chapter 33

1.9K 284 29
                                    

Sepanjang perjalanan menuju perbatasan negara mereka yaitu daerah Paju yang terkenal dengan banyaknya base camp para militer sekaligus tempat tinggal sebagian dari kasta delapan yang diasingkan, Jisung terus mengarahkan wajahnya ke jendela di sampingnya. Kalau ia merasa lelah, Jisung memejamkan matanya kemudian tertidur. Ketika terbangun, Jisung kembali menatap jalanan di luar tanpa bertukar pembicaraan sedikit pun dengan Minho.

Minho bisa memakluminya, Jisung mungkin masih dalam keadaan syok dan sakit hati setelah melihat berita yang mereka lihat beberapa jam yang lalu di mana Hyunjin memutuskan untuk memilih istrinya dari salah seorang Seleksi. Dengan terpilihnya perempuan bernama Wang Yiren itu sebagai ratu selanjutnya di negeri mereka, maka Seleksi pun resmi berakhir.

"Jim—Uh, maksudku, Jisung. Kau mau makan? Masih ada sisa kimbab yang kubawa sejak kemarin. Tetapi aku yakin, makanannya belum basi." Minho masih terbiasa melihat Jisung seperti Jimin yang selalu ia lihat di istana, meskipun warna rambut yang dipakai Jisung sudah berbeda.

Jisung hanya melirik sedikit kemudian kembali memejamkan matanya. Ia menggumamkan sesuatu yang tidak bisa Minho dengar, tetapi yang pasti Jisung menolak untuk mengisi perutnya.

"Kau masih belum sehat sepenuhnya. Sebaiknya kau isi perutmu, setidaknya satu potong saja, oke?" bujuk Minho.

Jisung masih tidak mau membuka matanya. Ia kembali bergumam yang kali ini terdengar oleh Minho. "Aku sedang tidak niat makan. Habiskan saja untukmu."

Minho mendesah. Ia sudah menyerah membujuk Jisung untuk makan, perut lelaki di sebelahnya itu hanya diisi oleh air mineral selama belasan jam perjalanan mereka. Bukannya ia kesal karena mood Jisung seperti itu padanya, ia hanya tidak tega melihat Jisung yang hanya memikirkan sakit hatinya. Sebagai gantinya, justru ia yang merasa cemburu dan sakit hati ketika Jisung justru memikirkan orang lain.

"Sudah kubilang, Hyunjin-Hyung hanya akan memberikan harapan palsu padamu. Kalau kau menginginkan sebuah tangan untuk menggenggam dirimu, ulurkan saja kepadaku atau aku dengan senang hati menawarkan tanganku kapan saja."

Terdengar desahan nafas dari tempat duduk di sebelahnya Minho. Jisung menatap langsung kepada Minho dengan tatapan tajam.

"Diam, aku sedang tidak niat berbicara."

Seketika itu juga Minho menutup mulutnya. Terserah apa kata Jisung. Toh mungkin kalau lelaki itu lapar, ia akan makan juga. Tidak mungkin bisa Jisung menahan lebih dari dua puluh empat jam untuk kekosongan dalam perutnya.

Pemandangan di sekitar mereka mulai berubah menjadi kehijauan, daerah pegunungan dengan hutan lebat, sungai-sungai kecil di samping-samping mereka ketika bus melewati jembatan dan agak gelap dikarenakan matahari perlahan mulai tenggelam. Itu artinya bus yang mereka naiki sebentar lagi mendekati tujuan.

Beberapa orang juga mulai terbangun dari tidur mereka. Meskipun begitu, Minho tidak berani membangunkan Jisung sampai bus mereka benar-benar berhenti di tempat tujuan.

Demi menghemat biaya, Minho dan Jisung menaiki bus tua yang sudah reyot. Oleh sebab itu ketika menaiki tanjakan di daerah pegunungan, bus itu sedikit kesusahan. Namun, dalam waktu setengah jam kemudian bus itu sampai pada rute akhirnya. Paju, daerah Gyeonggi, perbatasan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Barulah Minho membangunkan Jisung.

Ketika mereka turun dari bus, suasana sepi dan sedikit mencekam karena mereka masih di daerah pegunungan segera menyapa keadaan di sekitar mereka. Meskipun merasa tidak nyaman, penumpang di bus itu melanjutkan perjalanan mereka dengan berjalan beberapa kilometer lagi untuk sampai menuju daerah pengasingan kasta delapan.

Dibandingkan penumpang yang lain, Minho mengambil jalan yang berbeda dari mereka.

"Kita tidak mengikuti mereka?" tanya Jisung heran.

THE SELECTION (hyunsung ver) || ENDWo Geschichten leben. Entdecke jetzt