Chapter - 43. He Knew He Lost

997 51 3
                                    

HAPPY READING 📖

---------------------------------------------

"Kau belum tahu?" Pria dengan dua lesung pipi itu tertawa kecil saat melihat pria di hadapannya melongo tak percaya. "Kau gila membiarkannya bersama dia, Mike!"

"Kau pasti bohong! Kau ingin Anne menghancurkan hubungannya denganku agar kau bisa mendapatkannya, bukan? Aku tidak semudah itu untuk kau tipu!" Mike menatap sinis sosok yang menjadi lawan bicara.

"Asal kau tahu, aku dan Anne memang saling mencintai dan kaulah yang harusnya mundur! Kau pikir Neil tidak berusaha menjauhimu dari adiknya dan mendekati simpananmu? Itu semua sudah direncanakan!" Aaron menatap Mike menantang, kemudian tersenyum mengejek ketika lawan bicaranya tak berkutik. "Kenapa diam? Kau harus tahu Neil tidak sebaik yang kau kira kecuali bersama Anne! Dan salah satu kesalahanmu adalah membiarkan orang tersayangmu jatuh ke tangannya. Siap-siap saja kau akan menemukan kematian yang menghampirimu tiba-tiba!"

"Kau bohong! Neil tidak mungkin seperti itu! Sebenci-benci aku kepadanya, aku tidak akan memfitnah seperti yang kau lakukan! Seharusnya kau sadar diri, kau sudah mendekati adiknya malah menjelek-jelekkan kakaknya!"

"Astaga! Aku yang mengenalnya, Mike! Aku lebih mengenalnya, bukan kau! Kalau kau tidak percaya, silakan menunggu kesayanganmu tersiksa dengannya!" Aaron mengusap wajahnya gusar. Ia sudah mengatakan sebenarnya, namun pria ini masih bebal. "Dengar, buatlah gadismu mempercayaimu lagi. Kau tidak akan sanggup dengan konsekuensi yang akan kau dapat, Mike!"

"Berikan aku alasan yang jelas, Aaron! Aku tidak bisa mempercayaimu begitu saja! Kau jelas-jelas memprovokasiku dengannya jika aku tiba-tiba melabrak Neil!"

"Alasan apalagi agar kau percaya, Mike? Harus aku bilang kalau ayahmu masih hidup dan bekerja sama dengan Neil untuk mendapatkan Kana? Terkejut? Tentu, pasti kau terkejut! Bahkan kau sendiri tidak mengetahui ayahmu masih hidup!" Aaron yang sedikit emosi, berbicara dengan menekankan nada di setiap kata. Ia baru saja mengetahui pria yang menjadi lawan bicaranya begitu sulit percaya.

"Lagi-lagi kau mengibuliku, Aaron! Tidak mungkin ayahku masih hidup!" Mike berteriak frustrasi. Setiap pasang mata memandang ke arahnya. Ia lupa jika ia berada di restoran. Awal mula ia bertemu Aaron ketika tak sengaja ia kelaparan akibat melakukan baku hantam dengan salah satu partner kerja. Di sana ia bertemu Aaron bersama Anne yang sedang tertawa hingga emosinya tersulut untuk menerjang pria itu. Ia mengenal Aaron. Lelaki itu pernah mengincar Anne yang notaben adalah kekasihnya. Karena Aaron-lah mereka berpisah dan juga campur tangan Neil yang berusaha menjauhkan mereka. Bayangkan, dua lawan satu, siapa yang menang? Tentu dua, bukan? Apalagi Anne mengatakan bila ia mencintai Aaron. Ia kalah telak.

"Oh, God! Harus berapa kali kukatakan kalau aku tidak berbohong! Ayahmu masih hidup, Mike! Dia masih hidup! Dan kau tahu alasan Neil mendekati Kana, karena ayahmu!" Aaron pun tak kalah emosi. Selain sulit percaya, ternyata Mike sangat keras kepala.

"Tidak! Jelas-jelas aku melihatnya mati di di depanku!"

"Karena kau membunuhnya? Nyatanya kau telah dibohongi ayahmu, Mike! Dia menbohongimu!"

"Jangan mengubah fakta menjadi kebohongan besar, Aaron! Dia meninggal di depanku. Tepat di depanku! Kau pikir darah apa yang dia keluarkan, hah? Aku yang menjadi penyebab kematiannya!" Mike menggebrak meja—tak tahan menahan emosi yang hampir membludak. "Kau mungkin bisa membohongi orang lain, tapi kau tidak bisa membohongiku!"

