Satu Langkah

9 5 4
                                    


Suara menggelegar dari teriakan ibuku membuatku tersentak. Ah, dasar emak-emak yang super power umur sudah menjelang senja pun masih saja melengking.

"Ayu ... Kalingga ... Rega. Makan siang udah siap, sini merapat."

"Ya ampun, Ma. Cetar banget deh suaranya." kataku menghampiri ibuku yang masih sibuk menyiapkan makanan.

Aku dan Kalingga menata piring, sejenak kita saling tatap dan tersenyum. Aku merasa beruntung mengenalnya, dia benar-benar sosok dewasa yang mampu membuatku merasa terlindungi. Satu lagi, dengannya semua detik yang kulalui terasa lebih istimewa. Karena kita bisa leluasa bertatap mesra dalam situasi apapun tanpa ada yang tahu.

"Yu, panggil kakakmu, gih!"

"Males, ah, ma. Kalo laper juga dia pasti kesini."

"Kamu ini."

"Habisnya bang Rega nyebelin, Ma. Ya 'kan, Ga?"

"mmm...." tampaknya dia sedang berpikir.

"Bilang iya plis, Ga."

Belum sampai Kalingga angkat bicara, makhluk aneh sudah muncul saja. Jangan tanya siapa, karena sudah pasti kakakku.

"Lagi ngomongin gua,  hmm?" tanyanya setengah menyindir.

"PD banget, sih." kataku sambil mendelik.

"Matanya biasa aja, unyil!" ucapnya sambil menoyor kepalaku kemudian duduk tepat disebelahku. Menyebalkan kakakku ini. Kenapa, sih, aku harus lahir menjadi anak kedua dan punya kakak semenjengkelkan dia?

"Ma, kak Rega, nih. Julid banget."

"Sudah! Kalian sudah dewasa, masih saja berantem kayak anak kecil. Gak malu sama Kalingga? Malu-maluin aja kalian."

"Hehe, gak papa tante. Saya senang melihat keakraban mereka." ujar Kalingga.

"Akrab dari mananya, Ga? Kita ini berantem tadi." balasku masih saja kesal.

"Namanya juga adik kakak, berantem dikit gak papa."

"Ga, Ayu duduk disebelah kamu aja, ya? Disini panas banget mungkin karena deket sama aura negatif." sindirku pada alien yang harus kusebut kakak. Sambil beralih dan duduk manis disamping Kalingga.

"Woahh, ade gua udah pinter modus, ya."

"Apaan, sih,  kak?  Sirik aja. Gitu, tuh, kelakuan manusia kalo kelamaan jones."

"Sialan lo, unyil."

"Sudah ... Sudah! Kalian ini mau makan apa mau berantem, sih? Mama sampe puyeng ngeliatnya."

"Ya maaf,  ma."

"Makan jangan bawel."

Akhirnya kita makan tanpa ada suara apapun. Takut, jika sang ratu keluarga sudah berbicara setegas itu. Sesekali Kalingga menatapku dan tersenyum, begitu pun aku. Aktivitas yang sudah menjadi salah satu favoritku bersamanya.

===========

Setelah makan siang Kalingga berpamitan dan aku mengantarnya sampai depan Rumah.

"Saya pulang dulu, ya? Terimakasih makan siangnya.Saya suka masakan mama-mu."

"Iya. Sama-sama, Ga. Ayu juga mau berterimakasih karena udah mau nganterin sekaligus ngobatin Ayu."

"Gak perlu berterima kasih." katanya sambil mengusap puncak kepalaku.

"Ga...." panggilku

"Iya."

"Sepeda Ayu gimana?" tanyaku yang merasa cemas karena belum mendapat kepastian. Apakah sepedaku itu bisa diperbaiki atau tidak.

Winter Triangle [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang