Chapter - 46. His Feeling As A Daddy

734 51 5
                                    

HAPPY READING 📖

------------------------------------

Beberapa tahun yang lalu sebelum Mike dilahirkan, Edmund bersama sang istri tengah menikmati matahari sore di taman bermain dengan tangan yang saling bergenggaman dan juga senyum yang tak luput dari wajah. Edmund sesekali melirik sang istri yang menatap lurus dengan tatapan kosong dan senyum yang hampir memudar. Ia tahu apa permasalahan istrinya. Saat istrinya mendongak, ia tersenyum manis dan mengecup kening istrinya tanpa berucap.

"Ed, bagaimana kalau perkiraan dokter benar?" tanya Diamond—istrinya yang tengah mengandung. Diamond mengelus perutnya yang mulai membuncit dan menatap wajah Edmund yang mulai berubah ekspresi.

"Jangan berpikiran yang tidak-tidak, baby D. Kau terlalu negative thinking. Aku yakin kau akan baik-baik saja." Edmund mendelik tak suka. Ia mengelus rambut istri tercintanya dengan penuh kasih sayang.

"Kalau itu benar, aku harap aku akan bisa melahirkan anak ini. Cintai dia seperti aku mencintaimu, Ed. Jika Tuhan masih berbaik hati untuk membuatku hidup, mungkin itu adalah bonus terindah."

"Baby D, aku sungguh tidak suka kau mengatakan itu. Kita akan cari cara untuk menyembuhkanmu dan kau melahirkan anak kita dengan keadaan baik-baik saja. Aku tidak sanggup hidup tanpamu, D. Sangat, aku tidak akan sanggup!" Nada penuh keyakinan Edmund ucapkan. Istrinya adalah belahan jiwanya. Ia pasti akan kesepian jika Diamond pergi secepat itu. Ia tidak akan rela.

"Kau harus menerima kenyataannya, Ed. Jika aku pergi, kau harus menerimanya," tutur Diamond dengan lembut sembari mengusap rahang Edmund yang sudah ditumbuhi bulu-bulu halus. Ia mencintai suaminya dan hanya suaminyalah yang mampu membuat ia begitu merasakan yang namanya dicintai. Seluruh hati dan jiwa, ia serahkan untuk Edmund Abraham.

"Kalau begitu kenapa tidak gugurkan saja kandunganmu? Aku sama sekali tidak peduli tanpa anak di hidupku, aku hanya menginginkanmu, D. Aku tidak akan bisa hidup tanpamu!" Setetes air mata jatuh membasahi kening Diamond. Suaminya menangis. Ia memejamkan mata merasakan perasaan yang begitu menyesakkan menyelimuti. Ia juga tidak ingin meninggalkan suami yang begitu ia cintai, namun ia tidak boleh egois. Anaknya tetap harus hidup karena janin yang berada di dalam perutnya tidak bersalah. Jika memang suatu hari nanti ia tidak bisa melihat anaknya berkembang, bertumbuh, dan merasakan kasih sayangnya, setidaknya ia sudah menitipkan sang buah hati ke tangan yang tepat.

"Kau tidak boleh seperti itu, Ed. Anak ini tidak bersalah. Anak ini tidak minta dilahirkan, kita yang harus mengurusnya. Kalau benar prediksi dokter aku tidak bisa diselamatkan, setidaknya aku tenang karena meninggalkannya bersama dengan suamiku. Pria yang begitu aku cintai dan berada di sosok yang tepat. Cintai anakmu seperti kau mencintaiku. Anak kita tidak bersalah. Jangan pernah membencinya karena hadirnya dia malah membuatku tidak bersamamu, kita akan selalu bersama dan aku akan selalu berada di hatimu. Sampai kapan pun." Diamond kembali merasakan air mata mengenai keningnya dan kali ini merosot ke pipi. Ia harus mengatakan ini. Ia tidak ingin Edmund membenci anaknya hingga terjadinya permusuhan di antara mereka. Hatinya mendadak gusar, dan ia harus menyampaikan ini pada Edmund agar pria kesayangannya tidak melakukan apa yang ia takutkan.

"D, aku tidak suka kau mengatakan itu. Kalau kau tidak bersamaku, bagaimana aku menjalani hidupku? Aku pasti akan hilang arah. Kumohon, kalau kau memang bisa bertahan, bertahanlah demi aku dan demi anak kita. Aku tidak ingin kau jauh dariku, D. Aku tidak mau. Please, kuatkan dirimu demi aku. Aku sangat takut kau pergi dariku ...." Bibir Edmund bergetar. Gelisah, takut, semuanya bercampur aduk. Ia takut saat hari itu akan tiba, istrinya benar-benar tidak mau membuka mata walaupun ia berteriak, memanggilnya untuk bangun.

"Aku mencintaimu, Ed. Aku tidak akan pergi. Aku akan tetap di hatimu. Kalau memang aku harus pergi, kuharap kau mencintai anakmu dan memberikannya kasih sayang yang lebih karena tidak ada aku yang bisa melengkapi kasih sayangmu." Edmund mengangguk lemah. Ia tidak yakin apakah ia bisa. Bisa tanpa istri yang menjadi belahan jiwanya? Perasaannya menjadi tak nyaman jika hari yang ia takutkan akan membawa bencana. Yang ia harap masih ada kesempatan untuknya tetap bersama sang istri hingga menua bersama.

Light As A Feather ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang