Sisi Lain

9 4 1
                                    


Hari ini aku memulai aktivitas rutinku. Kembali ke Kampus membawa sejuta kerinduan, eh,  maksudnya membawa niat dan secarik kertas perwalian yang terselip di buku diary-ku.

Aku memutuskan kuliah di Universitas swasta. International Women Univercity menjadi pilihanku untuk menimba ilmu. Aku mengambil program study Informatika. Jujur saja, awalnya aku sangat ingin masuk seni rupa di Universitas Negri. Tapi tak kunjung mendapat izin dari kakakku. Menyebalkan memang.

Aku menyimpan fotografi sebagai hobi. Padahal aku sangat ingin menjadikannya profesi. Aku tak ingin semangat berkaryaku padam begitu saja, lalu menyerah menghadapi angka, hitungan dan kode yang rumit.

Pokoknya semester depan harus masuk UKM Unit Fotography dan Film maker (UFP). Begitu tekadku dalam hati.

Aku sudah berada dipenghujung semester dua. Itu artinya sebentar lagi aku akan naik ke tingkat dua. Tak terasa semua berjalan begitu cepat.

Masih terasa bagaimana sulitnya menghadapi kakak tingkat dimasa orientasi.
Cuaca hari ini cukup terik, aku berteduh dibawah pohon yang berada tak jauh dari gedung kampusku.

Duduk sembari menunggu temanku yang katanya masih dijalan. Ah, dasar penduduk Indonesia yang selalu memakai jam karet.

Padahal jarak kost-an dengan kampus tak terlalu jauh. Tapi menunggunya membuatku ngantuk.
Aku menyandarkan diri, memasang headset dan memutar lagu Fiersa Besar - Kala.

Baru saja aku akan melewati gerbang mimpi, sesuatu yang sangat dingin menempel di pipi kananku. Segera kubuka mata, kaget. Aku pikir itu temanku si lelet, ternyata laki-laki yang semalam menemaniku melihat bintang.

"Kalingga," ucapku sambil memegang pipiku yang dingin.

"Nunggu siapa?"

"Bentar, kok, kamu bisa disini?"

"Dasar gadis pendek, kebiasaan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan." Dia mengusap puncak kepalaku sambil memberi satu minuman dingin.

"Kamu jawab dulu, nanti Ayu juga jawab."

"Iya ... Iya saya jawab. Saya mahasiswa HI semester enam."

"Haaaah....?" Aku sangat kaget, bagaimana tidak. Dia adalah kakak tingkatku. Kenapa aku baru tahu?

"Kagetnya biasa aja, nanti ada yang masuk ke mulut, tuh," ucapnya sambil menutup mulutku dengan tangannya.

"Kok, Ayu baru tahu, sih?"

"Saya juga kaget, tadi lihat kamu sedang berteduh disini. Saya pikir salah lihat, tapi begitu melihat lebih dekat ternyata itu benar kamu. Si gadis pendek yang manja, hehe."

"Semesta begitu rapih menyusunnya, ya. Ga?"

"Saya sangat berterimakasih pada alam yang selalu mempertemukan kita."

Aku hanya mengangguk, lalu membuka botol minuman yang Kalingga berikan. Tapi rasanya susah.
Tanpa diminta dia mengambil alih lalu membukanya. Saat tanganku ingin meraih botol yang telah lolos penutupnya. Kalingga mengangkat tangannya keatas, membuatku mendongak.

"Kalingga, Ayu haus, ih. Kamu jahil banget, deh."

"Dan membiarkanmu melupakan pertanyaan saya?"

"Ya udah, Ayu jawab tapi minum dulu."

"Untuk gadis pendek yang selalu lupa minum," katanya tersenyum manis sambil memberi botol minuman.

"Ayu disini nunggu temen. Katanya mau bareng perwalian."

"Jadi, kamu mahasiswi disini?"

"Yep, Teknik Informatika semester dua. 17 IF RP."

"Oh, salam kenal adek tingkat." Lagi. Dia mengacak puncak kepalaku sambil tertawa.

"Ih, Ga. Apaan deh." Aku kembali merapikan rambutku yang berantakan.

"Kenapa saya baru lihat kamu?"

"Ayu juga baru lihat kakak."

"Kalingga aja, saya lebih kamu manggil nama. Rasanya geli denger kamu manggil saya dengan sebutan kakak. Saya bukan kakak kamu," ucapnya sambil terkekeh.

"Tapi 'kan gak sopan," jawabku sambil menunduk.

"Dari awal ketemu juga kamu udah gak sopan."

