Chapter - 39. Will You Marry Me?

1.1K 67 18
                                    

HAPPY READING 📖

------------------------------------------

Seorang pria tengah berjalan memasuki restoran dengan beberapa orang di belakangnya, tersenyum puas sembari membayangkan reaksi gadis mungilnya melihat kejutan yang ia lakukan.

Saat matanya sudah menangkap rupa dari balik punggung gadis itu yang menunduk di hadapan seorang pria yang tentu ia kenal, segera ia melajukan langkahnya lalu mengelus lembut rambut merah gadisnya setelah berada di belakangnya.

Gadis itu menoleh dan membelalakkan mata lalu berdiri dan memeluk erat pria itu.

"Neil!" Tak bisa dibendung lagi kerinduan yang dirasakannya, ia hampir menangis jika tidak pria itu menenangkannya.

"Stt, jangan menangis, baby. Aku di sini. Kau merindukanku?" Yang ditanya hanya menganggukkan kepala lalu membenamkan wajah di ceruk leher pria itu. Saat netranya beradu dengan pria lain, ia tersenyum miring apalagi mendapati tangan itu terkepal.

"Apa dia menganggumu?" Kana menggeleng dan menolehkan wajahnya ke Mike yang melihat mereka berapi-api.

"Kenapa kau tahu aku di sini?" tanya Kana sembari melihat ke belakang Neil yang begitu banyak pria dan juga wanita sembari memegang balon huruf. "Mereka siapa?"

Neil tersenyum lebar lalu berjongkok di depan Kana.

Kana terkejut. Ia sedikit melangkah mundur lalu menutup mulut menggunakan kedua tangan ketika Neil memperlihatkan beludru merah dengan cincin yang berada di dalamnya.

"I want to live with you. I want to spend my life with you. I want to give all my heart to you. And I want you to be my wife. Will you marry me, Kana Schumacher? And change your name to be Kana Mcconnell?" Dengan sirat penuh keyakinan, Neil masih melihat Kana tanpa mengedipkan mata. Ia ingin melihat setiap ekspresi yang keluar dari wajah gadis itu. Tak ingin ia hilangkan setiap detiknya agar ia bisa selalu mengenang suasana yang hanya terjadi sekali seumur hidup.

Kana tak menjawab. Ia masih syok dengan pemandangan ini. Di dekat mereka sudah dipenuhi oleh orang-orang yang memperhatikan mereka. Ia malu, teramat malu.

"Neil ...," gumam Kana dengan bibir bergetar. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana karena ini terlalu mendadak . Belum lagi sorakan-sorakan dari orang sekitarnya yang menyuruh untuk menerima lamaran Neil, membuat otaknya pusing.

"Aku tahu ini sangat cepat. Tapi, bisakah aku mengganti nama pria yang sudah kau ukir di hatimu menjadi namaku?" Sejujurnya dari hati terdalam, Neil tahu bagaimana reaksi Kana dan apa jawaban yang akan diberikan Kana. Setidaknya ia ingin mencoba. Penolakan urusan belakang karena Kana harus tahu betapa ia mencintainya dan berniat serius. Mike pula mengernyitkan dahi. Apa benar Kana mencintainya hingga Neil ingin menyingkirkan namanya di hati gadis itu?

Kana menunduk dan terisak-isak, tidak tahu harus menjawab apa, sedangkan Mike yang sudah berapi-api, segera pergi dengan amarah dari kerumunan mereka. Ia menganggap seakan-akan ia menjadi saksi dari lamaran mereka. Memuakkan! Ia berharap Kana tidak menerima lamaran Neil dan kembali bersamanya.

Neil segera bertindak cepat dengan memeluk Kana yang sudah menangis tak tertahankan. Mengusap punggungnya perlahan dan membisikkan kata-kata untuk menenangkan gadis itu. Sejenak ia melirik ke mana Mike melangkah dan berkata dalam hati, "You win!"

"Kalau kau tidak menerima lamaranku setidaknya terimalah cincin yang kuberikan. Aku menganggapmu adikku, Sayang," bisik Neil pelan agar tidak terdengar oleh orang-orang. Kana mendongak dan menatap Neil dengan mata sembab.

"Serius?" tanya Kana memastikan.

Neil mengangguk dan menyodorkan beludru itu dengan posisi semula, yaitu berjongkok agar semua menjadi saksi atas permainan yang telah ia siapkan.

"So?" Neil mengangkat sebelah alisnya dan menatap Kana dengan pandangan menggoda.

Kana menggembungkan pipi lalu mengangguk dan Neil segera memasangkan cincin itu di jari manis Kana. Neil tersenyum lebar kemudian memeluk Kana erat. Begitupun sebaliknya. Sorakan dan tepuk tangan berhasil membuat mereka tertawa karena menipu para manusia yang melihat kejadian itu.

