4. Perfectly Perfect (Bag. 2)

4.4K 382 10
                                    

Menjelang bulan ketujuh kehamilannya, perut Doyoung sudah terlihat membesar. Ia sekarang sering sekali memakai pakaian longgar jika di rumah―untuk hal membelikan baju hamil, Jaehyun bisa diandalkan. Atau meminta tolong pada Ten, sahabat Doyoung, untuk membelikannya beberapa jadi Doyoung tidak harus keluar dari rumah.

Ngomong-ngomong, kaki Doyoung sudah mulai membengkak. Ia tidak kuat untuk terlalu lama berdiri, ataupun berjalan terlalu jauh. Makanya Jaehyun menyuruh Doyoung untuk selalu di rumah, dan memberitahunya jika membutuhkan sesuatu.

Herin mulai belajar menjadi seorang kakak perempuan yang baik. Anak gadis cucu pertama keluarga Jung itu tidak pernah rewel dan selalu mengerti keadaan ibunya.

"Kalau eomma sakit, bilang Helin, ya... Bial Helin nanti telpon appa." Biasanya anak itu akan berkata demikian jika melihat ibunya tengah memijat kakinya diatas sofa.

"Helin bisa tidul sendili sekalang." Dan anak itu sudah bukan perempuan penakut lagi. Herin bisa tidur sendiri dikamarnya yang sudah Jaehyun desain seperti kamar putri raja dengan nuansa pink yang cantik―meskipun masih harus mendengarkan dongeng sebelum tidur.

"Naneun neoui noona. Nae ilem Jung Helin. Cepat lahil, uli dongsaengi." Dan Jaehyun selalu dibuat gemas berlebihan ketika Herin adalah satu-satunya orang yang selalu masuk pada baju longgar Doyoung untuk mencium perut ibunya yang besar itu.

"Gomawo, Herin noona..." Doyoung hanya akan membalas demikian dengan senyum paling tulus sambil mencium kening Herin penuh sayang. Begitupun dengan Jaehyun. Perasaan bahagia itu tidak akan pernah bisa digantikan oleh hal apapun.

.

.

.

Doyoung membuka kedua matanya yang terasa berat. Pandangannya sedikit buram dan kepalanya terasa pening saat itu juga. Ia melirik jam dinding yang berada diatas pintu kamar―sudah pukul enam.

Perempuan itu menghela nafas sejenak, lalu menoleh kesamping, pada Jaehyun yang masih tertidur pulas. "Yeobo, bangunlah..." Ucapnya dengan tangan yang mengusap lembut tangan suaminya. "Kau harus ke kantor..."

Seluruh tubuhnya terasa sakit dan ia merasa tidak enak badan. Tapi Doyoung harus bangun dan menyiapkan sarapan untuk Jaehyun.

Pada akhirnya, ia beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan ke kamar mandi bersamaan dengan Jaehyun yang juga bangun. Lelaki itu duduk sejenak untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya, dan mendengar suara Doyoung sedang muntah di kamar mandi.

"Kenapa masih muntah? Bukankah sudah menginjak tujuh bulan?" Jaehyun bertanya sendiri dalam hatinya. Ia tidak terlalu ambil pusing dan beranjak untuk membuka gorden jendela.

"Jae, sepertinya aku tidak enak badan." Itu suara Doyoung, terdengar lirih sekali di ambang pintu kamar mandinya. "Sepertinya ada yang salah. Kepalaku pusing sekali."

Sontak saja Jaehyun menatap wajah Doyoung dengan seksama―niat untuk membuka gorden ia batalkan dan fokus pada istrinya. Wajahnya pucat, bibirnya pias, dan bisa Jaehyun lihat juga tangan istrinya yang gemetar berpegangan pada knop pintu.

Kedua kaki Jaehyun melangkah cepat setengah berlari pada istrinya. "Hei, kau sakit―ASTAGA, SAYANG!"

Belum sempat Jaehyun menyelesaikan pertanyaannya, Doyoung sudah roboh. Pingsan. Untung Jaehyun sudah berada di dekatnya, jadi dengan sigap sang suami menangkap tubuh istrinya.

Tapi, perasaan khawatir langsung melingkupi diri Jaehyun sekarang. Ia memanggil-manggil nama Doyoung, tetapi istrinya itu tidak membuka mata sama sekali dengan wajah yang pucat pasi.

litcas23's Story ArchiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang