan selalu memihak pemuda itu: pemuda jemawa yang gemar mengaransemen musik klasik. Pak Tirtonegoro pernah berkata saat materi mereka menginjak Musik Barat, "Elise tidak mencintai Beethoven ketika pria itu menulis surat cintanya sekehendak hati". Artinya, musik klasik memiliki sekelumit aturan, yang bakal hilang kemagisannya; tidak tersampaikan maknanya, sewaktu dimainkan asal. Begitu permainan Khalid Jung, menurut Aleefa.

   Pemuda itu pecundang tenar.

   Aleefa mengumpat, mempercepat langkahnya. Sewaktu fokus gadis itu dicuri lorong yang serupa tak berkesudahan, ponselnya berdering.

   Dinyalakannya speaker, berharap mendengar sekeping piano Mozart. Tetapi, apa yang gadis itu tangkap hanya ujaran samar dengan kesunyian getir. Hampir menghilang kalau Aleefa tidak langsung mendekatkannya ke telinga.

   "Ibu bawa kunci."

   Gadis itu terus memijak, melewati pintu laboratorium yang membuka sedikit. Tersenyum paksa, Aleefa menjawab, "Selamat menonton. Pulang jam berapa?"

   "Ya?"

   "Jam berapa?" Alisnya bertaut.

   "Delapan."

   "Ibu gapapa?"

   "Delapan."

   Belum sempat irisnya membola sempurna, praktis pertanyaan untuk gadis itu kembali datang, "Sudah sampai mana?"

creatures.Where stories live. Discover now