"Maaf." kalimatnya membuatku semakin merasa bersalah sekagigus malu. Aku tertunduk, ah, andai saja aku bisa melubangi tanah sudah dari tadi aku sembunyi dibawah sana.

Ketika hatiku sedang berkecamuk, kehilangan wajah. Hanya merah padam seperti bara api. Terdengar suara tawa yang cukup menggelegar di telingaku. Kulihat ternyata Kalingga sedang tertawa, eh, bukan dia sedang menertawakanku.

"Kenapa? Ngetawain?" Dia masih saja tertawa sambil memegang perutnya.

"Kamu lucu, haha. Saya bercanda tadi, sudah saya bilang saya lebih suka denger kamu manggil nama saja."

"Kalinggaaaaaaaaa ... Ish nyebelin nyebelin." teriakku sambil memukulnya.

"Iya ... Iya saya minta maaf, ampun tuan putri."

"Tahu, ah." Aku sangat kesal bukan main, aku sudah merasa bersalah dengan entengnya dia hanya bilang bercanda, dasar Kalingga menyebalkan.

Lama aku diam hingga terdengar sebuah sapaan suaranya lembut. Membuatku mendongak menatapnya. Yang kulihat adalah seorang perempuan cantik bak bidadari tubuhnya ideal, putih bersih dan lihat, pakainnya sangatlah kekinian. Berbeda denganku yang hanya gadis pendek bersuara cempreng. Tapi yang kulihat manik indahnya tak lepas memandang Kalingga.

Dia siapa?  Pacarnya? Jangan lupakan bahwa aku dan dirinya ini hanya teman. Tapi,  kenapa seolah aku ini berat menerima kenyataan. Aku menunduk pura-pura memainkan ponselku. Padahal tak lebih dari mengeser-geser menu saja. Tak terdengar Kalingga menjawab sapanya, kenapa Kalingga tak bergeming sedikitpun. Apa dia merasa bersalah karena kedapatan duduk dengan perempuan yang tak lain adalah aku.

"Ga, kamu denger gak, sih?  Aku cape nyariin kamu. Kesana kemari sampe satu kampus ikut bingung nyari kamu."

"Saya gak minta kamu buat nyari saya."

"Iya tapi kamu harus rapat BEM sekarang. Anak-anak udah misuh-misuh, gak biasanya kamu ngaret kayak gini."

"Kamu gak lihat saya lagi ada urusan?" Kalingga begitu dingin jika berbicara dengan perempuan cantik ini. Ah, aku tak tahu. Aku masih saja duduk seperti patung.

"Urusan apa, sih? Rapat BEM lebih penting."

"Rapat dimulai masih setengah jam lagi, saya gak lupa. Jadi jangan ganggu waktu saya disini."

"Ih,  kamu harus ke Ruang rapat sekarang, Kalingga." aku diam-diam melihat dua insan yang masih saja beradu argumen, terlihat perempuan itu menarik tangan Kalingga.

"Andai berbuat kasar pada perempuan tidak menjadikan saya pecundang, sudah daritadi saya melakukan hal bodoh padamu Lintang. Saya gak suka kamu menyentuh tubuh saya!  Menarik-narik seenaknya. Kamu ini sangat kekanak-kanankan." Kalingga seperti penuh amarah terdengar dari setiap kalimatnya yang penuh penekanan.

Aku tak ingin menyaksikan pertengkaran mereka. Aku tak tahu apa hubungan mereka, yang jelas aku harus segera pergi. Tak enak rasanya hanya jadi obat nyamuk.

"Kak, aku pamit. Teman udah nunggu," ucapku sambil menganggukkan kepala memberi hormat, mendadak formal.

"Tunggu, Yu." Kalingga menahan tanganku dengan lengan kekarnya.

"Maaf, kak. Aku udah ditunggu di ruang dosen," jawabku sambil melepas cekalan tangan Kalingga.

Aku segera meninggalkan mereka, aku tak ingin tahu perdebatan mereka. Lagi pula aku ini siapa?
Aku melangkah ke Kantin, ruang dosen? Ah, tentu saja aku berbohong. Temanku masih belum bisa dihubungi.  Dasar ratu karet.

Aku duduk di kursi paling pojok, memesan es teh manis dan mi ayam. Kalo bosen sepeti ini, makan memang menjadi pilihan terbaik. Pesananku tak kunjung datang. Apakah hari ini, hari ngaret nasional?

"Ruang dosen sekarang pindah kesini, ya?"

=======

See you next part
Maaf akhir-akhir ini Ayu agak sibuk.
Maaf atas keterlambatan ini.

Winter Triangle [hiatus]Where stories live. Discover now