8. Avengers : End Game

4.6K 422 15
                                    

Pagi hari, ketika Doyoung baru saja selesai menata sarapannya di meja makan, matanya menangkap sosok putra bungsunya tengah berdiri diam menatap kalender yang terpasang di dinding ruang makan.

Dengan langkah kecil, Doyoung menghampiri, mengusap pundak anak itu dan bertanya. "Kenapa menatapnya seperti itu?"

"Eomma..."

"Huh?"

Jeno, putra bungsu keluarga Jung itu mengangkat satu tangannya, menunjuk satu tanggal yang sudah di beri lingkaran merah di bulan april. "Ini hari ulangtahunku." Katanya.

Ibunya merengut. "Hmm. Lalu?"

Jeno diam lagi, cukup lama.

"Kita semua tahu 23 april itu hari ulangtahunmu. Lalu apa? Kau juga sudah meminta hadiah pada appa, kan?"

Jari telunjuk Jeno beralih di angka 24 bulan april, tepat satu hari setelah hari ulangtahunnya. "Dan ini... penayangan pertama Avengers End Game."

Doyoung menoleh ke samping, menatap raut wajah putranya yang seketika berubah murung. Senyuman kecilnya terulas, mengerti seberapa besarnya Jeno mencintai film Marvel itu.

"Tiketnya sudah mulai dijual sejak kemarin, tapi aku belum membelinya sama sekali." Helaan napas berat terdengar di telinga sang ibu. "Padahal aku ingin menonton di hari pertama, supaya aku tidak harus mendengar spoiler dari orang lain."

Saat Jeno masih terus menatapi angka 24 di sebelah angka 23 yang telah di lingkari merah, seseorang lewat di belakangnya dengan santai dan berkata, "Jangan drama, please. Ini masih sangat pagi untuk melihatmu terbawa perasaan seperti itu."

Mark Jung, dengan langkah kalem mengambil posisi duduk di meja makan dan mengambil selembar roti. Tidak terlalu peduli sudah seberapa kesal adiknya sekarang.

Jeno mendengus. "Dasar tidak tahu diri." Ucapnya mencibir. "Siapa yang dulu dramatis karena tidak bisa move on setelah menonton Bumblebee, hah? Siapa juga yang berteriak-teriak tidak tahu malu saat appa menghadiahimu sebuah mobil kuning yang kau sebut 'Bee'?"

Mark tidak ambil pusing atas ucapan Jeno yang baru saja mengatakan ke-alay-annya beberapa waktu lalu. Tapi tangan kirinya terulur ke tengah meja makan untuk mengambil sebuah apel merah dan melemparnya ke belakang―berniat melempari adiknya namun ternyata si bungsu dengan sigap pula menangkapnya.

Doyoung menggelengkan kepala. Kedua putranya ini benar-benar seperti anak kecil, padahal mereka sudah berada di tingkat sekolah menengah atas.

"Yak, cepat sarapan atau kalian akan terlambat."

"Tapi hyung duluan yang mencari ribut denganku, eomma!"

"Siapa? Kau saja yang terlalu drama!"

Lagi, Doyoung menghembuskan napas panjang. "Duduk dan sarapan dengan tenang atau eomma akan menghubungi appa dan berkata kalau kalian bertengkar pagi ini. Biar jalan-jalan ke Los Angeles batal saja sekalian."

"TIDAK!"

Great! Itu adalah ancaman yang bagus, Kim.

.

.

.

Sejak awal kabar penayangan Avengers seri terakhir itu masih simpang siur, Jeno telah menjadi salah satu orang yang paling heboh. Ia berteriak-teriak sendiri di kamarnya, memainkan semua figur Iron Man yang ia miliki, lalu berkata pada dirinya sendiri jika pada akhirnya pahlawan kesukaannya itu akan menjadi pahlawan yang sesungguhnya di seri terakhir nanti.

litcas23's Story ArchiveWhere stories live. Discover now