"Aku menyayangimu, Kana. Sangat menyayangimu!" Ia tak berbohong ia teramat menyayangi Kana. Sulit untuk menerima Kana sebagai adiknya karena ia telah jatuh cinta. Namun, tanpa Kana sadari, Kana telah mengajarinya untuk berpikir jernih bahwa cinta tak selamanya bisa dimiliki. Tanpa paksaan, tanpa adanya kemarahan, mereka bersatu dalam ikatan persaudaraan.

"Thank you, Neil!" Kana membalas pelukan Neil dan menempelkan pipi di dada pria itu. Terasa detak jantung yang terdengar di gendang telinganya membuat ia terkikik geli. "Kau berdebar!"

Sebagai respon, Neil hanya terkekeh dan memejamkan mata-menikmati suasana seperti yang ia kira sebelumnya ... bahwa akan berakhir seperti ini.

***

Di sisi lain, Mike meninju dinding karena perih hatinya tak hilang-hilang sejak tadi. Ia sudah menghabiskan beberapa waktu sebelum Neil pulang bersama Kana agar Kana mengerti bahwa ia ingin menebus segala kesalahannya. Tapi melihat bagaimana Neil melamar Kana di tempat umum, ia semakin merasa tak pantas untuk bersanding lagi. Jika ia boleh berharap, bisakah ia memutar waktu layaknya Thanos yang menggunakan time stone untuk beberapa tahun belakangan? Bisakah ia memperbaiki lagi segala kesalahan yang ia lakukan?

Ia berteriak marah dan menyerakkan seluruh barang yang ada tanpa memikirkan konsekuensi, melampiaskan seluruh amarah yang ingin membludak sejak peristiwa yang menyakiti mata dan hatinya.

Ia melangkah cepat menuju kamar dan menatap pantulannya di kaca. Kenapa matanya mendadak ingin mengeluarkan cairan bening? Pikiran buruk merasuki kepala ketika melihat bagaimana gadis itu akan mengenakan baju pengantin dan mengucapkan beberapa janji suci bersama ... Neil.

"Akhhh!!!" Ia meremas kasar rambutnya sembari memejamkan erat mata yang terasa tak ingin melihat lagi. Sungguh, ia tidak kuat melihat pemandangan itu terpapar. "Sial!!"

Ia terduduk di tepi ranjang dan menunduk. Bahunya bergetar dan inilah dia, Mike yang biasanya terlihat baik-baik saja, namun hanya karena kesalahan besar yang dilakukan di masa lalu membuat ia kehilangan segalanya.

Ayah, ibu, adik, keluarga, dan Kana.

Ia kehilangan mereka.

Ibunya meninggal sewaktu melahirkannya. Keluarga besar yang tidak tahu di mana, tidak menganggapnya sejak ia membunuh ayahnya, dan terakhir ... Kana.

Kana ingin meninggalkannya dengan menjadi milik orang lain dan dia akan sendiri seperti dulu.

Kamarnya menjadi saksi bisu dari suara tangisan yang jarang terdengar. Ya, Mike menangis hanya karena ia berpikir dunianya sudah tidak berarti. Ia sendirian.

Seandainya jika ia tidak menyakiti Kana sejauh itu, mungkin hidupnya tidak akan seperti ini. Ia sudah bertindak terlalu jauh untuk hidupnya sendiri.

Membunuh ayahnya hanya karena membela Kana. Jika akhirnya ia tahu bahwa gadis itu akan meninggalkannya, mungkin lebih baik dari dulu ia memberikan Kana kepada ayahnya. Tapi, tidak. Walaupun Kana akan meninggalkan seperti sekarang, ia tetap tidak akan memberikannya pada sang ayah. Ayahnya bukanlah sosok yang ia kenal seperti dulu, sosok yang hangat dan pengertian. Kana tidak pantas bersama ayahnya karena bisa saja gadis itu akan menjadi pelacur.

Apa yang harus ia lakukan? Bolehkah ia mengutarakan seluruh isi hati jika Kana akan kembali bersamanya seperti dulu? Haruskah ia memaksa agar Kana tidak berani bertindak yang tidak-tidak tanpa seizinnya? Dan terakhir, haruskah ia mengatakan bahwa ia menginginkan Kana untuk selalu berada di sampingnya? Ralat, ia ingin mengatakan sesuatu yang lebih. Namun, mulutnya terlalu kelu untuk mengatakan itu.

Apa ia harus menunggu penyesalan yang akan menghampirinya segera?

.

.

.

TO BE CONTINUE

Light As A Feather ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang