🦑 十二 | Keputusan Winda (1) 🦑

273 14 5
                                    

Setelah yakin dengan keputusannya, Winda meminta Ihsan untuk mengantarnya ke tempat bimbel yang tadi dibicarakan Ihsan. Gadis itu ingin bertanya apakah ada lowongan untuknya atau tidak.

Sampai sana, kebetulan pemilik bimbel ada di ruangannya. Sebelum membuka pintu ruangan tersebut, Winda mengintip dari kaca jendela di sebelah pintu. Seorang ibu yang usianya sekitar lima puluhan sedang menekuri buku di depannya, sesekali matanya memandang ke depan dan tangannya mengetik di keyboard laptop yang ada di hadapannya.

Setelah membuka pintu dan mengucap salam, Winda masuk. Gadis itu dipersilakan duduk. Tidak banyak basa-basi, Winda langsung mulai menanyakan semua yang ingin gadis itu ketahui, termasuk apa saja syarat untuk bisa bekerja di sana.

Bu Rukmana, pemilik bimbel itu menjawab semua pertanyaan Winda dengan detail.

Merasa informasinya sudah cukup jelas, dan ia sudah tahu apa saja berkas yang harus diajukan, akhirnya Winda undur diri.

"Sudah, Win? tanya Ihsan yang sedari tadi menunggunya di depan ruangan Bu Rukmana."

"Sudah, San. Makasih, ya." Winda tersenyum. "Besok aku akan mulai mengurus semua berkas yang diperlukan. Doakan ya, semoga lancar."

"Tanpa lo minta, pasti gue doain, Win."

***

Usai makan malam, Nisa langsung mengajak Winda ke kamar dan mengajarinya.

Winda mulai menjelaskan konsep dasar materi gerak melingkar beraturan. Nisa memperhatikan dengan saksama. Sesekali anak itu mengangguk, sesekali bertanya bahkan kadang meminta Winda untuk menjelaskan ulang. Setelah paham dengan konsep, Winda memberi beberapa contoh soal. Kemudian memberi Nisa soal untuk latihan.

Setelah Nisa mengerjakan, Winda memeriksa jawaban adiknya. Masih ada yang salah. Winda menjelaskan lagi bagian materi dari soal yang Nisa salah menjawab, lantas memberinya soal latihan lagi.

Beberapa menit kemudian, Nisa selesai mengerjakan latihan soal yang diberikan kakaknya. Kali ini benar semua. Winda memang paling bisa mengenali kekurangan dari orang yang diajarinya. Jadi, dia menggunakan cara mengajar lain agar orang tersebut bisa memahami penjelasannya. Dengan cara itu pula ia mengajari Nisa, mencari kelemahannya melalui latihan soal, lantas mencoba menjelaskan ulang dengan cara berbeda.

Semangat Nisa masih membara, jadi gadis itu langsung mengerjakan PR-nya. Winda memilih membiarkan adiknya mengerjakan sendiri, ia mengambil laptop di kamarnya. Setelah kembali ke kamar adiknya, ia duduk di ranjang dengan kepala disenderkan ke kepala ranjang. Gadis itu duduk bersila, di pangkuannya ia taruh bantal untuk alas laptop. Lantas jari-jarinya mulai mengetik surat lamaran kerja untuk diberikan ke bimbel besok.

Setelah rampung, Nisa memberikan jawabannya ke Winda untuk dikoreksi.

"Gimana, Kak? Masih ada yang salah?" tanya Nisa penasaran.

Winda masih diam, gadis itu masih fokus memeriksa jawaban adiknya. Mulutnya komat-kamit seperti mbah dukun yang sedang membaca mantra, jarinya menari-nari di atas kertas. Rupanya ia sedang menghitung jawabannya tanpa menggunakan pena. Sesaat kemudian gadis itu mengangguk. Lantas berlanjut ke sisi kanan buku, melakukan hal yang sama di soal berikutnya.

"Sip, udah bener semua," jawab Winda sembari tersenyum lega.

Mendengar itu, Nisa loncat-loncat sembari berteriak. Ia kegirangan. Kemudian Nisa memeluk kakaknya, berterima kasih padanya karena telah mengajari. Winda membalas pelukan adiknya sembari menasihati.

"Nah, kalau bisa ngerjainnya pasti seneng kan?"

Nisa mengangguk, senyum di bibirnya masih belum pudar.

Pelik AnantaWhere stories live. Discover now