THE SELECTION (hyunsung ver) || END

chapter 44

Hyunjin menyelesaikan konferensinya dengan perasaan lega sekalipun konferensi itu hanya sekedar dihadiri wartawan-wartawan dari media resmi—atau lebih tepatnya berasal dari anak perusahaan keluarga Choi—sebagian warga kasta bawah yang menyadari kedatangan sang Pangeran ke tempat mereka, berdemo di depan gedung.

Hyunjin belum beranjak dari gedung dikarenakan bodyguard masih menyuruhnya untuk tinggal sementara sebelum mereka mengusir para pedemo itu. Lelaki itu pun duduk dengan tidak tenang. Kebiasaannya ketika merasa tidak nyaman adalah kakinya yang terus bergerak.

"Aku rasa, aku harus bertemu dengan mereka. Aku tidak ingin dicap pemimpin yang pengecut seperti ini," Hyunjin bangkit dari tempat duduknya.

"Tapi, Yang Mulia. Di luar sana cukup berbahaya. Siapa tahu saja diantara pendemo itu ada pemberontak yang masih berniat ingin membunuh Anda," cegah seorang anak buahnya.

Hyunjin mendesah, "Apa kalian tidak tahu bahwa pemberontak yang berniat membunuhku itu sudah di—Ah, sudahlah. Sekretaris Kim, apa Anda sudah selesai?"

Lelaki setengah baya itu menoleh sebentar kepada Pangeran sambil membungkuk meminta maaf bahwa perbincangannya di ponselnya masih belum selesai. Hyunjin bisa melihat dari layar hologram ponsel milik Sekretaris Kim bahwa beliau sedang berbincang dengan ibunya. Entah perbincangan apa yang sedang mereka bicarakan, karena setelah itu Hyunjin mendapati ibunya melambai padanya dari balik layar. Hyunjin pun membalasnya dengan lambaian singkat.

Sekretaris Kim pun berjalan ke arahnya setelah menutup ponselnya. "Yang Mulia Ratu mengatakan bahwa beliau akan menuju mansion di pulau Shinki terlebih dahulu. Beliau harap Anda bisa mampir sebentar sekalian menengok tunangan Anda."

Hyunjin hanya mengangguk-angguk meskipun ia sedikit keberatan untuk datang ke sana. Ia malas pergi ke sana hanya karena ada tunangannya itu. Entah mengapa, Hyunjin merasa semakin malas bertemu dengan perempuan itu. Untuk saat ini, Hyunjin hanya ingin mencari Han Jisung di tengah jutaan pengungsi di tempat pengungsian kasta bawah ini.

Tiba-tiba pintu terbuka dan menunjukkan lelaki berbaju hitam lain—bodyguard-nya. Hyunjin segera berdiri setelah mengenal dengan baik wajah bodyguard itu.

"Bagaimana? Apa kau sudah menemukannya?" tanya Hyunjin langsung setelah bodyguard itu memberikan bungkukkan kepadanya.

Bodyguard itu nampak ragu ingin melapor setelah menjalankan perintah khusus dari sang Pangeran. Alis Hyunjin pun bertaut karena beberapa saat bodyguard itu tidak menjawab pertanyaannya.

"Maafkan saya, Yang Mulia. Tetapi, saya tidak menemukan lelaki yang memiliki wajah yang mirip dengan Tuan Puteri Han Jimin," jawabnya.

"Bukankah kau sangat mengenali wajahnya? Bukankah kau adalah mantan bodyguard-nya, uh... Siapa namamu?" Hyunjin tidak menemukan tanda pengenal pada lelaki itu.

Bodyguard itu kembali membungkukkan badannya, "Maafkan saya yang tidak memakai tanda pengenal, Yang Mulia. Nama saya adalah Mark dan saya... tidak yakin ada lelaki yang memiliki wajah mirip seperti Tuan Puteri Han Jimin di pengungsian ini, Yang Mulia."

Hyunjin membuka mulutnya sedikit tetapi kembali menutupnya.

"Apa Anda yakin bahwa nama lelaki itu Han Jisung karena di daerah ini terlalu banyak laki-laki dengan nama seperti itu, Yang Mulia," ujar bodyguarditu lagi.

Hyunjin mengehela nafas kesal. Ia kembali terduduk sambil memijit dahinya. Mengapa jalan cintanya dengan Jisung selalu seperti ini? Kusut, penuh tarik-ulur, tidak pernah lurus. Hyunjin mengutuki takdir percintaannya ini.