"Aku. Tidak. Berbohong!" tekan Aaron dengan tatapan nyalang. Tenaganya cukup terkuras karena menyakinkan Mike. Berdebat dengan Mike memang tak ada ujungnya dan ia seharusnya hindari.

"Berikan aku bukti yang jelas agar aku percaya!"

"Mungkin aku tidak memiliki bukti yang bisa memperkuat penyataanku, tapi setidaknya lindungi gadismu dari Neil! Jika kau masih berleha-leha dan tidak peduli, jangan salahkan siapa pun kalau gadismu bersama Neil dan menjadi terikat padanya. Camkan itu, Michael! Mereka bisa bersatu dengan mudah. Kau yakin mempercayakan Kana pada Neil?" Aaron berdiri dan pergi meninggalkan Mike yang terdiam. Kepalanya terasa pening karena berbicara dengan sosok keras kepala.

Mike pula terdiam dan meneguk saliva. Ia tidak mengerti ke mana alur hidup akan membawanya. Kenapa begitu rumit dan berlika-liku? Kenapa seperti ini? Seharusnya hidupnya berjalan mulus. Bukan banyak drama yang bisa saja berakhir menyedihkan.

"Sial!" umpatnya. Ia mengambil kunci mobil dan melenggang pergi meninggalkan restoran yang masih menyisakan beberapa pasang mata yang tengah menatapnya heran.

***

Dua pria tengah saling tatap-menatap. Menantang, sinis, dan terselip banyak kata melalui pancaran bola mata. Yang satu beserta seringai, dan satu lagi dengan rahang mengetat. Duduk bersama seorang musuh beserta api yang tengah berkobar di tengah-tengah, takkan mampu membuat ketenangan. Malah ingin saling tinju-meninju dan berteriak girang mengumumkan pemenang.

"Aku sudah selesai." Kana menghampiri mereka berdua dan duduk di sebelah Neil yang menampilkan senyum terbaiknya. Lalu menoleh ke arah Mike dan tersenyum kecil.

Mike tak menanggapi. Ia mengembuskan napas kemudian menatap Kana yang tengah tersenyum. Hendak mengucapkan beberapa kata, namun terhalang oleh Neil.

"Kau ikut, tidak?"

Kana menggembungkan pipi lalu mengangguk pelan. "Aku ikut."

"Kau tidak perlu ikut!" tegas Mike.

"Biarkan dia ikut, Mike. Kau terlalu posesif sekali!" Neil berdecak.

Kana mendadak murung. "Kalau begitu aku tidak ikut."

"Kau ikut saja. Lagi pula apa masalahnya kalau kau ikut? Kau ingin berpesta, kan? Sudahlah jangan pedulikan dia." Neil merangkul Kana. "Ayo pulang. Kita beli baju baru untuk pesta nanti malam."

"Ah, Neil. Kurasa itu tidak perlu." Kana berusaha menolak. Sudah cukup banyak pakaian di rumah jadi ia merasa tidak perlu membelinya lagi.

"Tidak apa-apa. Ayo, pulang. Sebentar lagi hampir jam enam dan kita harus bersiap-siap." Duduk di restoran Korea setelah toko Kana tutup, ia mengajak Kana untuk berbicara berdua. Sialnya, Neil datang dan mengacau. Alhasil, mereka makan bertiga dan Mike yang merasa diabaikan sejak tadi menggeram kesal.

"Sampai bertemu di sana, Mike." Kana melambaikan tangan lalu menunduk saat mata elang Mike menatapnya. Ia tahu Mike tidak menyukainya. Entahlah, Mike sulit ditebak. Beberapa ekspresi ditunjukan pria itu sama sekali membuat ia berpikir berkali-kali pikiran semacam apa di kepala tampan itu.

"Sampai jumpa di sana, Mike. Aku harap kau datang." Neil tersenyum sinis. Mike mamandangnya datar dengan tangan terkepal. Ia tahu ucapan ganjil Neil seakan mengejek atas kekalahannya. Kalah karena dimenangi oleh keegoisan. Kalah karena pria itu berhasil mencuri apa yang menjadi miliknya. Karena begitu bodoh membiarkan gadisnya percaya dengan bajingan tengik itu. Oke, ia tahu ia salah dan mengaku kalah. Namun, kali ini ia tidak akan lagi kalah dengan permainan yang diciptakan bajingan itu. Ia yakin ia akan menang dan membawa gadis itu kembali ke pelukannya.

.

.

.

TO BE CONTINUE

Light As A Feather ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang